"Kaka kelas yang tadi siapa ya, Na?" Tanyaku pada perempuan yang sedang duduk tepat di sampingku."Gatau La, palingan cuma sok kenal aja," jawab Nina santai.
Nina atau Nina Kusuma Putri, sahabat Lila yang paling solid, baik, cantik, jujur, pintar dan bagi Lila sahabatnya ini gaada duanya hahaha. Nina juga keturunan bule*kata Lila*. Engga kok boong hahaha Nina asli Jakarta cuma kulitnya putih banget ya gak beda jauh lah sama Bule yang suka ngejemur.
"Kenapa lo La? Ha? Gak lagi terbang gara-gara cowok kan? Hahaha." Tanya Nina penasaran.
"Udahlah lumayan dapet kenalan kaka kelas," tambah Nina.
"Kalo cowo, ganteng, pinter, baik dan paling penting setia sih gapapa. Lah ini baik sih kayaknya tapi cewe. Bisa apa gue? Lesbi? Hahaha oon dasar," cubitan Lila mengenai paha Nina.
"Awwww...biarin sih udah ah masuk," ucap Nina dan menarik Lila memasuki kelas.
Semenjak kejadian itu, kita jadi deket, dia sering banget curhat tentang cowo. Dan sampe sekarang kita deket banget udah kayak adek kakak beneran.
Flashback off
---
*Bel masuk*
Pelajaran pertama dikelas sebelas hanya disambut berbagai celotehan Guru yang tidak penting. Dan momen paling ditunggu adalah perkenalan Wali Kelas yang baru. Semua pasti penasaran sama Wali Kelas yang baru.
Wali Kelas baru masuk.
"Haiiii, Selamat Pagi,"
"Dih, Ibu ngapain, Bu? Ini kelas Sebelas bukan kelas Sepuluh," teriak Ajai yang duduk paling belakang.
"Ih biarin suka-suka Ibu, lagian juga ini kan emang udah peraturannya Ibu di kelas ini lagi,"
Suara bisik-bisik pun mulai terdengar berisik.
*ih kok dia lagi sih*
*ih males banget nanti ribet*
*ahelah dia mulu gils dua tahun*
*betah amat sih sama kita*"Pada seneng kan Ibu jadi Wali Kelas lagi? Hahaha." Tanya Bu Lina dengan sedikit tawa.
"Emmmm uh seneng banget Bu, iya seneng," jawab anak-anak terpaksa.
Author POV
Jangan kaget ya. Mereka bukannya kurang ajar sama Guru, tapi emang Bu Lina itu Wali Kelas mereka satu tahun yang lalu. Sekolah mereka sistemnya ngga pernah pisah kelas, artinya temen-temen sekelasnya ya itu-itu aja sampai tiga tahun. Maylina atau Bu Lina adalah Guru Sastra di Sekolah mereka. Bu Lina ini tipe yang baik, asik, cantik, tapi jangan buat dia marah ya hahaha.
*Selesai pelajaran*
*Bel istirahat*
"Jajan yuk, Na," ajak Lila.
"Males tapi yaudahlah ayuk,"
"Halah emang dasar laper aja lo gausah sok males deh," ucap Lila lalu menarik tangan Nina.
"La, liat La ada Kak Satria, yaampun ganteng banget!" Nina menarik baju Lila dengan tatapan kearah Kak Satria.
"Yaampun yaampun Nina!" Lila menoleh dan mengikuti arah pandangan yang ditunjuk Nina. "Duh, perut gue kayaknya gajadi laper deh,"
"Iya, kenyang nih jadinya. Aduh, Kak Satria yaampun lo ganteng amat sih!" ucap Nina terus memandangi wajah tampan Kak Satria.
Saat Lila dan Nina sedang memesan makanan, Kak Satria berjalan tepat disamping mereka berdiri dengan membawa makanan yang sangat banyak sehingga membuat satu cikinya terjatuh ke lantai tanpa Satria sadari. Dan tanpa disadari juga, Lila melihatnya.
Duh, kebetulan nih, gue ambilin ah, batin Lila.
"Kak Satria!" Lila berusaha mengejar Satria yang belum lumayan jauh.
"Iya kenapa?" Satria menoleh dengan muka heran kearah Lila.
"Ci...ki...nya ta..di ja...toh...." Jawab Lila gugup karena tidak sanggup melihat mata coklat itu.
Satria melihat dan menghitung makanan yang dibawanya.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam.....oh iya kurang satu,"
"Ini, Kak," Lila memberinya.
"Oh, oke thanks," ucap Satria dan meninggalkan Lila.
---
"Lo darimana, La?" Tanya Nina heran.
"Lo sih makan mulu sampe ngga ngeliat cikinya Kak Satria jatoh!" jawab Lila menyeruput es nya.
"Mana sini biar gue aja yang balikin!" paksa Nina menggoyangkan badan Lila.
"Ih udah telat, lebay amat sih,"
"Ih lagian bukan bilang dulu,"
"Udahlah siapa tau besok cikinya jatuh lagi hahaha." Tawa Lila memecahkan suasana.
Merekapun tertawa bersama-sama.
*Bel pulang sekolah*
"Lila, balik ngga? Ayok sekalian!" teriak Dani memberhentikan sedan merah miliknya itu.
"Gausah, Dan, gue dijemput," tolak Lila.
"Yaudah gue duluan,"
"Iya hati-hati." Jawab Lila melambaikan tangan.
Sebenarnya Lila tidak dijemput, tapi hari ini Lila sedang ingin sendiri. Gara-gara ingatannya semalam, dia jadi ingin memikirkannya lagi sebentar. Tapi, otaknya memaksa untuk tidak memikirkannya.
---
"Assalamualaikum, Ma"
"Waalaikumussalam,"
Aryo tiba-tiba turun dari anak tangga. "Gimana, Dek?"
"Dih, kok elo ngga kuliah, Bang? Ih bukannya tadi jemput gue!" dengus Lila.
"Engga, lagi kosong kuliah hari ini. Gimana dek?"
"Gimana apaan?"
"Si Tiara."
"Oh, tadi tumben tuh gue ngga ketemu sama dia seharian, Bang."
"Lo punya kontak BBMnya ngga? Pasti ada nih ngga mungkin ngga ada," Aryo terus saja memaksa.
"Iya ada. Eh, tapi ada syaratnya,"
"Apa apa? Coklat? Cupcake? Lo mau apa?"
"Engga gue gamau makanan,"
"Trus?"
"Anter jemput gue setiap hari gamau tau!"
"Dih kalo gue ada kuliah gimana?"
"Mikir sendiri lah,"
Lilapun berlari menaiki tangga dan menuju kamar.
Ribet banget ih inimah malah dijadiin kesempatan nih sama si Lila, batin Aryo.
***
Jangan lupa senyum para pembaca!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Takdir
Fiksi RemajaSenyum itu harus kudapatkan kembali. Senyum yang dulu pernah kuukir yang pernah kubuat sedemikian rupa. Dia adalah karya filsafat yang tak bisa kumengerti karna hanya kubaca. Tapi kesalahanku adalah hanya membaca dirinya saja tanpa dimengerti. Aku m...