Semua Karena Cinta

172 18 2
                                    

'Dalam cinta, yang terpenting adalah hatinya'

●○●

SEMUA KARENA CINTA

Nico berlari mengitari bandara Soekarno Hatta dengan napas yang tersengal-sengal.

'Hosh...hosh...'

Ia berlari lagi, lebih cepat!

Hingga suara pemanggilan penumpang jurusan Amsterdam terdengar jelas si telinga Nico.

"Penumpang jurusan Amsterdam, dimohon untuk segera bersiap-siap. Sebentar lagi, kita akan melakukan boarding"

"SIAL!" umpat Nico kesal.

Ia tetap mencari keberadaan Rival. Matanya menelusuri sudut demi sudut dengan teliti, hingga sosok yang sejak tadi dicarinya, tertangkap oleh manik mata hazelnya.

"RIVALLL!!" Teriak Nico lantang, yang membuat beberapa orang menoleh ke arahnya, tak terkecuali Rival.

Dengan sigap, Nico berlari ke arah Rival yang hendak memasuki ruang tunggu.

"Nico?!" Ucap Rival kaget.
"Ngapain lo disi--?"

BUGH! Belum sempat Rival melanjutkan ucapannya, Nico sudah lebih dahulu menghajar wajah Rival.

"PENGECUT! Mau kemana lo?!" Gertak Nico kasar. Bahunya naik turun karena napasnya yang tak teratur.

Rival menatap Nico dengan bingung. Tangannya mengelap darah segar yang mengalir di sudut bibirnya.

"Lo apa-apaan sih, Nic?!" Rival menatap Nico dengan nyalang.

"Lo yang apa-apaan! Pengecut. Dasar! Cowok macam apa lo?! Lo mau pergi sekarang, hah? Dan ninggalin cewek yang lagi nangis karena lo?!" Bentak Nico dengan suara yang lebih keras. Kini orang-orang menatap mereka berdua dengan bingung.
"Lo mau ninggalin Chana sendirian, Val? Hah?! Jawab gue!" Nico mengepalkan tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras hingga urat-urat lehernya terlihat jelas.

"Dia udah ada lo kan! Kenapa harus ada gue?" Jawab Rival singkat.

"Cih... gue tau kok lo cinta sama dia, Val! Lo harus inget, Val, kita dari kecil bareng, gue tau semua tentang lo" Tutur Nico. Kini suaranya sudah tidak sekeras tadi, nadanya jauh lebih tenang.

"Tapi dia cinta sama lo, Nic. Lagipula, gak mungkin gue ngambil dia dari lo"

"Bodoh! Dia cinta sama lo, Val. Harusnya lo bisa lebih peka sedikit aja. Dan untuk gue, lo gak usah mikirin gue. Gue bakal ikut seneng kok kalo kalian bahagia. Karena jujur, gue akan jauh lebih bahagia, kalo liat Chana bahagia, walau dia gak gue miliki. Daripada, dia gue milikin, tapi hatinya gak tau kemana" Ucap Nico panjang lebar. Ia menarik napas sejenak "Gue ikhlas kalo lo sama dia, Val. Lo sendiri kan yang waktu itu bilang agar gue gak jadi pengecut. Tapi apa? Lo sekarang malah yang menjadi seorang PENGECUT!" Ujar Nico sambil menunjuk-nunjuk wajah Rival dengan telunjuknya.

"Hmphh... thanks bro. Thanks!" Lirih Rival sambil tersenyum haru.

Dengan sigap, Nico memeluk Rival. "Nyatain semuanya, Val. Sebelum lo terlambat. Ungkapin semuanya. Gue bahagia untuk lo!" Nico menepuk-nepuk punggung Rival. Kini orang-orang menjadi tambah bingung.

"Ya udah, Nic. Gue berangkat dulu ya. Udah mau boarding!"

"Lo tetep berangkat, Val?" Tanya Nico tak percaya. Rival mengangguk pelan.

"Lo akhirnya berangkat bener? Lo gak stay disini? Heh, katanya lo mau ngungkapin ke Chana!" Nico menatap Rival bingung.

"Gue udah ngasih dia surat kok. Gue bakal tetep berangkat, Nic. Amsterdam itu impian gue daridulu, Nic. Gue bakal ngungkapin semuanya langsung ke Chana, saat gue balik kesini lagi. Saat gue udah bener-bener mapan" jelas Rival panjang lebar. Nico hanya tersenyum maklum mendengarnya.

Me And YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang