[6] Andre Kembali?

73 6 0
                                    

Lorong SMA terbesar di daerahnya itu riuh dengan kegaduhan suara para remaja sebayanya. Saat Lila berusaha melewati kerumunan anak-anak kelas dua dan melihat bahu Vino, ia berlari dan mencubit lengan Vino.

"Aduh," kata Vino, membalas cubitannya. Lila baru saja ingin menghela napasnya untuk memulai bertanya tentang Guntur, tapi laki-laki di hadapannya itu malah mulai menyambar.

"Apa lo bakalan percaya? Akhirnya dia jadi pindah ke Jerman!"

"Andre pindah ke Jerman?" Lila bisa menebak siapa yang pindah ke Jerman, karena selama ini memang Andre yang selalu pindah sekolah.

"Andre terus, Andre lagi, Andre terus. Hahaha." Vino tertawa saat tebakan Lila itu salah.

"Gue mulai curiga, nih. Udah udah gaperlu dilanjutin lagi karena gue udah tau siapa orangnya," Lila memajukan bibirnya dan baru saja ingin setengah berlari.

Vino menarik tangannya, "yeah, well, imajinasi lo bener banget,"

"Kenapa imajinasi? Ini real bukan imajinasi,"

"Emang siapa?"

"Guntur, kan?" Lila mendekatkan tubuhnya agar bisa berbisik.

"Bukan"

"Bukan? Lalu siapa?"

"Guntur Permana mantan Lila Novela yang susah banget buat dilupain!" Vino mengangkat alisnya saat mengucapkan kata terakhir.

"Guntur pindah ke Jerman?"

"Iya," jawab Vino datar.

"Lalu?"

"Lalu apa?"

"Kok bisa pindah kesana?"

"Udah gue bilang, dia pindah,"

"Bukan itu, kenapa bisa pindah?"

"Kenapa nanyain?"

"Nanya aja gaboleh?"

"Boleh."

"Yaudah jawab, apa alasannya pindah?"

"Dia salah satu anak beruntung disekolahnya,"

"Beruntung?"

"Dia salah satu anak pertukaran pelajar yang beruntung untuk pindah ke Jerman."

"Hebat, ya,"

"Ngga sedih?"

"Kenapa sedih?"

"Kan mantannya mau pindah ke Jerman,"

"Bodoamat,"

"Tuhkan, pasti sedih,"

"Sedih bisa bikin gue ngelupain dia, ngga?"

Vino hanya mengangkat bahunya.

"Jawab!" Lila menggoyang-goyangkan bahu Vino.

"Ada kabar bahagia dibalik kabar sedih ini,"

"Tunggu,"

"Kenapa?"

"Kok kabar sedih?"

"Iya, lo tuh pasti sedih karena nanti Guntur bisa ketemu sama cewek keturunan Jerman. Hahaha."

"Lo belum tau?"

"Apa?"

"Gue keturunan Belanda,"

Vino tertawa terbahak-bahak mendengarnya, sampai buku yang dipegangnya saja, sama sekali tidak ingin dibacanya lagi karena tatapan dan tawa perempuan di hadapannya itu sangat berharga untuk dilewatkan.

Untuk TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang