#8 - The Truth

23 2 3
                                    

Happy Reading!!

***

Tidak bisa kusembunyikan lagi rasa gelisahku ketika tante Tania perlahan berjalan kearah kami, erattan tangannya dipinggangku menjadi bukti jika aku dalam masalah besar.

"Tante Tania? saya Abi putra dari ibu Nadia." calon suamiku memperkenalkan dirinya dengan mengulurkan tangannya.

Tante Tania membalas uluran tangan Kak Abi dan menatap kami bergantian, terlihat jelas tatapan mata itu menunjukkan kekecewaan yang tidak bisa disembunyikan.

"Oh ternyata kamu Abi, yang mau fitting baju pertunangan kan? calon mempelainya mana?" Tanya tante Tania bingung seraya melirikku. Tubuhku keringat dingin membayangkan yang tidak-tidak dikepala, tentang penyakitnya, marahnya laki-laki itu dan kebohongan yang kusembunyikan dari kak Abi.

Kak Abi merapatkan tubuh kami posesif, dia tidak repot-repot menoleh kepadaku, pandangannya lurus kedepan tanpa ekspresi.

"Gadis disamping saya ini calon istri saya Tante." jawab kak Abi datar.

Seketika jantungku berdebar melihat keterkejutan diwajah tante Tania. Wajah perempuan yang seusia dengan mama tersebut berubah pucat basi, dia menaruh tangan nya didada kiri seperti menahan sakit.

Kumohon, jangan sekarang!

"Tante tidak apa-apa?" Tanyaku kalut. Tubuhnya tiba-tiba meluruh kelantai, tante Tania pingsan. Sesuatu yang kutakutkan akhirnya terjadi. Kebohongan yang kulakukan bersama putranya membuahkan hasil.

"Kamu hutang penjelasan kepada saya." bisik laki-laki tampan yang sudah disamping membuatku memejamkan mata gelisah. Tubuhku bahkan tidak kuat untuk berdiri tegap memandang punggungnya yang sedang membantu membawa tante Tania masuk kedalam mobil yang akan membawanya kerumah sakit.

***

"Jadi?" suara baritonnya membuatku takut. Kedua tanganku saling bertaut mencari ketenangan sendiri. Kepalaku menunduk seperti akan dimarahi orang tua karena ketahuan berbuat nakal.

Aku takut, kak Abi menjadi sosok yang tidak kukenal. Suara yang aku rindukan tidak lagi terdengar, sekarang hanyalah orang asing yang sedang bicara dingin. Tempat tinggal yang biasanya penuh kedamaian berubah menjadi kegusaran, dadaku sesak mencari oksigen yang tiba-tiba sulit kudapatkan.

Aku bukan takut pada kak Abi karena kedustaan yang ku lakukan, Bukan juga takut jika perusahaan papa diserang oleh dia, karena aku yakin dengan keunggulan perusahaan ku sendiri. Serta kehebatan papa dalam memimpin perusahaan juga tidak bisa diremehkan. Terlebih yang membuat ku takut kali ini adalah kondisi tante Tania. Bagaimana keadaannya? Bagaimana penyakitnya? Bagaimana jika dia.... tidak. Aku tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi.

Kebimbangan mengusikku, antara menghubungi Rai atau tidak terus berperang dipikiran. Tatapan tajam yang diberikan laki-laki disebelahku tidak bisa membuatku berkutik.

Tarik nafas ... buang perlahan Key...

Aku memberanikan diri menatap matanya, mata yang yang sudah kusukai dari dulu itu sedang menatapku dingin.

"Kakak percaya kan padaku?" Tanyaku bergetar, menahan air mata untuk tidak keluar untuk kesekian kali.

Dia meraih daguku dengan tangannya yang besar, matanya menyipit seolah sedang meneliti ketidakjujuranku dalam menjelaskan. "Ceritakan."

Aku menggeleng, aku tidak bisa, bukannya aku tidak ingin jujur padanya. Tapi ada hal yang harus kupastikan terlebih dulu. "Maaf, aku tidak bisa menceritakannya sekarang." Ucapku setenang mungkin menekan gejolak tangis seraya berdiri dari sampingnya.

NOTHING ELSE! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang