Sinopsis

1.2K 63 19
                                    

Ini adalah hari terakhir gue akan bersekolah di salah satu SMP di Jakarta Timur. Hari terakhir gue akan mengikuti pelajaran Ekonomi dari Ibu Rukmiyah, guru killer yang akan dengan senang hati menggantung siswanya di tiang bendera sekolah kalau lupa bikin pe-er. Nggak heran banyak siswa yang sering mengeluh sakit perut dan ijin ke belakang saat Ibu Rukmiyah mengajar. Tentunya mereka tidak kembali ke dalam kelas, mereka tersesat di dalam kantin. Bersama gue pastinya. Kami baru menemukan jalan keluar dari kantin setelah jam pelajaran Ibu Rukmiyah selesai.

Gue pindah ke salah satu kota di Jawa Tengah yang memiliki 'MAKMUR' sebagai slogan kotanya. Betul-betul Makmur. Gue bisa dengan mudah menemukan sawah, ladang, dan ilalang di tempat ini, tapi akan kesulitan untuk mencari mall, café, apalagi bioskop, sebagai wujud peradaban maju. Adaptasi kehidupan di sekolah baru menjadi tantangan tersendiri buat gue. Semua mata pelajaran masih bisa gue ikuti dengan baik, kecuali pelajaran Bahasa Jawa, susahnya sampai bikin gue pengen nyari pohon tauge buat gantung diri. Gue pernah salah ucap antara wedhi dan wedi (takut dan pasir), meski artinya berbeda jauh, lafal pengucapannya susah dibedain. Lidah gue kegigit waktu belajar pelafalan yang benar. Sariawan dua hari.

Nggak ada hal istimewa di kota ini hingga hari pertemuan gue dengan seorang gadis, yang sukses mengunci mata gue untuk terus melihat ke arahnya, saat gue bermain bola di lapangan sekolah. Gue memanggilnya 'bidadari kecil'. Pendapat gue tentang tempat baru gue ini langsung berubah total. Kehidupan gue di sekolah terasa jauh lebih menyenangkan. Dengan sedikit rengekan dan soto kantin sebagai sogokan, Nuri, teman sekelas gue, ngenalin gue ke bidadari kecil. Gue duduk berdua dengannya di depan ruang kelas setelah jam pelajaran sekolah usai. Perasaan gue mulai nggak karuan, bingung, malu, seneng, canggung, laper semua campur jadi satu...





NomadeNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang