Siang ini udara sangat panas bak di padang pasir. Vella yang baru pulang dari sekolahnya langsung lari memasuki rumah untuk salim pada mamanya, kemudian menghamburkan diri ke kamar mandi untuk menyegarkan diri.
I got all I need when I got you and I
Cause I look around me and see sweet life
I'm stuck in the dark but you're my flashlight
....
"Iya tunggu berisik deh." Vella berlari ke kamarnya dengan handuk yang melilit di kepala karena mendengar lagu flashlight dari hpnya tanda telpon masuk.
Ia menggeser tombol hijau ke kanan pada hpnya. "Halo, ini siapa??"
"Vell, ini Venzo."
Telpon ditutup sepihak oleh Venzo. Ia memajukan perlahan mobilnya untuk mencari tempat parkir yang kosong. Rencananya hari ini Venzo tidak mengunjungi Vella karena urusan mendadak, akan tetapi saat ia bertelepon dengan Vella dan memberitahunya bahwa ia ada di jakarta, dan tidak bisa mengunjungi Vella, ada nada kecewa saat Vella mengatakan 'gapapa'. Venzo pun akan mengunjungi Vella ketika urusannya selesai.
Vella menuruni anak tangga dengan sedikit berlari. Sudah lama ia tidak memainkan piano kesayangannya. Pintu ruang tamu dibukanya lebar-lebar supaya angin bisa masuk ke dalam rumahnya dan menemani dia ketika bermain piano yang berada di ruang tamu.
Venzo menatap rumah yang ada dihadapannya. Semenjak ia lulus dan pindah ke Bali, ia tidak bisa sering mengunjungi rumah itu karena harus fokus sekolah dan kerja.
"Siapa yang main piano??" Tanya Venzo pada dirinya sendiri. Karena setahu dia, Vella tidak pernah memberitahunya kalo dia bisa bermain piano.
Lagu Für Elise terdengar merdu lewat dentingan tuts piano yang dimainkan oleh Vella serta angin yang berhembus masuk membuat sang pemain menghayati permainannya.
Prok prok prok
Vella spontan membalikkan tubuh ketika mendengar suara tepukan tangan. Seseorang bertubuh tegap, berambut hitam legam yang acak-acakan, berkulit putih serta matanya yang coklat tengah berdiri di ambang pintu. Dia terlihat tampan dengan balutan kemeja biru dongker yang lengannya dilipat hingga ke siku dan celana jeans yang dipakainya.
"Lagu Für Elise?? Sejak kapan lo bisa main piano??" Tanyanya yang masih berdiri di ambang pintu. "Lo gak nyuruh gue masuk nih??"
"Eh.. Masuk kak eh mas eh.." Vella menjadi salah tingkah
"Kak aja, gak usah manggil mas lagi." Ujar Lelaki itu dengan senyum yang masih terlihat di wajahnya. "Beethoven Sonata no. 3 in C major, please??"
"With my pleasure. 26 minutes, is it okay?? Apa gak bosen??"
"10 minutes?? Kalo kamu yang main mah aku gak bosen." Cengir Venzo sambil mengusap tengkuknya salah tingkah.
Permainan piano Vella membuat Venzo berkali-kali mengatakan bahwa Vella mengagumkan. "Lo keren." Wow. Bahkan ini sudah keenam kalinya Venzo mengatakan itu.
Beethoven Sonata no. 3 selesai dimainkan oleh Vella dengan lancar. Padahal ia baru baru ini belajar lagu itu bersama guru lesnya. Ia pun bangkit lalu memutar badannya dan merentangkan kedua tangannya, meminta yang dikode memeluknya juga.
"Masih kangen??" Venzo yang sudah hafal dengan kode itu mendekati Vella dan memeluknya. Seperti biasanya, Vella berjinjit lalu melingkarkan kedua tangannya melingkari leher Venzo dan menaruh wajahnya diantara lekukan leher lelaki itu lalu menghirup kuat kuat aroma maskulin yang melekat pada tubuh Venzo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman Pilot
Teen Fiction"Jangan mengira bahwa semua laki-laki itu tidak baik. Jika kamu tidak membuka hatimu untuk kutempati, mengapa kamu memilihku??" "Aku yakin, seiring berjalannya waktu aku bisa mencintaimu. Bukankah kita perlu belajar??" "Aku akan berusaha untuk perca...