Hari kedua kembali bersekolah masih terlihat seperti biasanya. Pagi yang cerah, matahari pagi yang selalu tersenyum pada dunia, pohon-pohon yang berhembus menyejukkan pemandangan dan memori yang sengaja berputar dalam pikirannya masih saja tidak mau pergi.
Sampai pada hari ketiga, sangat terlihat berbeda sekali. Walaupun pagi masih cerah, matahari masih tersenyum, pohon masih berhembus membuat sejuk pemandangan, bahkan ingatannya masih saja berputar. Namun matahari pada hari itu terlihat lebih mengembangkan senyumnya seperti senyum Lila yang mengembang pada hari itu.
Lagi-lagi ia mengingat mantan kekasihnya itu. Namun ia tersenyum seperti matahari karena ia sedang memikirkan bagaimana kebahagiaan yang Guntur berikan kepadanya dulu tanpa memikirkan bagaimana laki-laki itu mematahkan hatinya.
Gue capek mikirin kesalahan dia terus, mendingan sekali-kali gue mikirin masa-masa bahagia gue sama dia, batin perempuan itu tersenyum sambil menyeruput es yang ia pesan di kantin.
Lila ingat bagaimana kebahagiaannya bersama pengecut itu. Pengecut yang dulu berhasil mengambil hatinya dan dikembalikan saat hati itu sudah patah. Tapi, bagaimana mungkin hati itu sembuh, karena sepotong hati yang patah hanya bisa utuh seperti semula oleh pematahnya sendiri.
"Eh, lo bengong aja, mikirin Guntur?" ucap Nina mengagetkan lamunannya itu.
"Eng...engga ih ngapain gue mikirin pengecut gitu!"
"Yah, elo masih aja boong ih, jelas-jelas semalam lo cerita kalo lo lagi mikirin masa-masa bahagia lo sama dia, walaupun ngga mau inget orangnya sama kejahatannya hahaha." Nina melepaskan tawanya.
"Na, emang hati kalo udah patah cuma bisa disatuin lagi sama pematahnya, ya?"
"Iya bener banget. Tapi, ada juga yang sembuh sama oranglain, ya tergantung Takdir Tuhan aja, sih,"
Nina memesan makanan di kantin dan menatap Lila dengan rasa kasihan. Bagaimana tidak? Kisah percintaan Lila sangat berbanding terbalik olehnya. Nina memang pernah merasakan kisah sesedih dan seremuk itu, tapi Nina adalah sosok yang bodo amat dan sangat cepat melupakan hal yang sebegitu remuk menurutnya. Tapi, bagi Lila, hal seperti ini adalah hal yang sangat sulit untuk dilupakan.
"Lo cantik La, mendingan lo ngga usah mikirin masalah kayak gini lagi!"
"Gue udah nyoba buat ngga mikirin hal ini terus-terusan, Na, tapi memori ingatan gue kayak sengaja berputar di pikiran gue," Lila menunduk.
"Minta bantuin tuh sama Vino, minta cariin cowok lagi sama dia. Kan temen dia oke oke semua." Nina berharap kali ini Lila akan menurutinya.
"Engga deh. Vino mah ngga pernah bener nyariin buat gue. Cowok yang dia cariin buat gue, selalu gue terus yang merjuangin. Harga diri gue jadi rendah banget di mata temen-temennya." Lila masih menunduk dan mengingat kejadian kemarin-kemarin.
Memang benar, Vino selalu mengenalkan semua temannya yang menurutnya adalah tipe yang Lila incar. Dan itu semua membuat Lila menjadi tertarik tanpa menolak satupun laki-laki yang Vino kenalkan. Apalagi Andre, laki-laki yang pertama kali ditatap begitu dalam olehnya. Laki-laki yang membuat pandangannya seperti sedang melihat sebuah karya terindah yang Tuhan ciptakan. Sosoknya memang gagah, tampan, pintar dan apalagi Andre tipe orang yang ramah dan tidak dingin seperti Guntur. Namun Tuhan seperti tidak menyetujui kedekatannya itu. Sampai baru saja satu bulan kedekatannya, Andre harus pindah dan melanjutkan sekolahnya ke London.
Dan datanglah Guntur, laki-laki yang ditatapnya sama seperti menatap Andre. Namun, kehendak Tuhan masih sama, seperti kurang menyetujui. Tapi, kali ini Tuhan seperti memberi kesempatan untuknya agar merasakan kebahagiaan sebentar bersama Guntur. Empat bulan mereka menjalin hubungan ditambah kedekatannya berkenalan selama dua bulan. Memang itu waktu yang lumayan cukup lama, apalagi sekarang Lila harus melupakan kebahagiaannya bersama Guntur yang selama enam bulan mereka lalui itu.
Dalam keramaian kantin, Lila melihat dua orang sedang berjalan menuju tempat dimana ia dan Nina sedang duduk. Lila melirik meja di sebelah tempat duduk mereka. Dan benar saja meja itu belum ada penghuninya. Firasat Lila, dua orang yang sepertinya sepasang kekasih itu pasti ingin duduk di meja tak berpenghuni itu.
"Yuk ah, Na, masuk kelas. Makanan lo udah abis kan?" ajak Lila yang enggan melihat pemandangan yang akan ada di samping mejanya itu.
"Udah, tapi nanti dulu dong La, gue masih kenyang dan masih susah buat jalan,"
Merasa kasihan pada Nina, akhirnya Lila memutuskan untuk duduk disitu selama beberapa menit saja dan pasrah akan kehadiran dua makhluk yang dibencinya itu.
Mereka adalah Revo dan Mela. Lila sangat benci pada Mela karena tingkahnya itu sangat menjijikan baginya walaupun tidak meresahkannya. Dan ditambah Revo, laki-laki tampan kedua setelah Satria di sekolahnya itu. Ia pernah jatuh cinta pada Revo saat tiga bulan lalu saat dirinya juga sedang menjalin hubungan dengan Guntur. Lila memang belum sempat berkenalan dengan Revo, apalagi untuk mengenal Revo lebih dekat, tapi Revo terlanjur memilih perempuan seperti Mela.
"Duh rame banget ya sayang," ucap Mela sambil terus memegang pergelangan tangan Revo.
"Yaiyalah sayang, inikan kantin bukan kuburan," jawab Revo tertawa sesekali memandang wajah kekasihnya itu.
"Duduk disitu aja yuk sayang." Mela menunjuk meja yang tak berpenghuni itu.
"Kamu mau pesan makanan apa?" tanya Mela beranjak pergi memesan makanan.
"Apa aja seterah kamu sayang."
Duh makin jijik aja ih ngeliat mereka berdua, batin Lila.
Sebenarnya mereka berpacaran seperti kekasih pada umumnya. Namun karena Lila pernah jatuh cinta pada Revo, itulah yang membuat Lila begitu membenci pasangan itu. Lila ingat bahwa hampir semua teman-temannya tau bahwa Lila menyimpan rasa pada Revo. Dan mulut-mulut jahil teman-temannya pun terdengar sampai telinga Revo. Tapi Revo seperti tidak perduli dan hanya menganggap hal itu hanyalah gosip.
Kalau dulu gue ngga bisa dapet balasan rasa yang sama dari elo, mungkin sekarang gue bisa bikin lo nyesel sama gue, tapi nanti, batin lila dengan penuh kekesalannya.
Lila termasuk perempuan yang cantik diantara teman-temannya dan perempuan yang cukup famous di sekolahnya. Karena Lila adalah keluarga Agraha, anak dari seorang ketua yayasan sekolahnya dan apalagi dirinya itu adalah adik dari mantan Ketua OSIS paling tampan di sekolahnya yaitu Aryo Putra Agraha.
Ada satu keganjalan dihati Lila. Ia selalu bertanya-tanya, mengapa cintanya selama ini tak pernah terbalas dan walaupun terbalas ia juga yang harus mati-matian berjuang untuk mempertahankan siapapun laki-laki yang menjadi kekasihnya.
***
Jangan lupa senyum para pembaca!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Takdir
Fiksi RemajaSenyum itu harus kudapatkan kembali. Senyum yang dulu pernah kuukir yang pernah kubuat sedemikian rupa. Dia adalah karya filsafat yang tak bisa kumengerti karna hanya kubaca. Tapi kesalahanku adalah hanya membaca dirinya saja tanpa dimengerti. Aku m...