Hari demi hari berlalu, Veer dan Naina masih tetap sama. Setiap hari bangun di jam yang sama. Lalu Naina menyiapkan minuman hangat untuk Veer yang mandi, lalu menyiapkan sarapan. Mencuci pakaiannya, merapikan semua barang-barangnya. Dan semua keseharian yang biasanya dilakukan oleh ibunya Veer.
Tetangga mulai bertanya, "Apa kalian sengaja menunda kehamilan? Atau memang belum saja?"
Naina hanya tersenyum jika tetangga mulai usil tentang kehidupannya.
"Veer, ini makan siangnya." Ujar Naina menaruh bekal di meja. Setiap hari dia mengantar makan siang ke bengkel Veer yang tak jauh dari rumahnya. Bahkan memang di sebelah rumahnya.
"Naina, kau ini sibuk setiap hari. Sudah seperti ibu Veer saja. Tapi wajar sih, kau kan memang lebih tua darinya. Jadi malah seperti mengasuh Veer.." celoteh tetangga usil ketika Naina lewat sehabis dari bengkel. Kali ini Naina mulai kesal. Karena kalimat itu entah ke berapa ratus kalinya.
"Apa kalian tidak bosan terus mengawasi pernikahanku?" tanya Naina dengan nada sedikit tegas.
"Jangan marah Naina. Kami ini peduli pada Suman. Dia pasti ingin segera menimang cucu dari anak lelakinya." Ujar tetangga lainnya.
"Benar, sudah satu bulan kau menikah. Tapi kulihat kau malah seperti ibunya Veer. Memasak, mengantar makan, mencuci baju Veer. Aku jadi curiga, apa kau bisa memuaskan Veer?"
Emosi Naina langsung memuncak dan mendekat emosi pada para tetangga usil itu.
"Kau?"
"Kak..." teriak Reshma.
"Abaikan saja kak." Ujar Reshma menarik tangan kakak iparnya. Naina langsung menarik nafas, lalu segera masuk ke rumahnya. Kini mereka tak lagi serumah dengan orang tua Veer, hanya rumah Veer masih bersebelahan dengan rumah orang tuanya.
"Jangan dimasukan ke hati nak." Suman datang setelah Reshma mengadu.
"Iya bu. Maaf." Ujar Naina tertunduk.
"Aku memang ingin segera memiliki cucu. Tapi aku juga tahu kalian sedang menikmati masa pacaran paska pernikahan. Jadi aku akan bersabar, sampai kalian siap." Suman mengelus pipi menantunya.
Naina terdiam memandang Suman yang begitu percaya padanya. Dia hanya mengangguk pelan.
Sepanjang hari dia memikirkan semua kejadian tadi. Sampai ketika Veer datang dia pun tak tahu.
"Kau baik-baik saja?" tanya Veer membuyarkan lamunan Naina. Dia hanya mengangguk.
"Ada masalah? Apa dengan ibu? Biasanya menantu bermasalah dengan mertuanya yang bawel."
"Veer.. ibu sangat baik." Potong Naina.
"Syukurlah. Lalu?"
"Aku kesal dengan para tetangga yang terus menggunjingku." Jawabnya sambil menuju dapur dan menyiapkan makanan untuk Veer.
"Air hangat juga sudah kusiapkan. Kau mandilah dulu." katanya lagi.
"Mereka bilang apa?" Veer tampak emosi. Naina menggeleng, tapi Veer terus memaksa.
"Katakan saja mereka bilang apa."
"Mereka bilang aku lebih seperti ibumu. Mereka bilang apa aku tak bisa hamil? Apa aku tidak bisa memuaskan suami? Mereka benar-benar keterlaluan!" Naina membanting handuk Veer ke kursi.
Veer menahan tawa, lalu tertawa kecil dan akhirnya tergelak.
"Kenapa harus marah? Itu benar. Aku seperti punya ibu baru." Goda Veer. Naina langsung kesal dan menarik kaos Veer yang hendak duduk.
"Kau bilang apa? Ibu baru? Veer? Aku serius. Aku tersinggung. Apa karena usiaku lebih tua darimu lalu kalian boleh menghinaku?" Naina terus memuntahkan amarahnya. Veer diam saja dan berusaha menenangkannya. Tapi Naina terus marah dan tak berhenti bicara. Veer menarik tangannya dan menahan pundaknya lalu menaruh jarinya di bibir Naina.
"Bukan soal usia saja Naina. Tapi karena kau terlalu sibuk merawatku hingga melupakan dirimu sendiri. Seharian kau hanya sibuk melakukan apa yang ibuku lakukan. Kau tak pernah bersenang-senang. Kau mungkin biasa ke salon atau belanja saat belum menikah. Maka lakukan itu juga sekarang. Kau tampak tak menikmati semua ini. Kau tampak stress." Veer menatap Naina yang terdiam.
"Aku selalu memberimu uang untuk belanja dan untuk kebutuhanmu. Aku tidak ingin kau merasa terkekang setelah menikah denganku. Kau boleh pakai mobilku, atau aku akan belikan yang model baru sekarang, tentu semampuku. Tapi kumohon, berhentilah jadi ibuku." Veer tertawa kecil melihat Naina yang hanya mengusap airmatanya.
"Lagipula kau hanya dibilang seperti ibuku. Kau tahu apa yang orang-orang ejekan padaku?" tanya Veer. Naina menggeleng.
"Veer...kau tidak jantan. Kau belum sukses menghamili istrimu. Hhhhh.. itu penghinaan paling keji bagi lelaki." Canda Veer sambil mengambil handuknya dari kursi dan naik ke kamar untuk mandi. Naina terdiam dan menarik nafas dalam dan panjang.
Dia menyusul Veer ke kamar dan masih memikirkan kata-kata Veer. Tak lama, suaminya keluar dengan hanya memakai handuk saja. Nanina menarik pundak Veer dan mendorongnya ke dinding lalu menatapnya. Veer terkejut tapi sesaat dia sangat senang jarak antara dia dan istrinya hanya terhalang oleh baju yang melekat pada istrinya.
"Veer, lalu kenapa kau tak buktikan bahwa kau bisa?" tanya Naina sedikit gugup. Veer menatap mata Naina yang tampak kosong meski memandang dirinya. Dia hanya bisa menelan ludah saat wajah Naina mendekat dan semakin dekat ke wajahnya. Dan ketika bibir Naina menempel sedikit di ujung bibirnya, dia malah berkata...
"Karena di dalam hatimu masih ada orang lain. Aku tidak ingin seperti memperkosamu. Meskipun kau pasrah, tapi hatimu menolak. Aku juga tidak mau kau membayangkan aku jadi orang lain saat melakukannya." Jawab Veer setengah bercanda. Naina diam saja dan tak mampu menjawab. Naina menarik diri dari tubuh Veer dan menatapnya lalu membalikkan badannya.
"Oh ...Tuhaaan... siapa yang tidak ingin menyentuhmu Naina...bahkan aku saja hampir tidak bisa mengendalikan diriku." Hati Veer merasa tersiksa, dan dia memandang Naina yang keluar kamar mungkin karena sedih, atau karena malu.
bersambung....
jangan lupa like n komen ya.. biar semangat.. :D :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan suami Idaman
Romancekisah Naina (Rani Mukerji) yang dipaksa menikah dengan pria yang usianya lebih muda darinya Veer (Ranveer Singh), sementara dia masih mencintai kekasihnya yang seorang aktor film (John Abraham) lalu, akankah Naina bisa menerima pria yang tidak dia c...