(18) Honesty (a)

670 32 1
                                    

Ketujuh remaja itu saling melemparkan senyum manis begitu Rara memasang tampang dongkolnya, mereka duduk di meja yang dijadikan menjadi satu agar menjadi lebar seolah kafe itu miliknya sendiri.

"Lama."  Rara mendelik sinis.

Indah mencolek dagu gadis di sebelahnya gemas, "Salahin babang Eja yang jemputnya telat." ucapnya.

Rara bergidik geli seraya duduk menggeser jauh dari Indah, lebih tepatnya menjaga jarak.

"Yoi, untung kaga macet." Aldo menyeletuk sembari mengangkat satu tangannya kepada salah satu pelayan.  
"Namanya juga bareng-bareng kalo satu telat, semua juga ikutan telat."  Aura ikut menyahut.

Kayla mengangguk setuju, "Jadi salahkan orang yang ngebuat kita telat." tandasnya seraya melirik Reza.

"Iya, salahin aja gue terus. Udah ditumpangin juga, bukannya makasih." Reza menyahut dengan datarnya.

Rara menyikut perut Reza gemas namun suara Aldo menginterupsi sebelum gadis itu bersuara.

"Ram, ngomong gih!" titahnya santai.

Rama menyipit ke arah Aldo walaupun begitu, tak urung lelaki itu tetap melakukannya.

"Satu Mozarella cheese, Chiken Steak Crispy tiga, Klapertart dua, Kentang goreng dua sama Roti bakar coklat keju," Rama menarik nafasnya sejenak, membiarkan pelayan perempuan itu mencatat.

"Minumnya Ice Blend cookies cream dua, milk tea dua, jus jeruk tiga yang satu es nya sedikit, satunya lagi ga manis karena manisnya udah ada di mba nya--"

"--Gombalan klasik huuu.." Hanna menyahut gemas.

"--Oke mba, biarin. Sama Frappuchino satu. Makasih mba."

Pelayan perempuan itu mengangguk kecil, "Iya mas, mohon tunggu sebentar ya." ucapnya sebelum melangkah pergi. Baru tiga langkah berlalu, suara Rama kembali menginterupsi membuat pelayan itu berbalik.

"Ya mas? Ada yang ketinggalan?"

Rama mengangguk membuat pelayan itu bersiap menulis kembali, "Hati mbak ketinggalan di saya."

Pelayan itu tersenyum canggung lalu berjalan meninggalkan meja bernomor 678 itu. Iya, karena meja nomor 6 sampai 8 disatukan jadi kayak gitu.

"Alay lo!" Rara menyahut sinis.

"Ra, lo kenapa sih. Sensian banget sama gue? Fine, gue minta maaf kalo ada salah. Lo boleh marah tapi jangan diemin gue, sumpah gue kepikiran tau ngga." ucap Rama sabar.

Rara diam tak bergeming, malas juga berbicara dengan sepupunya itu. Keselnya lagi kalo inget cowok itu sukanya godain anak-anak cewek kelas lain, ngga adik kelas bahkan kakak kelas pun jadi sasarannya.

Modalnya cuma senyum sama kata-kata manis, tampang doang sih masih gantengan Reza walaupun tingkahnya kayak anak ayam.

"Lo sama lo," Hanna menunjuk Rama dan Rara bergantian. "pacaran?" lanjutnya.

"Ga!" balas keduanya bersamaan. "Kita sepupu," Rama melanjutkan dengan bangganya.

"What?!"

Kelima orang itu bersorak, hanya lima karena Kayla dan Bagas memilih tidak ikutan.

"Kok kita ngga tau?" Aura menyipit.

"Kok kalian ngga nanya?" tanya Rara geli.

Indah mengerucutkan bibirnya sebal, "Katanya antara sahabat ngga ada  rahasiaan, ini kok beda?"

"Ndah, ini bukan rahasia. Kalian aja yang ngga pernah nanya, coba deh diinget dulu." kata Rara lembut.

Ketujuhnya terdiam, bukan kecewa melainkan tidak sadar. Memang tidak ada yang bertanya apa hubungan antara keduanya sejak awal pertemanan sampai akhirnya begini.

Ga Peka Dih ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang