Title: Siapa Idolamu?
*****
"Tadaaa..." Aku memekik kesenangan. Dengan seloyang lasagna panas, aku mendekat pada Nora yang sedang sibuk dengan laptopnya. Dia baru tiba di rumahku lima menit yang lalu ketika aku sedang sibuk di dapur. Rumah sedang sepi. Karena ibuku sedang mengantarkan adikku membeli beberapa keperluan untuk tahun ajaran baru.
"Kau sudah shalat belum?" tanyanya sambil melepas earphone. Kulihat dia celingukan. "Eh, benar-benar tidak ada orang kan?"
"Tidak ada. Tapi aku kan orang..."
"Katamu, kau itu bidadari surga... Lupa?"
Aku mesem-mesem, "Iya ya. Hihihi...""Kau sudah shalat belum?" Nora bertanya lagi sambil perlahan melepas hijabnya. Dia terbiasa melepas hijabnya jika tidak ada non-mahram di dekatnya.
"Sudah. Bawel."
"Aku kan mengingatkan."
Aku mencibir. Nora melepas gelung rambutnya dan kembali tekun pada laptopnya. Tuh kan aku suka kalau dia melepas hijabnya. Nora cantik sekali... Kulitnya tidak putih-putih amat, tapi bersih. Hidungnya mancung dan yeah, tipikal-tipikal perempuan Timur Tengah.
"Hei, Nora. Pantas kau pakai hijab..."
"Kenapa?"
"Kau cantik sekali. Cantikmu menyilaukan..."
"Kau berlebihan, Queen."
"Aku serius. Pasti akan banyak pria yang mengganggumu jika kau tidak berhijab."
"Queen...""Apa tidak ada yang mengganggumu kalau kau jalan sendirian?"
"Tidak tahu. Aku lebih sering menundukkan pandangan dan berzikir. Jadi terlalu fokus pada hal yang lebih patut difokuskan," katanya lagi, "eh kemarin setelah paper kelompok dikumpulkan, katanya hasilnya bisa dilihat langsung besok. Di website kampus."
"Iya aku tahu."
"Kok ngga kasih tahu aku?"
"Kupikir kau sudah tahu."
"Hm, okelah. Semoga hasilnya bagus..."
"Aamiin," kataku sambil memotong lasagna buatanku dan perlahan memakannya. "Dimakan dong lasagna buatanku. Memang sih bentuknya agak aneh. Tapi rasanya lumayan."
Nora bangkit dari duduknya dan menuju dapur. Palingan dia mau ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Tuh kan benar...
"Bismillaah..."
Nora selalu begitu. Selalu mengucap bismillaah setiap melakukan apapun. Kadang-kadang kelakuannya menyinggung aku. Maksudnya, menyindirku. Eh apa ya... ya begitulah. Kadang aku malu ketika dia menerapkan kebiasaan baiknya dan aku masih saja malas.
"Omong-omong," Aku melirik layar laptopnya. Nora kelihatan sedang membuka halaman kultwit, "Sejak kapan kau berhijab? Maksudnya yang benar-benar berhijab..."
"Sejak kecil. Abi dan Ummi yang menyuruhku untuk pakai hijab."
"Oh. Dan kau mau?"
Dia menoleh, kentara terkejut dengan pertanyaanku, "Tentu saja, Queen. Hijab itu kan jati diriku sebagai muslimah. Pertanyaanmu lucu sekali... eh lasagnanya enak. Kejunya banyak. Love it."
"Maksudnya, apa kau tidak mengeluh... eung... panas? Mungkin kepalamu gatal? Atau terkesan kuno? Kau juga harus menjaga hijabmu kan. Tidak boleh begini dan begitu demi agar nama hijab tidak tercemar."
"Kata siapa? Kau sendiri kenapa berhijab?"
Aku mematung. Ugh, paling sebal begini... ketika memberi pertanyaan dan dibalas pertanyaan, "Kenapa ya? Uhm, karena gadis muslim biasanya berhijab... karena perintah Allah. Hehehe..." Aku nyengir. Bingung harus bilang apa. Aku baru berhijab ketika lulus high school. Ibuku sampai menangis di hari pertama aku mengenakan hijab untuk seterusnya.
"Berhijab itu memang jati diri sebagai gadis muslim. Dan karena perintah Allah, dear Queen. Panas, kepala gatal dan sebagainya itu sih cuma perkara tentang bagaimana kau merawat kepalamu," jelasnya. Nah kan mulai lagi deh Nora berceramah... "Hijab juga tidak ada urusannya dengan kelakuan. Dan bukan aku yang menjaga hijabku, tapi hijablah yang menjagaku. Lagipula aku tidak keberatan disebut kuno. Fatimah Azzahra juga gadis kuno. Aku hanya ingin seperti beliau, dear Queen..."
Ah iya juga sih. Sejak pakai hijab, aku agak mengurangi kecentilan(?)ku dengan beberapa lawan jenis. Biasanya aku manja, sekarang lebih manja pada teman-teman perempuan saja. Dan sekarang jika marah, aku membiasakan diri beristigfar seperti yang dianjurkan Nora. Menghitung satu sampai sepuluh tidak terlalu membantu untuk meredakan emosi.
"Fatimah Azzahra? Kau mengidolakan beliau?" tanyaku sambil lalu.
"Uhm."
"Oh... eung, eh lasagna buatanku enak ya. Memang enak atau karena kau sedang lapar uh?" Aku menggigit lasagna yang masih ada di tanganku dengan kikuk. Nora terkekeh-kekeh. Dia tahu aku mengalihkan pembicaraan. Ufff, jangan sampai dia balik bertanya tentang siapa idola yang tertanam di kepalaku. Tidak! No Way!
AKAN SANGAT MEMALUKAN!
Hei, aku harus lebih banyak mencari tahu gadis-gadis muslim yang berperangai baik secepatnya. Jadi jika nanti Nora berta―
"Kau sendiri, siapa idolamu?"
Aish, NORA! Bisa tidak sih berhenti membuatku tersudut?!
*****
.
.
.
END
Thanks a lot for reading ((:
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] QUEENNORA
Spiritual[FINISHED] Alhamdulillaah insyaaAllah sudah Tersedia di Toko Buku Kesayangan kalian ^^ Bersahabat baik, Queen dan Nora adalah dua pribadi yang berbeda. Queen yang penuh tanya dan Nora yang penuh ilmu. Membagi kisah mereka tentang pentingnya pers...