Pahitnya kehidupan yang kupilih

915 31 4
                                    

****

"Suami ?" Aku terkejut dan nyaris menggelengkan kepalaku hendak membantah petugas itu dan memberitahu bahwa ia salah kamar.

Tapi sesaat kemudian ingatan tentang skenario kamuflase itu muncul, dan aku mengurungkan niat untuk membantah petugas itu.

"Ya, ada apa?" aku bertanya berusaha sesantai mungkin. "Apa yang terjadi pada suamiku?"

"Hujan turun semalaman, tapi suami ibu berkeras tidak mau masuk ke kabin. Setelah keributan semalam dia hanya berjalan jalan , kehujanan sepanjang malam."

"Lalu dimana, suamiku sekarang?" Entah mengapa aku dengan lancarnya menyebut Hugo sebagai Suamiku dengan santai di depan petugas itu.

"Medical center."

"Apa?"

Aku segera menuju klinik mengikuti petugas itu...

Dan aku melihat dia... :'( menggigil kedinginan dalam balutan selimut handuk.

Kuulurkan tanganku meraba dahi Hugo. Dia panas tinggi.

"Dokter sudah memeriksanya, tapi suami ibu tidak mau meminum obatnya," petugas medis menjelaskan sembari menyerahkan beberapa obat kepadaku.

"Aku tidak sakit," sergah Hugo bertahan. "Aku cuma kedinginan."

"Suhu badanmu tinggi, itu artinya kau demam."

"Tidak, aku hanya....."

"Sudahlah," Aku menghentikan bantahan Hugo.

"Sakit itu sesuatu yang alami, bisa datang pada siapa saja dan dalam situasi apapun. Dan kau masih saja membantah realitas ini?" ucapku lagi.

Hugo terdiam.

Aku menarik lengan Hugo, "Ayo, kembali ke kamar," aku berkata kemudian.

Di dalam kamar aku memberikan Hugo obat dan sebotol air mineral.

"Minumlah,"ucapku Lembut dan tak terbantah. "lalu buka bajumu."

"Untuk apa?"

Kutunjukan obat gosok yang kubawa kepadanya, aku tahu kalau badannya pastilah penuh lebam akibat perkelahian semalam.

"Punggungmu perlu dioles obat ini, supaya hangat dan membuat tidurmu pulas."

"Betulkah?" Hugo ragu-ragu. Aku tidak pernah menggunakan itu.

"Lakukan saja apa yang kukatakan dan hasilnya bisa kau lihat besok pagi."

Hugo tak mampu membantah lagi. Perlahan dibukanya baju dan menyediakan punggungnya dengan pasrah (Author, :D......... lol).

Ku kerjapakan mataku mengamati punggung yang terbuka itu. Begitu bidang punggung itu , dengan otot bahu yang kokoh serta garis urat yang liat, seakan menunjukan ketangguhan dan kekerasan menghadapi kehidupan.

"Hugo... kehidupan keras macam apa yang telah kau jalani?". batinku berkata.

Aku menghentikan pertanyaan dalam hatiku. Segera kuoleskan obat penghangat pada punggung itu dan kuberikan sedikit massage pada bahu.

"Wow kau pintar memijat rupanya. Pijatanmu nyaman sekali." kata Hugo.

"Anggap saja ini bonus." dengan segera kuselesaikan pijatanku. "Kalau boleh tahu kebodohan apa yang kamu lakukan tadi? Mengapa tidak masuk kamar?"

"Ada Kenzo bersamamu."

"Tapi tidak seharusnya kamu berhujan-hujan begini. Ada perpustakaan, game centre, picture house, Bar, atau apa saja yang bisa menghindarkanmu dari hujan."kataku, sebal dengan kobodohannya.

"Aku sedang ingin menghukum diriku sendiri," gumam Hugo lebih pada diri sendiri.

"Untuk apa?"

"Untuk semua kesalahan yang telah aku lakukan."

"Maksudmu untuk kecanduanmu berjudi?"

"Antara lain, ya"

"Kau pikir apakah itu solusi? apakah dengan melakukan itu lalu hutangmu lunas?" ucapku masih sebal dengan kebodohannya.

"Tidak juga."

"Itulah."

Hugo terdiam, bagai kehilangan kata kata. Kemudian dia menghela nafas panjang sembari membaringkan tubuhnya.

"Barangkali aku sedang putus asa," gumamnya.

Kubentangkan selimut untuk Hugo.

"Kau pernah mengatakan kepadaku, hanya aku yang mampu menolong diriku sendiri, sekarang kurasa aku harus mengembalikan kata katamu itu untukmu."

kataku.

"Bumerang, senjata makan tuan." Hugo tersenyum pahit.

Aku melihat kepahitan itu, sedih....

aku merasa sedang menghadap cermin, Dan melihat kepahitan yang sama pada diriku sendiri.

"Kau sudah mengantuk, tidurlah." aku berkata sambil membenahi selimut Hugo.

"Ya," Hugo memejamkan mata.

Kemudian aku mematikan lampu, Dalam gelap aku masih mengamati Hugo.

Hugo...

kita adalah pecundang, dalam kesunyian

Aku membiarkan diriku terhanyut dalam dosa perselingkuhan, sementara dirimu, kau terjebak dalam perjudian demi mengejar ambisi untuk menang dan mendapatkan harta.

Bagaimana kita akan mengakhiri ini semua?

Mungkinkah bagi kita untuk mendapatkan kesempatan lain?

Kesempatan untuk berhenti dari semua kepahitan ini ..

Dan memilih jalan lain untuk menjadi sosok yang baru di kemudian hari?

Cherie menghela nafas panjang. Disimpannya pertanyaan itu dalam benaknya.

Dipejamkannya matanya menidurkan diri.

Diluar, langit hitam dini hari, masih gelap gulita..

____________________________♡♡______________________________

Autor:

hi Reader .. part ini sengaja aku buat pendek xixixixix.. terinspirasi gara gara melihat 'mage' sesorang semalam disana .... :P

jadi begitu bangun buru buru nulis ini buat diabadikan ..

salam hangat selalu buat para readerquw tercinta.

Vote n commentnya selalu dinanti..

terima kasih.

Selir Hati !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang