Love Train 13 (Copy)

48 2 0
                                    

Siang itu, Zein pulang meninggalkan Rena yang tertidur pulas. Tentu saja dia harus pulang untuk mandi dan mengganti pakaian. Ia juga harus mengambil motornya yang sudah dua malam menginap di penitipan motor di stasiun.

Zein tersenyum mengingat jawaban akhir Rena. Ia memang yakin Rena tidak akan menolaknya, karena ia tahu Rena sejak lama sudah menyukainya. Tapi ia sempat berpikir Rena akan membuatnya bertanya puluhan kali baru menyetujui. Ternyata tidak. Dan dia menjawabnya dengan manis sekali. Hhh… gadis itu, tidak bisa ditebak. Kadang dia begitu keras kepala, di saat lain bisa begitu lembut dan manja. Di sisi lain ternyata juga galak, tapi kadang begitu lucu dan menggemaskan. Memang hanya satu kata yang bisa dan tepat untuk menggambarkan seorang Rena. Unik. Ya, dia memang unik di mata Zein. Karena itulah ia begitu tertarik pada Rena dan tidak bisa lepas. Zein benar-benar menyukainya.

Zein sudah selesai membersihkan badan. Sekarang lebih baik ia membersihkan rumahnya. Tadi ia sudah membersihkan rumah Rena sebelum pergi. Rasanya rumahnya sendiri perlu dirapikan. Masih banyak waktu sampai nanti sore sebelum ia kembali ke rumah Rena. Ia akan memulai dengan mencuci baju. Zein merogoh-rogoh setiap kantong di baju dan celananya yang sejak kemarin dipakai, mengecek apakah ada benda di dalamnya. Zein menarik sesuatu dari kantong celananya. Rokok. Ia menghela nafas. Mulai hari ini ia harus berhenti. Berjibaku dengan mulut asam sampai terbiasa tidak merokok. Dibuangnya bungkus rokok itu ke tempat sampah lalu ia memasukkan celananya ke ember cuci. Siang itu Zein sibuk dengan segala urusan rumahnya. Sore, ia berangkat ke stasiun untuk mengambil motornya.

“Sore, Mas Totok.” Zein menyapa penjaga di tempat penitipan motor langganannya.

“Eh, Pak Zein!” seru Mas Totok. Lelaki muda itu menjabat tangan Zein. “Pak, kok nggak bilang sama saya kalo motornya mau nginap? Sampai dua malam lagi. Untung saya lihat, jadi bisa langsung saya amankan.”

“Iya, Mas. Urusannya mendadak, jadi nggak sempat bilang. Tadinya, kemarin itu saya mau ambil, tapi belum bisa. Jadi terpaksa nginap lagi,” terang Zein.

Mas Totok mengangguk-angguk. “Ooo...ya ya. Lalu, urusannya sudah selesai?” tanyanya.

Zein tersenyum. “Sudah,” jawabnya mantap.

Mas Totok mengangguk-angguk lagi. “Ooo… yah, syukurlah kalau begitu. Nah, itu, motor Pak Zein ada di tempat biasa ya, di pojok sana,” kata Mas Totok sambil menunjukkan tempat di mana motor Zein berada.

“Oke deh. Makasih ya, Mas. Ini uang parkir dan biaya menginapnya, terus ini sekaligus tips buat Mas Totok,” sahut Zein sambil menyerahkan selembar uang merah ke tangan Mas Totok.

“Wah, banyak banyak banget, Pak. Seperti biasa saja, nggak usah pake tips,” tolak Mas Totok sambil mengambil uang kembalian dari kotak uangnya.

Zein menggeleng. “Anggap ini rezeki buat Mas Totok. Nggak boleh ditolak. Pokoknya makasih. Saya juga mau langsung nih. Masih ada perlu.”

Mas Totok mengalah. Akhirnya ia menerima uang pemberian Zein. “Yah, ya baiklah Pak, ini saya terima. Terima kasih banyak.”

Zein tersenyum lalu meninggalkan Mas Totok ke tempat motornya bergeming di pojok parkiran. Ia langsung memakai helm dan menstarter motor maticnya, lalu meluncur meninggalkan tempat penitipan motor itu. Ia membunyikan klakson saat melewati Mas Totok.

Zein menghembuskan nafas. Motornya terus melaju menuju rumah Rena. Mudah-mudahan Rena sudah bangun dan membaca pesan darinya. Belum lagi 24 jam, tapi Zein sudah rindu. Mungkin begini memang kalau sedang jatuh cinta. Zein tersenyum geli sendiri membayangkan dirinya yang sedang jatuh cinta. Seumur-umur dia tidak pernah seperti ini pada makhluk bernama perempuan. Tapi Rena bisa membuatnya bertekuk lutut.

Love TrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang