(20) Gone

942 42 0
                                    

"Rama!"

Randy berseru, lalu setelahnya dia menghampiri sepupunya yang bersandar di dinding sambil menunduk menatap ubin putih rumah sakit, sebenarnya dia kecewa karena Rama tidak menjaga adiknya sampai hal ini terjadi namun harus bagaimana lagi takdir Tuhan kita tidak ada yang tau.

"Bang, sori gue lalai." ucapnya menyesal.

Dito dan Dinda saling melirik, heran sebenarnya kenapa Randy cepet banget nyampeknya.

"Dinda, di sini?" tanya Randy sedikit tak percaya.

Gadis itu mengangguk sambil mengusap air matanya.

Tadi sewaktu ambulans datang, dia ikut masuk ke dalam untuk menemani sahabatnya, sementara Rama menaiki mobil Dito kemudian mengikuti di belakang ambulans melaju.

"Gimana ceritanya sih?" tanya Randy pelan sambil menatap Rama yang bersandar di dinding.

Cowok berjaket army itu membalas tatapan Randy sambil meringis pedih, andai saja tadi dia tidak asal menyeberang pasti ini tidak akan terjadi. Andai, andai dan andai.

Dan manusia hanya bisa berandai setelah semua terjadi.

***

"Nan," Reza menyapa pelan. Cowok yang sedang mendongak menatap  platform rumah sakit itu menoleh.

Di sana ketujuh sahabatnya sedang menatap ke arahnya membuat dia melirik melirik satu persatu. Kayak ada yang kurang, batinnya.

Rara kemana?

"Rara ngga ada, lagi ada urusan. Nanti nyusul kok." ucap Aura sengit.

Nando menyipit sinis, "Sori, ngga tanya."

Aura berdecak sebal mendengarnya, cowok di depannya itu gengsinya tinggi sekali.

"Gue tau lo nyari dia," ucapnya lagi. "gue kasih tau ya, ngga usah suka sama sahabat gue."

Nando melongo, semakin tak mengerti dengan arah obrolan cewek dengan tinggi minim dari yang lain.

"Lo ngomong apaan sih."

"Intinya, kalo lo suka sama Rara  mending ngga usah deh, hapus aja." ucapnya lagi.

Nando mengangkat alis kanannya ke atas, menatap Aura meremehkan.

"Aur, udah kenapa!" Bagas berseru. Telat sebenarnya tapi daripada tidak sama sekali.

Tepat setelah Bagas bersuara, pintu ruangan terbuka, seorang dokter senior keluar dari ruang rawat inap dengan raut tak terbaca.

"Dokter, tungu sebentar." Dokter itu berbalik, di belakangnya ada Gino yang melangkah ke arahnya.

"Temen saya kenapa dok?" tanyanya tak sabaran. Tangannya yang membawa kantung keresek hitam, dia berikan kepada Aldo saking cemasnya.

"Bisa bicara dengan orangtuanya?" tanya dokter itu tenang.

"Mama Papanya lagi jalan ke sini, jika berkenan Anda bisa bicara sama saya nanti saya yang kasih tau orangtuanya."

Ga Peka Dih ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang