Sign of Libra :
Librarian
Seorang perempuan berumur 40 tahunan, rambut digelung rapi, blazer selicin porselen, dan memakai kacamata berbingkai bahan tanduk, berjalan mengelilingi empat orang. Dua cowok, dua cewek. Satria salah satunya. Bersama ketiga temannya, dia merupakan fresh graduate dari sebuah universitas. Mereka magang di Perpustakaan Pusat Kota. Kenapa di sini? Sebab mereka memang lulusan program studi Administrasi Perpustakaan. Dan perempuan yang dijelaskan di awal tadi adalah pengawas mereka, Mbak Yuni, status belum menikah. Sekaku lempeng besi dan sedingin bongkah es, Mbak Yuni mengelilingi mereka lagi. “Kalian terlihat lembek. Apa benar kalian bisa jadi petugas perpustakaan yang baik? Kamu!” Mbak Yuni menodong cewek yang berdiri di ujung kiri. “Siapa namamu tadi?”
Si cewek menjawab, “Luna,” kagok juga ditunjuk tiba-tiba begitu.
“Lain kali jangan bawa-bawa pacar kalau ke tempat kerja!” Mbak Yuni menyudutkan Luna. Nada suaranya menyiratkan kedengkian.
“Ba-baik.” Luna melirik Satria yang berada di ujung satunya. Satria mengangkat bahu. Mengerti kegundahan Luna, bingung bagaimana caranya mengusir Panji, cowoknya Luna yang setia menunggu di luar perpustakaan.
“Kamu!” Mbak Yuni beralih pada cewek kedua di sebelah Luna. “Jangan kecentilan make hiasan-hiasan rambut. Ini perpustakaan bukan mall!”
Hanni, si cewek kedua, segera melepas bandonya. Wah, batin Satria, Hanni yang suka nyablak aja bisa keder di hadapan Mbak Yuni.
“Kamu!” Kali ini giliran cowok yang dijepit Hanni dan Satria yang jadi sasaran Mbak Yuni. “Apa di rumahmu tidak ada cermin dan sisir? Rambut sudah kayak sarang burung!”
Dean yang diceramahi, berusaha menyisir rambutnya dengan jari. Kacamatanya yang bulat sempurna seperti kacamata Harry Potter naik turun akibat mukanya mengernyit panik. Hanni memutar bola matanya ke arah Luna yang meringis diam-diam. Serba salah, rapi diprotes, berantakan juga diprotes.
Mbak Yuni sampai di depan Satria, “Kenapa kamu cengar-cengir?”
Satria menghapus mimik riang di wajahnya, “Nggak…”
“Nah, orang kayak begini nih,” sembur Mbak Yuni, “yang bisa merusak reputasi baik Perpustakaan Pusat yang sudah dibentuk dengan tetes keringat dan darah oleh para pendahulu kalian.”
“Apa salah saya, Mbak?” tanya Satria bingung.
“Banyak! Salah satunya alasan kamu magang di sini.”
“Alasan saya?”
“Ya, pasti kamu cuma niat maen internet gratis seharian di Ruang Interaksi kan?” Tuduhan yang tidak kenal ampun.
Satria melongo. “Hoh? Saya sama sekali tidak punya niat begitu. Saya mendaftar di sini murni karena dari kecil suka buku.”
Mbak Yuni menyipitkan mata dan tersenyum nyinyir. “Bohong, tampangmu tidak menunjukkan sebagai pemuda penyuka buku.”
“Loh, memangnya kalau suka buku harus punya tampang jelek dan kacamata tebal khas kutu buku ya, Mbak?” Satria melirik Dean yang terlihat terluka mendengarnya. “Bukan kamu, Dean,” bisik Satria.
“Oooohhh… berani ngelawan ya. Mau dipecat di hari pertama kerja ya?”
“Nggak kok. Saya cuma bllppbllllppp~~” Ketiga temannya serentak membekap mulut Satria. Satria menggelepar di tengah kepungan tangan-tangan yang memeganginya erat tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Magic ~ensikLOVEdia~
RomanceMidnight Magic, sebuah tradisi lama yang dimiliki Bayu bersama ibunya di tengah malam buta dimana keduanya menikmati cerita-cerita cinta terbaik ditemani secangkir susu cokelat, mempererat hubungan antara seorang anak dan ibu. Setelah kepergian sang...