[Would it be you?]

7.4K 524 59
                                    

Title: Would It Be You?

*****

"Aku sudah shalat, Nora. Ya ampun, kau bawel sekali sih!"

Itu kalimat yang kuucapkan ketika pertama kali bertemu dengannya di siang ini, di taman kota. Kami berjanji temu di sini untuk mengerjakan beberapa tugas kampus bersama. Inginnya sih di rumahku saja atau di rumah Nora, tapi rumah kami sedang penuh dan banyak orang di akhir pekan begini. Sementara tugas harus diselesaikan. Jadilah kami berdua pamit ke taman kota. 

"Aku kan hanya mengingatkanmu, Queen. Siapa tahu kau lupa..." 

"Ah benar. Bisa saja aku lupa. Tapi nyatanya tidak. Tadi aku sudah zhuhuran di rumah sebelum ke mari." 

"Uhm, great to know that." Kulihat Nora angguk-angguk sambil mendudukkan dirinya di sebuah bangku panjang yang ada di taman. "Kau bawa laptop?" 

"Tentu saja. Memang kita mau mengerjakan di mana jika bukan di laptopku?" 

"Oke, sebaiknya kita mulai..."

Aku membuka laptop dan menekan tombol power. Laptopku berpendar sebentar kemudian menampilkan isi layar seperti pada umumnya.

"Kau bawa bahannya?" 

"Aku bawa beberapa bahan dan ini," Nora mengangsurkan beberapa lembar kertas hasil print-out dari halaman internet, "pembahasan tentang Kepemimpinan Islami." 

"Kenapa kita harus ambil judul itu sih? Kenapa bukan ambil judul Surga dan Neraka saja, Nora?" 

Nora mendongak dan menatapku sambil tersenyum, "Tema Kepemimpinan Islami belum banyak yang bahas. Surga dan Neraka? Semua orang pasti sudah khatam." 

"Aku belum." 

"Kau belum? Lalu?" 

"Uhm," aku menghenyakkan punggung ke sandaran bangku, "aku belum benar-benar tahu tentang konsep surga dan neraka. Apakah semua yang baik itu ada di surga dan yang jahat itu ada di neraka?" 

"Tidak juga. Kan nanti ada hisabnya," 

"Lalu maksudku, jika memang surga sangat indah dan neraka sangat pedih... apakah yang di surga tidak peduli sama sekali dengan yang di neraka?" 

"Maksudmu?" 

"Ya, misalnya... ada pemahaman bahwa semua muslim bersaudara. Lalu apa kau akan diam saja jika saudaramu ada di neraka dan sementara kau hidup enak di surga?" 

"Queen, tidak tahu kah kau―" 

"Tidak. Aku tidak tahu. Kadang aku berpikir, apakah aku akan bertemu lagi dengan ayah dan ibuku di alam sana nanti?" 

Nora menutup tasnya dan ikut menghenyakkan punggung di sandaran bangku. Hanya saja kepalanya kemudian tertoleh padaku yang kemudian memalingkan wajah memandangi rumput taman. "Itulah gunanya pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya, Queen. Dan itulah kenapa orang tua mengharapkan untuk memiliki anak yang shaleh dan shaliha. Ketika diperhitungkan nanti kemudian orang tua di surga dan anak di neraka, sang anak bisa protes dan akhirnya menyeret orang tuanya ke neraka." 

Eh? Ya ampun, kok aku merinding ya? 

"Kok jahat sekali?" 

"Loh, orang tuanya tidak mengajarkan apapun tentang keshalihan pada anaknya di dunia hingga anaknya masuk neraka. Siapa yang jahat?" 

Aku mengangguk walau masih bingung. "Lalu, apakah orang tua yang berada di neraka bisa ditarik ke surga jika anaknya adalah seorang anak yang ahli surga?" 

"Bisa jadi. Biasanya orang yang imannya bagus bisa jadi punya syafaat. Tergantung amal perbuatan juga. Aku sendiri tidak tahu bagaimana Allah menghitung segala hal tentang kita. Yang jelas, perhitunganNya tidak pernah curang dan atau merugikan." 

"Oke, kau bicara syafaat..." Laptopku sudah menampilkan layar utuhnya dan aku bergegas mengklik ikon microsoft word dengan kepala penuh pertanyaan. "Bukankah yang punya syafaat itu hanya Nabi saja?" 

Aku menoleh pada Nora yang kemudian menatapku lembut, "Apakah kau pernah mendengar kisah ini, Queen; bahwa apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabat mereka yang selalu bersama mereka di dunia, mereka bertanya pada Allah di mana kiranya sahabat mereka itu." 

"Di mana?" Aku bertanya dengan bulu kuduk meremang. "Eung... apa di... neraka?" 

Kulihat Nora mengangguk dan sekujur tubuhku merinding lagi, "Kau benar. Maka Allah azza wa jalla berfirman pada mereka untuk pergi ke neraka lalu mengeluarkan sahabat mereka yang di hatinya ada iman walau hanya sebesar zarrah." 

"Dan apa mereka berhasil mengeluarkan sahabat mereka, Nora?" Aku meneguk ludah. Bertanya sampai hampir menangis. 

"Begitulah. Menakjubkan sekali kan, Queen?" 

Aku merunduk, memandangi keyboard laptopku. Suaraku serak tapi masih ada pertanyaan yang ingin kuajukan, "Lantas... apa nanti kau juga akan meminta pada Allah untuk mengeluarkanku dari neraka jika kau tidak menemukanku di surga, dear Nora?" 

"Aku juga belum tahu di mana aku akan ditempatkan, Queen. Itulah kenapa aku selalu berharap sahabat-sahabatku mengerjakan amalan ibadah mereka dengan benar dan tepat waktu," Nora berkata lembut dan oh Allah... aku sudah hampir menangis. Teringat betapa Nora selalu mengingatkanku tentang shalat lima waktu. Mengingatkanku untuk bersedekah meski jika aku hanya mampu setiap Jumat. Mengingatkanku untuk mengeluarkan zakat sebanyak 2,5% dari harta yang kupunya setiap bulannya. "Kau tahu, Queen, mungkin saja aku di neraka, dan sahabatkulah yang di surga...." 

Hatiku remuk. Mana mungkin aku di surga sementara kau yang amalannya lebih kencang dan terarah berada di neraka, dear Nora? 

"Mungkin saja aku di neraka nantinya, tapi setidaknya jika kau di surga, kau bisa minta pada Allah untuk mengeluarkanku dari sana, dear Queen..." 

Baiklah, aku tidak tahan! 

Aku meletakkan laptopku di samping dan bergegas memeluk Nora. Tersedak pada tangisanku sendiri.

"In syaa Allah, Nora... kau juga harus lakukan hal yang sama padaku."

"In syaa Allah, Queen," bisiknya sambil mengusap pelan punggungku, "hei, kita sedang di tempat umum dan kau menangis..." 

Aku melepas pelukanku dan merunduk. Oh, aku butuh tisu dan aku ingat bahwa aku tidak membawa tisu hingga kemudian pada akhirnya harus merelakan ujung hijabku sebagai penyeka airmata yang tumpah tanpa minta izin ini. 

"Hei, sudah... masih ada paper untuk dikerjakan, Queen..." 

Aku terkekeh dan kembali tersedak. Baiklah, Nora. Kau... ergh, kau... sahabatku. Kita bersahabat. Dan sahabat yang sesunggguhnya ialah mereka yang selalu mengingatkan kita akan Allah azza wa jalla dan merekalah yang akan menggiring kita ke surga. 

Terima kasih sudah mau menjadi sahabatku, dear Nora...

*****

.

.

.

END

"Yaa Allah, aku mohon kepadaMu untuk sahabat-sahabatku agar Engkau jaga hatinya, bimbing dan ajari dia, selamatkan dunia-akheratnya, beri kemudahan untuknya, berkahi hidupnya, angkat derajatnya, tambahkan ilmunya, bahagiakan dia, ampuni dosanya, maafkan kesalahannya, berilah pertolongan kepada setiap kesulitan diri dan keluarganya. Dan Yaa Allah, pertemukan kami dengan sahabat-sahabat yang selalu mengajak kami dalam kebaikan. Izinkan kami merasakan manisnya persahabatan karena ketaatan kepadaMu selama kami di dunia. Aamiin." 

Thanks a lot for reading and dear kau... thanks a lot sudah mau menjadi sahabatku yang mengingatkanku untuk menjaga shalat tepat waktu, mengingatkan sedekah setiap bulannya dan mengingatkan bahwa sedekah sama sekali tidak membuat kerugian apapun. Karena kalkulator yang dimiliki Allah azza wa jalla jauh lebih dahsyat perhitungan keuntungannya daripada kalkulator manusia pada umumnya. Terima kasih sudah mau berdebat tentang ilmu Islam apapun yang kita miliki. Saling membenahi jika ada kesalahan. Terima kasih untuk menjadikanku lebih maju dengan pemikiran baru yang sesuai sunnah Nabi dan menjauhi pemikiran dan ajaran liberal yang sempat tertanam di kepalaku. Terima kasih sudah mau peduli padaku. Semoga Allah azza wa jalla mempertemukan kita dan orang-orang yang kita sayangi, di surgaNya nanti. Aaamiin yaa rabbal alaamiin... ((:

[✓] QUEENNORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang