(14) Rumit

754 37 6
                                        

Rara menghabiskan sorenya di teras belakang rumahnya, gadis itu sudah pulang ke rumahnya sendiri sejak tiga hari lalu dengan dijemput Ayahnya.

Malam itu, dimana dirinya baru saja pulang dari bazaar dengan diantar Rama mendapati seorang pria dewasa sedang mengobrol di ruang tamu kediaman keluarga Dito. Awalnya gadis itu ragu untuk melanjutkan langkahnya namun ketika keduanya menoleh karena mendengar salamnya, senyumnya lantas mengembang.

"Ayah!" serunya waktu itu. Pria berjaket hitam itu lantas membalas pelukan putrinya kemudian menatapnya penuh tanya. Barulah setelahnya gadis itu menceritakan perihal kegiatannya kepada Ayahnya dan saat itu pula gadis itu tau jika seorang Dito juga menyusulnya.

Menurut penjelasan dari Papa Dito, cowok itu pamit untuk pergi ke bazaar Rara namun gadis itu menjawab bahwa dirinya tidak bertemu Dito sama sekali. Sempat bertanya kepada Papa Dito, kemanakah cowok itu sekarang dan jawabannya adalah Dito baru saja pulang lima belas menit lalu.

"Dek!"

Seruan Randy membuatnya tersentak akan lamunannya, gadis itu menyipit ketika mendongak ke arah kakaknya yang menunduk dari belakang.

"Main PeEs sama kakak yuk." ajaknya kemudian.

***

"Diego... Kiri," Rara berseru heboh. "oper... Hazard ambil kanan..." lanjutnya semakin antusias.

Randy menyenggol bahu gadis yang bersila di sampingnya, "Semangat banget bu."

Rara tak menggubris, tangannya masih memencet tombol kotak, segitiga bahkan bulat yang berada di joystick-nya. Hingga kemudian kehebohannya menjadi ketika dirinya berhasil mencetak gol walaupun hanya satu.

"Gol!" soraknya bahagia.

"Baru juga satu," Randy mencibir.

Gadis enam belas tahun itu mempause game-nya kemudian duduk menyamping, menghadap kakaknya.

"Gini nih ciri-ciri playboy, ngga setia udah punya satu malah minta nambah." ucapnya sembari menoel dahi kakaknya. "Serakah."

Randy berseru, "Kok lo baper!"

"Kasian pacar lo nanti! Kayak gue dong, setia."

"Gue juga setia kali,"

Rara mencebikkan bibirnya meledek, "Iya setia, Setiap Tikungan Ada."

Dan setelahnya gadis itu tergelak, membuat cowok berumur delapan belas itu menggelitiki pinggang adiknya gemas.

"Woy!"

Kedua kakak beradik itu menoleh ke arah sumber suara, disana seorang Ramadhan Ashidiqie sedang berdiri di ambang pintu dengan senyum mengembang.

"Ngapain lo!" seru Randy tajam.

"Sans aja kali kak, nggga bakal ngapa-ngapain juga kali." balas Rama kelewat santai.

"Enteng banget mulut lo."

Rama hanya cengengesan sambil menggaruk tengkuknya, "Ya sori."

"Heh, besok sekolah. Sana pulang, tugas udah kelar belum? Bentar lagi UN,"

"Abang bawel ih," Rama berujar dengan nada genit.

Ga Peka Dih ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang