Pukul lima sore kurang sepuluh menit. Rena merapikan barang-barangnya. Kekesalannya hari ini sedikit berkurang karena pekerjaan yang cukup menyita pikirannya.
"Eh itu siapa ya? Dari tadi berdiri di depan kantor kita." Tiba-tiba Dinar bersuara. matanya menatap keluar dari kubikelnya yang persis dekat jendela.
"Maling kali, Mbak," jawab Rena asal.
"Ngawur kamu. Ganteng gitu maling," sembur Dinar. "Cakep lho, meskipun kelihatannya udah agak berumur. Dari tadi ngeliat ke sini terus, Ren."
Rena tertegun mendengar komentar Dinar. Cowok ganteng berumur berdiri di depan kantornya? Kok, sepertinya firasat buruk ya, pikir Rena. Tanpa pikir panjang, ia menghampiri kubikel Dinar dan melihat keluar. Mulutnya menganga melihat siapa yang dimaksud Dinar. Zein! Alamat urusan berlanjut deh. Rena meringis. Dan tepat ketika itu Zein menoleh menengadah tepat ke arah Rena dan Dinar. Pria itu tersenyum dan melambaikan tangannya.
"Aihh...kok dia lambai-lambai tangan segala?" Dinar berseru girang. Cewek usia 30 tahun itu balas melambaikan tangan ke arah Zein. "Ya ampun, dari depan ternyata lebih ganteng dari dugaan."
Rena masih menatap Zein yang balas tebar pesona dengan Dinar. "Dasar genit!" desis Rena pelan. Zein lalu menunjuk-nunjuk Rena. Gadis itu mendengus, lalu berbalik badan tidak peduli, kembali ke kubikelnya dan duduk tidak berminat menatap sisa barang miliknya yang masih berserakan di meja.
Dinar menoleh menatap Rena dan Zein bergantian. "Eh, Ren. Kamu kenal sama orang itu, Ren?" tanya Dinar sambil melihat Zein yang mencoba berkomunikasi dengan Dinar. Dinar berusaha mencerna dan memahami maksud isyarat Zein.
"Nggak," jawab Rena ketus dari kubikelnya.
"Bohong banget sih kamu. Nggak mungkin nggak kenal. Dia nyuruh kamu turun tuh," sembur Dinar sambil mendekati kubikel Rena. "Bener-bener deh, perasaan kamu nggak pernah kelihatan punya pacar, tahu-tahu ada yang jemput. Ganteng pula, meskipun berumur. Sana pulang, ditunggu dari tadi tuh."
"Bodo," sahut Rena sambil merebahkan kepalanya di meja.
"Eh, bener-bener deh nih anak. Jelek deh kalau ngambek begitu. Sana pulang. Dari jam setengah empat lho dia di situ."
"Biarin aaahh, Mbak Dinar. Lagipula aku nggak kenal sama orang itu. Aku cuma sering lihat dia di commuter," cerocos Rena sebal.
Dinar mencibir. "Terus kalau nggak kenal, ngapain dia nunggu kamu dari jam setengah empat?"
"Nggak tahu. Mau culik aku mungkin. Aaah...sudah ah, Mbak Dinar. Mbak Dinar pulang saja, sudah sore banget. Terus, kalau ketemu orang itu, tolong suruh pulang saja. Bilang aku lembur."
"Huu...dasar Rena. Kamu jelek deh kalau lagi merajuk. Ya sudah, aku pulang duluan. Akan kusampaikan pesanmu padanya. Jangan menyesal ya kalau nanti dia pergi."
Rena tak menanggapi celotehan Dinar. Tiba-tiba saja rasa kesal yang sempat hilang muncul lagi. Benar-benar deh, maunya apa sih, rutuk Rena. Gadis itu menatap jam kecil di mejanya. Sudah pukul 17.00. Sudah sulit menembus jalan raya yang super macet itu dalam waktu kurang dari 20 menit menuju Stasiun 08, demi naik commuter 104 jam 17.20. Dan lagi-lagi karena orang mesum itu. Hiiiihhh!!!
✿❁❀✿❁❀✿❁❀✿❁❀
Zein melihat jam tangannya. Sudah pukul 16.45. Lumayan juga menunggu Rena sejak jam 15.30 tadi. Pria itu sengaja pulang lebih cepat dan dengan mobil dinasnya segera meluncur ke kantor Rena. Ia harus meluruskan urusan yang membuat Rena murka, dan tentu saja ia harus meredakan amarah Rena.
Zein berbalik, kembali menatap gedung di belakangnya yang terlihat sepi. Apa karyawannya masih belum pulang juga? Ia menengadah melihat jendela di atas, lalu didapatinya wajah Rena yang terkejut, dan wajah seorang lagi yang terlihat girang. Tanpa pikir panjang, Zein tersenyum dan melambaikan tangan. Gadis di sebelah Rena balas melambaikan tangan padanya. Mau tak mau Zein membuat kontak dengan gadis itu. Sekilas dilihatnya Rena menatap dirinya dan gadis di sebelahnya dengan wajah tak suka lalu melengos pergi menjauh dari jendela. Zein tersenyum dalam hati, pasti cemburu. Zein tersenyum melambaikan tangan pada Dinar. Menunjuk-nunjuk ke arah Rena yang sudah menghilang dan membuat isyarat agar Rena keluar menemuinya. Dinar mengangguk-angguk mengerti lalu beranjak dari jendela.