'Promenade'

847 29 3
                                    

Dearest Reader. ...

aquw dah gag sabar ngelanjutin story nya...

karena aku udh puas browsing browsing cari nama n info lainnya buat storyquw...

so... happy Reading.

Enjoy ur day.

silahkan ketawa ketiwi yah, sum1 disana

yang qtanya slalu ketawa setelah baca selir hatiquw...

my mei mei. ;)

*****

Hari ketiga .

Kapal berlabuh di Bandar Melaka, sebuan kota tua berjarak 120 km dari arah tenggara Kuala Lumpur.

Hugo sudah mempersiapkan diri sejak pagi. Celana jeans, t-shirt putih, dan sepatu sport. Tampak segar dan muda .

"Kau benar-benar akan pergi?" aku bertanya, meyakinkan.

"Ya. mengapa tidak?" jawab Hugo antusias.

"Tapi kau masih sakit."

"Apakah menurutmu aku kelihatan masih sakit?" Hugo melirik padaku.

"Sedikit."

"Apakah dengan alasan sesepele itu aku harus tidur di kabin sepanjang hari dan melewatkan kesempatan menikmati negeri Jiran?"

"Tapi......" Aku meragu.

"Ayolah." Hugo menarik lenganku. "Tidur bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Sungguh bodoh bila aku harus melewatkan St. Paul's Hill hanya demi sebuah tidur."

"Yap." Akhirnya aku memutuskan untuk menyambut uluran tangan Hugo dengan penuh semangat.

Gereja tua St. Paul berdiri diatas bukit. Ada banyak pepohonan hijau disekitarnya.

Teduh.

Menawarkan kedamaian pada setiap orang. Dinding bangunan yang sebagian besar terkelupas, menampakkan bata merah berlapis lumut alami. Di bagian dalam ada altar sederhana dengan lilin di beberapa sudut. Deretan bangku bangku tua berjajar rapi, siap memyambut siapapun yang datang.

Dibagian bawah bukit, benteng A Famosa, sisa benteng Portugis berdiri kokoh mengelilingi gereja, seakan akan mengamankan dan melindungi gereja. Semuanya terlihat seperti menjanjikan rasa damai dan aman pada setiap orang.

Cherie berdiri mematung di ambang pintu gereja beberapa saat.

"Aku ingin sendirian, " berkata pada Hugo

"Baik, aku tunggu dibawah." Hugo mengangguk maklum tanpa bertanya lebih jauh padaku.

Hugo 'berjalan-jalan' mengitari kawasan itu. tidak banyak turis yang datang. Hanya ada beberapa pengunjung asing, selebihnya adalah pengunjung berparas Melayu. Mungkin saja penduduk setempat.

Dipelataran Benteng, Hugo menemukan seorang Ibu yang tampak sedang sibuk memperbaiki roda kereta dorong anaknya, tapi dari apa yang dilakukannya, kelihatan bahwa ibu itu sama sekali tidak berpengalaman, Naluri Hugo segera tergerak.

"Ada yang bisa saya bantu ibu?" katanya menawarkan bantuan.

"Ini roda teruk sangat, habis pule akalku," keluh ibu itu dengan logat khas Melayu.

"Saya akan mencoba memperbaikinya." Hugo mengambil alih kereta dorong itu. Ditelitinya sesaat dan ditemukannya ada satu sekrup pengunci roda yang terlepas. Dan dia tidak menemukan sekrup pengganti, dan berpikir berusaha mencari alternatif lain.

"Dari mane awak ni?" tanya ibu Melayu itu sambil menggendong anaknya.

"Indonesia."

"Pelancongkah?"

Selir Hati !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang