28. Keputusan

12.3K 1.2K 190
                                    

saya dan Om ChristianJCB datang lagi

Vote, komennya kami tunggu

Selamat membaca

Salam kami

Malagoar & ChristianJCB

"NO WAY, PA!" Theo memekik lantang. Menatap Om Patrick geram. Rahangnya terkatup rapat. Keningnya mengernyit dalam. Ia emosi? Sangat! Ucapan Om Patrick barusan sepert algojo yang memorandakan apa yang baru aja ia coba bangun. Mematahkan asa yang baru aja ia susun.

Theo nggak habis fikir, ayah kandungnya bisa berbuat nekat seperti itu kepadanya. Setega itu kepadanya. Apakah arti pengorbanan Theo yang sedemikian besar nggak dilihat ama ayahnya? Apakah Theo harus hancur dulu agar ayahnya tahu apa keinginan hatinya? Sekali lagi, pemuda itu menggeleng. Menantang Om Patrick.

"THEO NGGAK SUDI MENGIKUTI PERINTAH PAPA!" Secepat itu Theo menjatuhkan kemauannya, secepat itu pula Om Patrick berdiri dari duduknya.

"Ikuti perintah Papa, atau selamanya kamu Papa pisahkan dari Anthoni!"

Ah, nama itu. Hati Theo sakit mendengar nama itu disebut. Tidak sebelum Om Patrick mengucapkan kalimat pencabut nyawanya barusan. Dada Theo bergetar. Matanya terpejam. Mencoba mengeja setiap potong kilasan pertemuan pertamanya dengan Anthoni di sel tahanan beberapa hari yang lalu.

Beberapa hari yang lalu....

Pertemuan terindah....

Juga pertemuan paling menyakitkan....

Keajaiban itu ada. Theo mempercayainya. Keajaiban itu memang tak sembarang orang mendapatkannya. Namun ia berserakan. Memeluk hamba-hamba yang percaya akan keberadaannya. Dan hamba itu ... termasuk Anthoni.

Siapa yang menyangka, melihat Theo dipenjara, Anthoni mendapatkan kembali kesadarannya. Di antara sengguk tangisnya, Anthoni bersedia bersaksi pada kasus yang menjerat Theo. Menceritakan kronologinya secara detail. Membiarkan rasa sakit it u bersenyawa di dalam hatinya, namun pada akhirnya ia ikhlaskan kejadian itu. Dengan hadirnya Theo, apa saja menjadi ringan. Rasa sakit yang ia derita tak semencekam dulu.

Berlebihan? Nggak masuk akal? Sekali lagi, keajaiban itu ada. Tuhan menolong manusia dengan cara-cara tak terduga. Bahkan dengan cara nggak masuk akal sekali pun. Karena ketika kata nggak masuk akal itu tercetus, Tuhan akan menguraikan seribu cara untuk menjadikannya masuk akal.

Lagi, Theo mengembuskan napas besar. Setelah kesaksian Anthoni, Theo emang dibebaskan, tapi sebagai bayarannya, orangtua Anthoni membawa si marmut itu pulang. Kembali memisahkan dua manusia yang mencoba saling mengenal diri dengan perasaan tak dikenal tapi sangat dibutuhkan.

Sekali lagi ... sangat dibutuhkan.

Perasaan asing itu ... baik Anthoni maupun Theo nggak tahu apa namanya. Namun keduanya ... sangat membutuhkan. Bukan untuk menyempurnakan apa yang udah ada, lebih dari itu, untuk menyembuhkan luka dari masing-masing kesakitan yang ada. Sebagai penawar racun yang menggelimpangi lautan hati. Sebagai madu untuk menetralkan genangan empedu.

"PAPA NGGAK BISA MELAKUKAN ITU KEPADA THEO!" Suara yang naik beberapa oktaf itu melengking di rumah besar mereka. Theo nggak pernah terima dengan kesepakatan sepihak yang Om Patrick buat. Demi Tuhan, ditusuk seperti itu, sudah sering terjadi pada Theo. Dipenjara pun, nggak hanya sekali dua kali aja, namun dulu Om Patrick nggak pernah mempermasalahkannya. Bahkan, nggak peduli.

Tapi kenapa sekarang jadi beda? Kenapa tetiba Om Patrick mengirimkannya sekolah ke luar negeri hanya gara-gara luka tusuk dan dipenjara? Luar negeri? Amerika? Ya Tuhan, Theo nggak sanggup jika ia harus berpisah dari Anthoni. Theo nggak sanggup.

Teach Me to Love as (Gay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang