#13 - Annoying!

20 1 0
                                    

Hari-hari ku diisi dengan kebahagiaan. Semua orang memanjakanku, tidak kecuali Kak Arez dan Kak Agam yang selama ini tergolong kaku.

Saat sedang berlibur disini Kak Agam tidak segan-segan memenuhi keinginanku untuk melihatnya bermain playstation dengan Kak Abi.

Kak Agam melakukannya tanpa protes. Dibalik sifat nya yang kaku aku baru sadar jika Kak Agam adalah sosok yang hangat. Walaupun kami tidak pernah dekat tapi dia tidak pernah menolak keinginanku. Apa mungkin belum?

"Bunda senang liat anak bunda akur," aku tersenyum disamping bunda. Benar apa kata bunda, pemandangan ini sangat jarang sekali kulihat. Malah nyaris tidak pernah.

"Ya sudah Bunda kalau gitu Key ngidam seperti ini lagi ya nanti," Kak Agam menoleh dan mendelik. Aku hanya memasang senyum termanis.

"Oh...jadi kamu bukan ngidam? Tapi kamu ngerjain kami?"

"Enak saja, yang ini aku memang ngidam. Tapi gak tau jika lain kali. Lagi pula Kak Agam kan jarang pulang ke Indonesia. Ngabullin ngidam nya Key memang berat ya?"Alih-alih menjawab Kak Agam kembali keposisinya melanjutkan permainannya yang lumayan tertinggal jauh oleh kak Abi. Sementara suamiku itu hanya terkekeh geli mendengar penuturanku.

"Yes! Kak Abi menang!" Kak Abi berdiri dari duduknya dan mendaratkan bokongnya disebelahku. Sementara Kak Agam juga bangkit dan duduk disamping bunda.

"Nah sekarang bagi yang kalah harus mengabulkan permintaan yang menang." Kedua kakak beradik itu secara bersamaan mengangkat sebelah alisnya menatapku binggung.

"Tadi tidak ada peraturan seperti itu?" ucap Kak Agam terdengar tidak suka.

"Sekarang ada, kan suka-suka Keisha." Kak Abi mengacak rambutku sambil terkekeh dengan bunda sementara Kak Agam memutar bola matanya kesal.

"Yaudah apa yang kamu mau? Saya masih harus melanjutkan pekerjaan."

"Ini dirumah Agam, sudah berapa kali bunda bilang jangan mengerjakan pekerjaan kantor dirumah." Omel bunda pada putra pertamanya. Aku dan Kak Abi hanya tersenyum melihat wajah Kak Agam yang masam.

"Maaf Bunda, tapi Agam memang harus menyelesaikannya. Kami sedang ada proyek yang tidak bisa diabaikan." Aku menoleh kearah suamiku yang hanya tersenyum lembut menatapku. Tangannya yang lain mengusap lembut perut datarku.

"Kak Agam benar, kemungkinan besar beberapa hari besok kami akan sibuk. Itulah alasan Kak Agam datang kesini."

"Kak Abi kok gak bilang sama aku?" Kak Abi merapihkan rambutku kebelakang telinga. "Gimana mau bilang jika ada saja yang kamu inginkan?" Kak Abi menatap wajahku menyesal. Mungkin ia tahu jika sudah membuatku kecewa.

"Jadi tidak ikhlas nih?"

"Bukannya gitu, apapun buat kamu akan kakak lakukan. Tapi kantor memang sedang membutuhkan kakak sayang." Membayangkan ditinggal lagi oleh kakak Abi dalam jangka waktu lama membuat air mataku membengkak. Aku tak kuasa untuk tidak menangis.

"Kamu kenapa sayang?"

Aku diam, sekali lagi membayangkan saja sudah sulit. Apalagi aku tau jika aku sedang hamil. Setiap hari bertemu saja rasanya tidak akan pernah cukup. Lalu... dia ingin meninggalkan aku lagi?

Entahlah walaupun aku tau dia punya tanggung jawab pada perusahaan tapi aku tidak bisa menyangkal jika aku ingin terus berada didekatnya. Rasanya aku bisa gila jika sekali lagi ditinggal pergi olehnya.

"Sst, aku tidak akan meninggalkan kamu lagi sayang. I'm promise." Kak Abi membawaku kedalam pelukannya. Walaupun senang mendengar janjinya, tapi tidak membuatku lega sama sekali.

--------------------------------------------

Katakanlah aku egois karena menginginkan Kak Abi untuk diriku sendiri. Tapi aku tidak bisa menahan diriku untuk terus bersamanya. Akhirnya dengan penuh pertimbangan keluarga, terutama papa mertuaku, Kak Abi dikeluarkan dari proyek tersebut dengan alasan kesehatan kandunganku.

"Maaf ya Kak, gara-gara aku kak Abi jadi dikeluarkan dalam proyek."

Kak Abi tersenyum menenangkan walaupun ku tahu ada kesedihan dimatanga. Dia tidak pernah sekalipun mengeluh walaupun harus terbangun ditengah malam setelah lelah bekerja untuk memenuhi permintaanku, ataupun terjepit dikeadaan seperti ini. Entah terbuat dari apa suamiku ini. Ia tidak pernah menunjukkan emosi yang berlebihan kepadaku.

"Bukan salah kamu sayang, dari awal memang kakak tidak minat dengan proyek tersebut." Ucapnya tanpa melihatku, aku tau dia berbohong. Dia mengatakan hal tersebut karena tidak ingin aku sedih lagi.

"Kak Abi.."

"Hm."

"Kak Abi marah sama Key?" tanyaku memeluk lengan nya sebelah. Entah ini bawa kehamilan atau memang dasarnya aku manja, aku tidak ingin jauh darinya.

Kak Abi mengusap puncak kepalaku dan mengecup keningku. "Tidak sayang, kakak tidak akan bisa marah padamu."

Senyumku merekah dan berpindah posisi dengan memeluknya dari depan. Kepala aku taruh didadanya seraya mencium wangi tubuhnya yang sangat kusuka kuhirup jika menjelang tidur.

Cukup lama kami saling berbagi kehangatan, Kak Abi melepaskannya terlebih dulu. tangan nya yang besar merengkuh wajahku yang mungil.

"Kamu harus tau, apapun akan aku lakukan demi kebahagiaan kamu." Aku menarik bibirku keatas. Rasanya aku tidak menginginkan hal lain lagi jika Kak Abi sudah bersamaku. Malah aku bersedia hidup kekurangan asalkan ada Kak Abi disisiku. Dengan adanya laki-laki itu ia membuatku seperti wanita paling beruntung didunia.

"Besok kita pergi ya,"

"Kemana?" tanyaku mirip seperti gumaman, kepalaku masih belum beranjak dari dada bidangnya.

"Pesta, temanku mengadakan pelelangan dan Kak Agam juga akan datang." Aku mengangguk tanpa menjawab masih enggan meninggalkan tempat ternyamanku.

------------------------------

"Yang ini saja, gimana?" tanyaku untuk yang kesekian kali, aku sedang mencari gaun yang kira-kira cocok bagi Kak Abi untuk kukenakan. Sebenarnya tadi aku sudah rapih. Tapi dengan tega nya kak Abi menyuruhku mengganti pakaian lagi yang lebih tertutup.

"Jangan, punggung kamu ke buka gitu." Decak Kak Abi kesal melihat gaun yang kupegang, model tali spaggeti dengan resleting di bagian pinggang hingga bawah itu memang cukup sexy untuk dikenakan hanya kesebuah pelelangan amal. Gaun ini belum kukenakan sejak aku membelinya, siapa lagi dalang nya jika bukan Kak Abi yang melarang. Sejak dulu pun dia selalu melarangku mengenakan gaun yang terbuka dan aku yang cukup patuh menurutinya walaupun tidak ada hubungan diantara kami.

"Hampir separuh gaun yang aku punya tidak ada yang cocok bagi Kak Abi, terus aku pakai apa?" kesalku seraya mencari gaun yang lain. Tidak ada tanggapan dari lelaki itu yang aku tau tidak ingin memperkeruh suasana. Sejak aku hamil Kak Abi lebih memilih diam jika kami sedang adu mulut.

"Yang ini? tidak lagi aku dirumah saja lah. Pergi saja sana sendiri." Ucapku terdengar ragu ditelingaku sendiri. Membayangkan Kak Abi menjadi santapan tatapan wanita cantik disana tidak bisa membuatku tenang. Lagian mana bisa aku tidur jika tidak dipeluk olehnya.

"Tidak buruk. Lagipula kamu ngapain beli gaun tapi terbuka sana-sini." Decak Kak Abi kesal. Aku yang sama kesalnya mengganti pakaian didepannya. Nekat? Memang. Biarkan saja lah siapa suruh mengacaukan keinginanku.

Geraman dari bibirnya bisa kudengar dari posisiku yang membelakanginya. Suara langkah kaki memperkuat dugaanku jika lelaki itu menuju kearahku yang lumayan jauh dari posisinya.

"Kamu mau membunuh Mas hm?" Aku berbalik menatapnya matanya yang sudah berkabut.

"Kita sudah telat, tidak ada waktu untuk bermain-main."  ketusku. Aku meninggalkannya yang masih terpaku untul mengambil flastshoes ku. Satu lagi larangan darinya sejak aku hamil, aku digunakan menggunakan sepatu jenis apapun yang memiliki hak.

HAH!

-------------------------------------

TBC

NOTHING ELSE! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang