Bab VIII

1.7K 114 13
                                    

Note: I plan to end this fanfiction on chapter XII, but it can change anytime.

"Kau tertawa, Tara Dupont, dan ini pertama kalinya aku melihatmu melakukannya."

Tara tertegun, berusaha mencerna kalimat itu sekaligus mencari penyangkalan. Nihil, ia tidak mendapatkan apa-apa karena apa yang dikatakan oleh Ken memang benar. Kapan terakhir kali ia bisa tertawa tanpa merasa sesak sejak kejadian itu? Satu-satunya pribadi yang mampu menghibur dan membuatnya tertawa lepas sejak kehilangan Tatsuya hanyalah Sebastien, sahabatnya. Benarkah ia baru saja dibuat tertawa oleh orang yang baru dua hari dikenal olehnya?

Yah, laki-laki itu baru saja menangkap basah dirinya. Tara hanya dapat memaksakan tawa sumbangnya sebagai penangkal, berharap atmosfir tidak menyenangkan yang dirasakannya di antara mereka segera berlalu.

"Baiklah, saatnya kembali ke urusan utamaku bersedia 'berkencan' denganmu. Kapan kau bisa datang ke studio kami untuk wawancara live streaming ?"

Ken menyentuh dadanya, menatap Tara dengan pandangan terluka dan berkata lirih. "Jadi kau bersedia berkencan denganku hanya karena itu? Apa aku semembosankan itu, Ms. Dupont?"

Akting Ken begitu menyakinkan, Tara yakin laki-laki itu sudah pantas mendapatkan piala Oscar jika saja dengusan geli tidak muncul di akhir tingkah melankolisnya itu. Tara tertawa untuk yang kedua kalinya, kali ini beriringan dengan Ken.

Yah, bahkan cara pria itu tertawa mengingatkannya pada...

"Ms. Dupont?"

"Ya?"

"Kau menangis?"

Saat itulah Tara menyadari sebulir air mata yang menitik dari sudut matanya dan mengalir menuruni pipinya. Ken buru-buru meraih saputangan di saku kemejanya dan mengulurkannya pada gadis itu. Tara bergeming selama beberapa detik, menatap bergantian Ken dan saputangan berwarna merah marun yang disodorkan kepadanya.

Tatapan khawatir Ken-lah yang pada akhirnya membuat Tara tersadar. Cepat-cepat ditariknya saputangan itu, lalu meringis tertahan. "Tidak, sepertinya ada sesuatu di mataku."

"Jangan digaruk!" Suara lelaki itu berubah tegas saat Tara menunjukkan gerak-gerik hendak mengusap sudut matanya. Dengan cepat Ken berdiri dari kursinya, kemudian berjalan mengitari meja hingga tiba di hadapan Tara. "Menghadaplah ke sini, dan tahan kelopak matamu dengan jari."

Tara yang masih bingung menurut. Ia tidak mengerti apa yang hendak dilakukan Ken, bahkan setelah lelaki itu menyejajarkan wajah mereka. Dengan sangat perlahan, Ken mulai meniup mata Tara. Hal itu terus dilakukannya beberapa kali, hingga akhirnya...

"Sudah lebih baik?"

"..."

"Ms. Dupont?"

"Ah... iya." Tara menjawab singkat. Butuh beberapa saat sebelum akhirnya ia menyadari jawabannya tidak terdengar menyakinkan sama sekali. Ditambah lagi tingkahnya tampak sama linglungnya dengan pasien yang baru tersadar dari efek anestesi total. "Iya, sudah lebih baik. Terima kasih, Ken."

Tara mengutuki dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia membiarkan orang asing yang bahkan belum diketahui namanya melihatnya menangis? Lagipula, laki-laki itu...

"Yuuto."

Seolah mampu membaca apa yang ada di pikirannya, Ken menyebutkan sebuah nama. "Kawamura Yuuto, itu nama asliku."

"Yuu...to?" Tara mengulanginya dengan pelan, entah mengapa lidahnya terasa kelu saat menyebut nama itu.

"Ya, Ms. Dupont?" Yuuto tersenyum lebar kepadanya. Untuk sekejap, semua keraguan yang memenuhi hati gadis itu menghilang. Menyisakan satu titik kecil.

Autumn In Paris : Sequel (Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang