Masih adakah Kesempatan bagi pecundang ?

871 27 0
                                    

Salam hangat Reader,

Saya sedikit kesulitan nih buat lanjutin story nya, makanya agag lama g post lanjutannya . saya merubah sedikit cara penyampaian storynya ... he he he ..

kuharap reader tetap suka yah.. :D

yupz .. selamat membaca ..

Vote n Coment nya tetap dinanti.

Hope U like it ..

enjoy.

****

Hugo dan cherie baru saja menyelesaikan makan malam mereka.

Dan kini mereka sedang berjalan menikmati angin malam di deck 12, Dan ketika itu terdengar alunan musik dari Dance Lounge ..

There's nothing wrong

With me loving you

Baby, no, no

And giving yourself to me can never be wrong

If the love is true,,....

"Lagunya bagus, ayo berdansa denganku." pintaku pada Hugo perlahan.

"Aku tak bisa berdansa," jawab Hugo jujur.

"Gampang, kau tinggal ikuti saja langkahku"

"Aku takut nanti kakimu terinjak," Hugo khawatir.

Tentu saja aku tersenyum mendengarnya,. "Ayolah," aku tetap mengajaknya sambil mengulurkan tanganku.

Ragu ragu Hugo menerima uluran tanganku.

kami melangkah ke tengah ruangan yang menjadi arena dansa, Hall.

Aku menuntun tangan kiri Hugo untuk memeluk pinggangku, lalu jemari yang lain saling berpegangan. Kemudian kami mengayunkan langkah mengikuti irama lagu

Oh, babe, ooh, ooh

Don't U know

How sweet and wonderful life can be?

Whoo-ooh

I'm asking U, baby

To get it on with me

Ooh, ooh, ooh

Perlahan Hugo mengikuti irama langkahku. Langkah ke depan, ke samping, ke belakang, kesamping, ke depan lagi. Kami begitu dekat, aku berada dalam pelukannya. Dadanya begitu bidang, dan kekar, sesekali dahiku menyentuh dagu Hugo. Dan setiap kali itu pula kurasakan Hugo mencium wangi rambutku.

"Kau tipe orang yang cepat belajar,"bisikku sambil menahan senyum.

"Tergantung pengajarnya," Hugo membalas senyum itu.

"Besok kapal singgah di Malaka?"

"Ya, ada waktu 2 jam untuk berkeliling. Mau ikut aku?" Ajak Hugo.

"Ke mana?"

"St. Paul's Hill. Tempat yang sangat menarik, sebuah bukit dengan sisa benteng Portugis di sekelilingnya, namanya A Famosa."

"Hanya itu?"

"Ada Museum, Memorial Pengisytiharan Kemerdekaan dan gereja tua St.Paul."

"Gereja tua?"

"Gereja itu ada di atas bukit, sangat menarik dan inspiratif. Dindingnya keseluruhan hampir terbalut lumut, bangku bangkunya terbuat dari kayu tua yang berusia puluhan tahun..." Hugo menghentikan ceritanya.

Dia melihatku menatap kosong ke depan, terdiam,menampakkan kesunyian yang panjang.

"Kau melamun." Hugo menyentuh bahuku.

"Aku sudah lama tidak ke gereja," bisikku nyaris tak terdengar. Semangatku yang sejak awal tadi, menyusut perlahan.

kulihat Hugo menyadari perubahan itu . Tapi sebelum dia bereaksi lebih jauh, aku langsung menyandarkan diri dalam pelukannya. Hugo menghela nafas panjang, dia menatapku lama. Dan kemudian dia menerima pelukanku, dia balas memelukku.

Mendadak kemudian sebuah dorongan kasar , merenggutku dari pelukan Hugo.

Sebelum Hugo sadar apa yang terjadi, sebuah pukulan keras menghantam rahangnya. Hugo terhuyung huyung ke belakang beberapa langkah dan terjatuh. Jeritan tertahan terdengar memenuhi ruangan, teriakan teriakan perempuan dimana mana, Alunan musik terhenti tiba tiba.

"Bangsat!" maki Kenzo tak terkendali. Dengan marah diburu nya Hugo.

"Kenzo, hentikan apa yang kau lakukan," Aku berteriak sambil menghadang.

"Minggir!" Hardik Kenzo. "Seujung jaripun ia tidak berhak menyentuhmu."

"Aku yang memintanya untuk menemaniku berdansa." aku berusaha meredakan amarah Kenzo.

Berpuluh pasang mata mengawasi Insiden itu. Kulihat beberapa orang tampak membantu Hugo untuk berdiri.

"Murahan," Kenzo masih memaki.

Aku terhenyak. Tak kusangka Kenzo akan memaki setajam itu.

"Aku membayarnya tidak untuk melakukan ini. Aku harus menghajarnya!" Kemarahan Kenzo benar benar tak terkendali. Dicengkramnya leher Hugo dan bersiap untuk menjatuhkan pukulan lagi.

"Jangan," Teriakku berusaha melerai.

"Biar saja, biarkan dia melakukan apa yang dia mau," Hugo berkata datar sembari menyeka darah di ujung bibirnya. "Anggap saja ini akhir dari bagian skenario itu, sehingga Helena bisa melihat apa yang terjadi dan kita tidak usah berpura pura lagi."

Kenzo terhenyak, sepertinya dia menyadari sesuatu. Refleks diedarkannya pandangan meneliti deretan "penonton" disekeliling ruangan. Tapi sosok yang dicarinya tidak ada dalam deretan itu. Selamat!! Helena tidak ada disana. Sesaat baru disadarinya bahwa Helena sudah tertidur pulas di dalam kamarnya, Junior suite Balcony di deck 9. Di dalam kamar itu bisa dipastikan Helena tidak akan bangun sampai besok pagi.

Menyadari dirinya menjadi tontonan banyak orang, Kenzo menahan diri. Dilepaskan cengkramannya dari Hugo. Kemudian menarikku untuk mengikuti langkahnya, Untuk menghindari keributan yang telah terjadi.

Aku tidak sepenuhnya ingat apa yang terjadi sesudah itu, Yang tidak kulupakan adalah Kenzo marah besar, dan aku harus menerima kemarahan itu tanpa syarat.

Menjelang dini hari aku terbangun oleh ketukan keras di pintu kamar. aku masih setengah sadar dan ternyata aku tertidur di sofa, dengan mata masih mengantuk aku meneliti ruangan. Kosong, tak ada orang lain. Dimana Kenzo? Oh tentu dia sudah kembali ke kamar istrinya, pikirku. Entah jam berapa dia meninggalkanku semalam.

Lalu Hugo?

ketukan terdengar lagi, terdengar sangat tidak sabaran. Cepat cepat aku memakai kimono dan kubuka pintu. Seorang petugas kapal menyambutku dengan wajah yang cemas.

"Maaf ibu, terpaksa membangunkan ibu dini hari begini, tapi suami Ibu..." katanya terbata bata dengan nafas masih tak beraturan.

Aku terkejut.

"Suami?"

___________________________♡♡_________________________________

Selir Hati !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang