Prolog

254 17 20
                                    

Saat mataku terbuka hal yang pertama kali kulihat ladang Bunga Anyelir.

Keningku mengerut memandang sekeliling mencoba mengingat hal dikepala.

Seseorang pernah membawaku kesini. Memori paling bahagia dan menyakitkan sekaligus bersamaan. Hari-hari paling bahagia setelah aku resmi menjadi miliknya.

Air mata meluncur tanpa bisa aku tahan. Angin yang berhembus menyejukkan penciuman tidak mampu membuat perasaanku membaik.

Suara alunan melodi klasik tiba-tiba terdengar. Suaranya begitu jauh tetapi aku masih bisa mendengarnya.

Permainan alat musik yang menenangkan pikiran itu mampu menarik perhatian untuk didengar. Perlahan indra pendengaranku bersatu dengan kakiku mencari sumber suara.

Lama-lama suara itu kian mengema dekat tapi kakiku rasanga sangat sulit untuk bekerja sama, langkahku terasa berat untuk mencari sumber suara.

Mataku menyipit, seolah penglihatanku kurang baik. Ada seseorang disana, tidak jauh dari tempatku berdiri. Ia membelakangi aku jadi aku sedikit kesulitan untuk mengetahui siapa lelaki itu.

Perpaduan setelan senada yang melekat ditubuh tegapnya dari ujung rambut hingga kaki tak ayal membuat bibirku melengkung keatas. 

Penampilannya yang seperti itu mengingatkanku pada seseorang, seseorang yang aku rindukan.

Keinginan untuk mendekat kepada nya kian besar karena aku membutuhkan pertolongan. Tapi lagi-lagi kakiku tidak bisa diajak kompromi, kakiku seperti bukan milikku, rasanya sangat berat seperti ada puluhan ton yang menahan nya.

Ditengah usaha yang tidak kunjung berhasil, sosok itu berbalik.

Nafasku tercekat, tumbuhku membeku. Air mata tanpa bisa kutahan sudah meluncur bebas.Sosok itu.. sosok yang aku rindukkan akhir-akhir ini.

Dia orang yang aku cintai, suamiku, kekasihku, sahabatku, Abimanyu Adinata.

Dirinya berdiri dengan elegan karena sinar mentari yang ada dibelakangnya. Dia sangat sehat berbeda dengan hal terakhir kali memori yang bisa aku ingat.

Bibirnya melengkung tersenyum manis saat mata kami bertatapan. Kedua tangannya terbuka isyarat untukku masuk kedalam pelukan hangatnya.

Aku ingin memeluknya, malah sangat ingin. Tapi aku tidak bisa, kakiku sangat sulit untuk digerakkan hingga air mata mengalir dengan deras merasakan frustasi yang sudah sampai diujung ubun-ubun.

Aku menutup wajahku dengan kedua tangan karena tidak sanggup lagi menahan sesak. Tubuhku sudah gemetar merasakan tangis yang tidak mau berhenti.

Dia begitu dekat tapi kenapa sulit untuk ku jangkau. Kenapa sulit..

"Jangan menangis."  Lirihnya dengan memelukku dari belakang. Aku merindukannya, sangat... Tuhan kenapa takdir begitu kejam mempermainkan kami??

"Hai." Ucapnya lagi dengan membalikkan tubuhku menghadapnya dan memelukku dengan erat. Tanganku sendiri telah sempurna memeluk pinggangnya dengan erat, takut dia pergi lagi.

Akhirnya tangisku pecah, menumpahkan segala kerinduan yang ku rasakan. "I miss you honey." Dia memberikan ciuman dipuncak kepalaku.

Tuhan aku tidak mau berpisah darinya lagi. Jika ini hanyalah mimpi biarlah aku bermimpi selamanya.

"I miss you too hubby." ucapku serak bekas tangisan.

Setelah lama kami melepaskan kerinduan, aku juga sudah tidak lagi menangis, dengan perlahan dia melepaskan pelukan kami yang membuat ku merasakan kehilangan.

NOTHING ELSE! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang