Esok paginya, Rena terbangun. Seulas senyum tersungging di wajahnya. Zein merawatnya dengan baik kemarin, badannya terasa segar pagi ini. Zein meninggalkan Rena jam sembilan tadi malam, setelah memastikan Rena sudah jauh lebih baik dan semua kebutuhan Rena malam itu terpenuhi.
Rena baru saja keluar kamar mandi saat ponselnya berbunyi. Ia terdiam mengamati nomor yang tertera di layar ponselnya. Nomor tidak dikenal, tidak ada dalam daftar kontak di ponselnya.
Hati-hati dijawabnya panggilan itu. "Halo?"
"Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya si penelepon tanpa basa-basi.
Rena membuka mulutnya tercengang. Ia kini tahu siapa yang menelepon. "Bapak dapat dari mana nomor saya? Rasanya saya nggak ngasih semalam," ucapnya cepat, alih-alih menjawab pertanyaan Zein.
Zein terkekeh. "Rahasia," jawabnya membuat Rena keki. Gadis itu mencebik. "Sebentar lagi aku sampai di tempatmu. Bersiaplah, kita naik mobil hari ini."
Rena tergagap mendengar ucapan Zein. "Ap...eh, naik...mobil? Ngap...eh..."
Zein terkekeh lagi. "Iya. Sekalian kukembalikan mobil dinasku ke kantor. Aku hampir sampai, kamu sudah siap belum?"
Rena melirik jam sekilas. Jam 05.20! Ini belum waktunya dia selesai bersiap. Masih lama sekali dan biasanya ia masih bersantai menghirup segelas susu atau coklat. Ia bahkan belum memasak air untuk itu. Ia bahkan baru saja selesai mandi, dan bahkan tubuhnya masih berbalut handuk.
"Aku sudah sampai," kata suara di seberang.
"HAH?" Rena memekik. "Sudah sampai?" ia berseru sambil membuka tirai kamarnya dan melihat Zein turun dari mobilnya. Gadis itu menutup tirai lagi dengan cepat, sampai kait-kait tirainya hampir lepas.
"Iya. Aku sedang berjalan ke depan pintumu," sahut Zein.
"Tunggu!!" seru gadis itu panik. "Tunggu di luar 15 menit! Dan jangan berisik. Aku tutup teleponnya." Rena langsung mematikan ponselnya. Secepat kilat ia mengeringkan badan dan menyisir rambut sebahunya. Selesai menyisir rambut, ia langsung menarik asal baju dari lemarinya, yang terlihat matanya, tanpa memilih.
Tepat di menit kelimabelas, Rena menyambar sepatu di rak sepatu bergambar Keroppi yang tergantung di belakang pintu rumahnya, lalu membuka pintu dan dilihatnya punggung Zein.
Zein menoleh mendengar pintu di belakangnya terbuka. Ia tersenyum melihat Rena yang tampak manis dengan baju terusan warna babypink. "Hai," sapanya, yang dibalas dengan senyuman canggung Rena. Gadis itu melempar pelan sepatunya ke lantai dan memakainya sambil mengunci pintu.
Zein menyambar tangan Rena dan mengajaknya pergi. "Hari ini kau berangkat dengan nyaman bersamaku," ujarnya.
Rena menepis tangannya, menghentikan langkahnya. "Memang siapa yang mau berangkat sama Bapak?"
Zein menoleh. "Aku yang bilang," sahutnya. "Lagipula, kalau memang nggak mau berangkat bareng, kamu kenapa langsung siap?" tembak Zein kemudian, membuat Rena tergeragap.
Gadis itu memajukan bibirnya. "Itu kan..."
"Sudah, nggak usah berdebat. Kau berangkat bersamaku pagi ini," Zein menyambar tangan Rena lagi, memotong ucapan gadis itu. Zein membuka pintu dan mendorong Rena pelan, lalu ia memutari mobil dan duduk di tempat supir.
"Pasang sabuk pengamanmu, Ren," kata Zein sambil menstarter mobil.
"Sudah," jawab Rena.
Zein menoleh. Tersenyum, lalu mengacak-acak rambut Rena.
"Iisshh..." Rena melotot sebal sambil kembali merapikan rambutnya.
"Bismillah," Zein berbisik lalu mulai melajukan mobil menuju ke kemacetan Jakarta.