Sekitar pukul 5 pagi aku terbangun, bersiap untuk mandi. Ragaku terasa menyengat kala air dingin menerpa, sensasi yang sangat amat menyegarkan. Sekitar setengah jam kemudian, aku sudah rapih berpakaian, seragam putih abuabu lama dengan bet baru dilengannya melekat pada tubuhku. "Naz! Sarapan!" Teriak mama dari lantai bawah. "Iya tunggu", aku mengambil tas dan langsung menuruni anak tangga. Sesampainya dimeja makan, aku menempati kursi dihadapan mama. Menu pagi ini Nasi Goreng dan teh manis panas buatan Mama, kami belum mempunyai asisten rumah tangga jadi sementara, Mama yang harus memasak, ya.. mungkin kadang-kadang aku akan membantu Mama jika sempat. Tante Felix berjanji akan mencarikan Asisten untuk kami, yang terpercaya dan ramah. Tadinya, mama sudah menyuruh Bi Minah untuk tetap bekerja padanya, tapi Bi Minah menolak, karena sudah pasti ia akan meninggalkan anak-anaknya, dan kalau Bi MInah menyetujuinya, Ia akan akan menetap diBogor bersama kami untuk sebulan atau beberapa bulan.
Sudah jam 6 tepat dan Nadia belum muncul juga, "YaTuhan, masa hari pertama sekolah udah telat" batinku. 5 menit, 10 menit dan 15 menit berlalu, Nadia masih belum terlihat. Kuputuskan untuk menelponnya.
"Lo dimana woi?"
"Duh sorry sorry, bentar lagi nyampe nih"
Aku menutup telfon dan benar saja, tak lama, mobil jazz berwarna hitam itu berhenti didepan rumah. Klasonnya berbunyi beberapa kali tanda aku harus segera kesana. Ku cium pipi mama dan menyalaminya, kemudian berjalan tergesa keluar rumah.
"Lo lama banget sih, ini udah jam berapa Nad?"
"Iya sorry sorry gue telat bangun Naz"
"Lagian lo segala begadang sih, yakan?"Nadia hanya cengengesan mendengar pertanyaanku, lalu memacu mobilnya.
***
"Gue bareng lo dong Nad ke lapangannya"
"Lo duluan aja dehh, gue mesti ke ruang guru dulu ada perlu Naz"
"Ih tapikan gue gatau dimana barisannya"
"Tanya-tanya ajadehh Naz, gue buruburu nihh, menyangkut nilai gue!" Nadia berlari keluar kelas sambil mendekap buku. Ruang kelas kosong karena anak-anak sudah berbaris dilapangan. Aku mempunyai ide jail, aku akan menunggu dikelas hingga upacara usai, aku hanya berdoa tidak ada guru yang mengecek kelas-kelas. Tapi seketika itu, suara besar yang menakutkan terdengar dari arah pintu. "Heh! Kamu! Cepat ke lapangan! Kamu mau dapat sanksi?!" Ucap guru itu membentak. "I-iya Pak, saya ke lapangan" aku berlari melewatinya di depan pintu, "bodo amatlah gua baris dimana"***
BRUK
Aku menabrak seseorang yang berada di barisan paling akhir, "m-maaf maaf" hanya kata itu yang terucap setelah kepalaku mendongak menatap wajahnya. Laki-laki itu beralis tebal, Matanya mempesona dengan bulu mata lentik, kulit putih khas orang-orang oriental pada umunya, dilengkapi dengan dua lesung pipi yang sangat menggemaskan, ditambah lagi rambutnya yang keriting berantakan serta badannya yang ideal menyempurnakan makhluk tuhan yang satu ini. Tapi tetap saja, Isya yang masih menjadi kandidat nomor satu, wait? Apa yang sedang aku bicarakan?. Laki-laki dihadapanku tersenyum lalu mulai berbicara, "Iya gapapa, lagian buru buru banget hahaha" ketawanya yang khas dan suaranya yang berat benar-benar menghipnotisku.
"Lo kelas berapa?" Lanjutnya.
"Emh 11 IPS-2, lo?"
"Gue 11 IPS-3, samping kelas lo, tapi kok gapernah liat elo ya?"
Bisa kulihat jidatnya mengernyit lucu.
"Iya, gue baru pindah" tukasku.
Entah kami berbincang terlalu keras atau bagaimana, tapi pelajar-pelajar lain yang berdiri didepanku menoleh dan mengerling, menandakan terganggu. "Nama lo siapa?" Kali ini laki-laki itu setengah berbisik. "Gue Syahnaz, lo siapa?" Jawabku tak kalah pelannya. "Gue Ahmed" Ia menjulurkan tangan. Tanpa ragu, aku menjabat tangannya. Ia tersenyum, senyuman paling manis dari semua yang pernah kulihat.***
Aku berjalan menuju kekelas bersama Ahmed, perbincangan kami membuatku dan Ahmed menjadi lebih akrab. Sesampainya dikelasku, Ia berpamitan, aku hanya terkekeh melihat tingkahnya yang lucu. Saat sedang asyik memperhatikan Ahmed, Nadia mengagetkanku.
"Hayoo merhatiin siapa hayooo"
"Apaansi ngagetin aja"
"Lagian serius banget, merhatiin anak kelas sebelahkan? Emang gue gak tau apa" ucap Nadia nyolot.
"Yeeee sottoy lu"
"Gausah boong deh sama gue Naz, Ahmed emang ganteng, ganteng banget malah menurut gue, unyu unyu gitu mukanya"
"Iya terserah lo deh Nad" aku berjalan ke tempat duduk.
Nadia menyusulku. "Tapi engga kok, Ahmed cocokan sama elo Naz, gue mah udah punya yang laen!" Kekeh Nadia.
Aku tak sadar bahwa saat itu seseorang mendengar percakapan kami, jika aku mengetahuinya dari awal, aku akan membekap mulut Nadia sedari tadi. "Doyan banget lo nyomblangin orang" seru Isya tibatiba. "Nguping aja! Cemburu lo?" Jawab Nadia tak mau kalah. Isya hanya menggeleng pelan dan tersenyum sinis. Gayanya yang jual mahal itu berhasil membuatku deg-deg an, "apa? Sampe deg-deg an? Gamungkin gamungkin" batinku. Aku akui bahwa aku tidak bisa "tidak" tergoda pada laki-laki tampan yang cueknya selangit. Tapi Isya? Ah, sopan santun dan tata kramanya saja minim setengah mati! Kok bisa-bisanya aku salting begini. Ada-ada saja.***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other One
RomanceSeorang gadis berpenyakit mengetahui bahwa dirinya telah jatuh cinta pada seseorang yang terlihat sama sekali tidak peduli dengannya, disamping itu, seorang pelajar lain meyimpan perasaan mendalam pada pada gadis ini, akankah Ia berpindah hati? atau...