Nina keluar dari mobilnya dengan air mata yang masih di keluarkan dari kedua matanya dan menatap langit yang sama gelapnya dengan keadaan hatinya saat itu.
Aku lelah, aku ingin segera tidur, batinnya melirih.
Nina membuka resleting tas miliknya dan mulai merogoh untuk mencari kunci rumah. Sengaja kunci rumah dibawa, karena dia tahu, hari ini Mama dan Papa sedang tugas di luar kota, sedangkan Kak Stefan pasti menginap dirumah temannya.
"Kemana, ya, kuncinya," Nina terus saja merogoh dan memutar telapak tangan kanannya kedalam tas birunya. Tapi, hasilnya nihil. Kunci itu tidak ada di dalam tasnya.
"Aku harus menghubungi Kak Stefan agar ia kembali kerumah dan memberiku kunci cadangannya,"
Akhirnya Nina menghubungi Stefan yang sedang menginap di rumah temannya.
"Kakak..."
"..."
"Minta kunci,"
"..."
"Aku lupa, padahal tadi aku ud-"
"..."
"Yaudah cepat ya, Kak,"
"..."
Stefan menutup telepon dari Nina dan Stefan bilang akan sampai dua jam lagi.
Aku harus menunggu dua jam lagi. Iya, dua jam lagi. Batinnnya. "Kemana perginya kunci itu, ya," lirih Nina.
Berselang sepuluh menit, handphone-nya berdering menandakan ada panggilan masuk.
"Hallo, Kak Ste-"
"..."
"Gue kira Kak Stefan."
"..."
"Iya maaf ya, Vin,"
"..."
"Mocca float-nya diminum Mba Eca?"
"..."
"Gue mau, ih,"
"..."
"Dirumah. Gue lagi nunggu Kak Stefan bawain kunci."
"..."
"Ngga tau, tiba-tiba ilang,"
"..."
"Ngga perlu, next time gue bisa minum lagi kok disana."
"..."
"Levin! Nanti lo repot lagian dikit lagi Kak Stefan pulang."
"..."
"Suka-suka lo, deh!"
Nina menutup telepon dari Levin. Levin ingin kerumahnya? Hanya untuk membawakan mocca float?
Aneh. Batinnya.
Dan benar saja, Levin datang dengan ninja merahnya sendirian membawa kantung kecil yang sudah diduga berisi mocca float.
"Eh, lo mau belajar gila ya, Vin?" Nina berdiri dan menghampiri Levin.
"Gila mencintai kamu." Jawabnya singkat sambil buru-buru memparkirkan ninjanya.
"Seterah lo!" Nina berjalan kearah kursi yang berada di samping rumahnya.
"Ini pesenannya, Tuan Puteri." Levin setengah berteriak dan berlari mengejar Nina.
"Apaan sih, Vin, Levin alay sekarang,"
"Lo harus jelasin kenapa tadi pulang duluan sebelum mocca float buatan Mba Eca datang!" -Levin memberi kantung yang dibawanya sejak tadi kepada Nina- "Apa Mba Eca bikinnya kelamaan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Takdir
Teen FictionSenyum itu harus kudapatkan kembali. Senyum yang dulu pernah kuukir yang pernah kubuat sedemikian rupa. Dia adalah karya filsafat yang tak bisa kumengerti karna hanya kubaca. Tapi kesalahanku adalah hanya membaca dirinya saja tanpa dimengerti. Aku m...