22. Sepotong Kenangan

13.4K 1.2K 338
                                    

Didedikasikan kepada Om ChristianJCB yang selalu sabar dengan ledakan emosi saya. Dengan amarah saya. Dengan mood saya yang berubah-ubah. Author hebat yang nggak pernah tersulut amarah apabila saya udah mulai mencak-mencak kepadanya.

Vote, komen, kritik, serapah yang membangun selalu saya dan Om ChristianJCB tunggu.

Selamat menikmati

Salam kami

Malagoar & ChristianJCB

.

.

.

.

.

Pepatah bilang, orang yang paling manis senyumnya, adalah orang yang paling pahit menyimpan kepedihannya.

.

.

Anthoni turun dari podium setelah―seperti yang sudah-sudah selama bertahun-tahun ini―memberi sambutan sebagai juara paralel di sekolahnya. Hari ini Anthoni lulus dengan nilai memuaskan. Tertinggi seprovinsi. Bapak dan Ibu bangga kepadanya. Tadi memberikan ucapan selamat berkali-kali. Pelukan juga ciuman. Bapak sama Ibu nggak pernah sebangga ini. Anthoni adalah harapan mereka.

Seorang cowo berwajah cute menghampiri Anthoni. Senyumnya merekah. Ia memeluk Anthoni. Menepuk bahu Anthoni kemudian.

"Wah selamat, ya, Kak Thoni," Raphael tersenyum lebar.

"Terima kasih. Tadi akting kamu di pentas drama juga bagus," Anthoni memberi pujian. Mengajak adik kelasnya keluar auditorium.

"Habis ini Kakak mau ngelanjutin kuliah dimana?"

"Aku udah mendapat beasiswa dari UI, Raph," mata hitam itu berkejora. Antusias sekali. Penuh semangat. Anthoni mantap mengayunkan langkah kakinya. Ia melirik Raphael yang tampak takjub. Lalu menyenggol bahu adik kelasnya tersebut. "Kamu kenapa melongo gitu?"

Jeda beberapa detik saat Raphael tetiba berteriak lantang, "WOOOW KAK, AMAZING BANGET SUMPAH. KAKAK DAPAT BEASISWA UI? KAKAK KEREN. KAKAK HEBAT!"

Anthoni tersipu dibuatnya. Lalu manyun untuk mengurai warna merah jambu yang ada di kedua belah pipinya.

"Ehm... Anthoni!"

Baik Anthoni maupun Raphael berbalik begitu nama salah satu di antara keduanya dipanggil. Seorang lelaki berparas tampan. Memiliki warna kulit kuning langsat. Wajah teduh. Mata penuh aura kebapakan, berdiri menjulang di belakang mereka. Baju safari tiga sakunya terlihat licin tertimpa setrikaan. Beliau berdehem lagi.

"Sepulang sekolah nanti, kamu bisa menemui Bapak di ruang guru?" namanya Pak Haikal. Guru Biologi Anthoni. Orang alim. Salat Dhuhanya nggak pernah tanggal. Dan selalu membantu para murid jika ada kesalahan.

Anthoni berfikir sejenak. Nilai Biologi Anthoni sempurna. Tertinggi satu sekolah. Mungkin Pak Haikal mau mengucapkan selamat. "Baik, Pak," sahutnya santun. Memberi jalan ketikan Pak Haikal menepuk pundaknya lembut khas kebapakan, lalu berlalu dari sana.

"Waaah Pak Haikal kayaknya mau ngasih Kak Thoni hadiah, tuh," Raphael berceletuk gembira. Menyenggol-nyenggol Anthoni.

"Masa, sih? Emang kenapa?"

Teach Me to Love as (Gay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang