[5] Siapa Yang Salah?

76 5 0
                                    

Hari demi hari berjalan seperti biasanya, tanpa perubahan. Tapi, pikiran yang berputar tetap saja berputar di dalam kepalanya itu. Kisahnya seperti terkurung dalam pikirannya, seperti berada dalam kurungan yang tak bisa dibuka lagi kecuali oleh pengurungnya, kecuali seseorang yang mengurungnya kisah itu sendiri.

Apa yang lebih menyakitkan dari jarak?
Kau dekat, namun tak tersentuh.
Kau dekap, namun perasaan jauh.

Sepenggal kata-kata yang dilihat dari akun Kharisma itu sekarang membuatnya berpikir, jarak memang sudah membuatnya jauh dari orang-orang yang ia sayang. Ia benci jarak. Jarak sudah memotong garis yang telah ia buat bersama orang yang ia sayang, sehingga garis itu terpotong menjadi dua bagian yang saling berpisah.

"Lo lagi liat apaansih?" Aryo tiba-tiba mengagetkan adiknya yang sedang membaca quotes itu di handphone.

"Kebiasaan deh kalau masuk ngga pernah buka pintu, huh," Lila memajukan bibirnya sedikit.

"Iya iya maaf, Dek, tadi tuh gue udah manggil-manggil, tapi, elo kayaknya lagi agak bolot dan suara gue jadi ngga kedengeran," celoteh Aryo merasa dirinya salah namun tidak salah.

"Guntur lagi?" tambah Aryo.

Lila memang selalu menceritakan tentang siapapun dan apapun kepada Abang satu-satunya itu yang sangat ia sayangi. Begitupun sebaliknya.

"Harus kasih pencerahan apalagi, ya, sama adik yang satu ini," Aryo memandangi langit-langit kamar Lila.

"Kalau gue nanti jadi jodoh dia, gue harus ceritain semua kegalauan gue pas dia ngga ada." Lila ikut memandangi langit-langit kamarnya dan mulai berimajinasi.

Bibir Aryo melebar, tertawa terbahak-bahak menertawakan perempuan yang berada di sampingnya saat ini, "hahaha, jodoh? Jodoh nih yakin? Sumpah ya, La, kalo itu beneran, gue pasti ketawain elo berdua, no limited deh!"

Lila tertawa juga, "no limited? Gasalah, Bang? Tidak terbatas, right?"

"Maksud gue tidak terlewatkan, 'kan sama aja, ih," ucap Aryo.

"Udah, lo ngga perlu mikirin Guntur lagi, La. Udah cukup lo disakitin kemarin-kemarin sama dia dan pas udah sakit banget dia malah ninggalin lo gitu aja, apa pantes buat selalu dipikirin?" tambah Aryo.

"Gue harus ngapain, Bang?"

"Gini ya, cowok yang suka sama lo itu banyak sebenernya, mungkin cowok-cowok yang suka sama lo gamau deket sama lo gara-gara lo masih terus-terusan mikirin cowok pengecut itu, ubah diri lo, gue gamau lo mikirin dia terus, La,"

"Jadi, lo nyuruh gue cari cowok?"

"That's right, La." Aryo mengusap kepala adiknya itu.

Aryo meninggalkan Lila sendirian di kamar. Lila membuka handphonenya dan entah kenapa ia malah ingin memutar salah satu lagu koleksinya.

Sering ku bertanya...
Tentang kau disana...
Apa kau rindukan diriku...
Karna diriku rindukan dirimu...

Jika ini yang terjadi...
Kau t'lah bersama seseorang disana...
Aku sungguh patut membenci kamu...
Karena kau t'lah hancurkan hidupku...

Tepat sekali. Lagu yang sengaja diputar ini sangat menggambarkan isi hatinya saat ini. Lagu itu untuk Guntur.

---

"Mau apa lagi?" Wajahnya merah padam seperti ingin membunuh orang yang ada di hadapannya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mau apa lagi?" Wajahnya merah padam seperti ingin membunuh orang yang ada di hadapannya itu.

"Kamu jangan pergi lagi, Gun, aku mohon," isak perempuan yang berada di hadapannya.

"Jangan pergi? Cukup, La, kamu gausah nangis, stop, jangan keluarin air mata lagi dan jangan memohon lagi,"

Lila mendekat, "dia bukan siapa-siapa aku, Gun. Please, percaya sama aku,"

"Apa lagi, La? Aku capek pacaran kayak gini!!!"

"Kamu bilang capek? Oke, kamu capek, apalagi aku yang selalu berusaha hubungin kamu kalau aku lagi sibuk, sedangkan kamu? Apa pernah kamu mau hubungin aku kalau lagi sibuk?" Lila memalingkan wajahnya.

"Kamu selalu ngerasa paling berjuang, La," Guntur menatap sinis.

"Paling berjuang? Yes, apa salah aku bilang gitu? Itu fakta, kan, Gun?" Lila tersenyum sinis menatap laki-laki yang masih berdiri di hadapannya itu.

"Hubungan ini, tuh, buat saling bukan paling. Hubungan ini buat saling sayang, saling ngertiin, saling perhatian, bukan merasa paling berjuang, ngerti?"

Lila menunduk, "iya, aku salah. Maafin aku, Gun,"

"Kalau daridulu kamu suka sama Vino, ngapain kamu dulu minta kenalan sama aku lewat dia?"

"Udah banyak laki-laki yang Vino kenalin, tapi, hati aku cuma mau sama kamu, Gun,"

"Aku bisa baca mata kamu, La, di dalam hati kamu tuh ada dua orang yang kamu simpan, satu aku dan satu dia, kamu sadar?"

"Ng..ng..."

"Udahlah, cukup. Berubahlah, La, pilih satu yang terbaik untuk kamu. Aku pergi. Jarak ngga pernah boong, kalau aku emang udah ditakdirin sama kamu, garis jarak yang putus dan terbelah ini pasti akan jadi satu dan saling mencari," Guntur tersenyum dan memeluk Lila.

Guntur mengantarkan Lila pulang kerumah. Selama diperjalanan pulang, Lila terus saja menangis tanpa henti. Sebenarnya Guntur sangat sayang kepada perempuan itu, tapi, Guntur harus menjaga hati Vino.

---

Lagi-lagi ia mengingat kejadian itu. Kejadian terakhir dirinya bersama pengurung kenangan itu. Sampai sekarang, Lila tidak pernah mengetahui apa alasan Guntur meninggalkannya.

Apa benar yang dulu Guntur pernah katakan? Keegoisan? Menyimpan dua hati? Merasa saling berjuang? Jadi aku salah?, batin Lila.

Harus kalian tahu, Lila selalu meluangkan waktunya untuk Guntur. Sedangkan Guntur seperti tidak menganggap Lila sebagai kekasihnya. Hal itulah, yang membuat Lila beranggapan bahwa dirinya yang selama ini paling berjuang.

Padahal selama menjalin hubungan dengan Guntur, ia jarang merasakan kebahagiaan bersama laki-laki itu. Justru kesedihan yang paling banyak menimpanya saat hubungan itu ia jalankan. Tapi ia selalu tetap bertahan dan bertahan.

***

Jangan lupa senyum para pembaca!!!

Untuk TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang