Dari dua ratus tempat yang paling sering dikunjungi manusia, aku paling benci rumah sakit. Di rumah sakit, ada banyak Sang Kematian yang bekerja. Mengambil nyawa yang telah dipinjamkan oleh Tuhan, dengan cara yang baik dan indah, atau dengan cara yang paling menakutkan sekaligus. Saat usiaku kira-kira lima tahun, Ayah mengajakku ke rumah sakit. Saat itu, kata Ayah, gigi susuku yang bolong di sana-sini harus diperiksa. Aku tidak tahu apa itu rumah sakit. Aku menurut pergi layaknya anak penurut lainnya. Namun, saat aku pertama kali melangkahkan kaki ke rumah sakit, aku melihat ada banyak sosok aneh yang hanya bisa kulihat, tidak ayah. Mereka hampir serupa dengan manusia, hanya saja dengan aura yang berbeda, lebih suci, lebih kultus, lebih dingin.
"Lizzy, Oma sudah tiga bulan ada di rumah sakit ini. Aunty hanya menjenguknya sepekan sekali. Kau kenal Om Angga, dia tidak suka aku menjenguk maminya," jelas Aunty membuyarkan lamunanku.
"Oh ya."
Om Angga yang ia maksud adalah anak kandung Oma Meera. Oma Meera adalah kakak dari Oma kandungku dari baris ibu. Oma Meera hanya memiliki satu anak laki-laki, Om Angga itu. Namun, ia sangat menyayangi mamaku dan kedua saudarinya seperti anak-anaknya sendiri. Aku tidak terlalu dekat dengan Om Angga, ia tidak pernah bertemu kami semua saat berkumpul di rumah Oma Meera. Baru kuketahui sebabnya kemudian, ini karena peraturan "matrilineal" dalam keluarga kami. Kami bukan berasal dari Sumatera Barat, tetapi keluarga kami menganut sistem matrilineal, termasuk dalam hal warisan dan pemberian nama belakang. Kami semua harus bernama belakang Vander, nama keluarga ibu kami. Jadi nama lengkapku Elizabeth Jasmina Vander seharusnya, entah mengapa ayah bersikeras memberikan nama belakangnya untukku.
Meera Agustinus Vander, nama itu terpampang jelas di papan depan ranjang Oma Meera. Oma begitu cantik, begitu memukau, dan penuh senyum. Bagian lain yang kuingat adalah tumpukan bolu kayu manis dan coklat hangat yang selalu ia sediakan untukku, Aunty Pam, Mama, dan Aunty Eve setiap natal dan idul fitri. Keluarga kami beragam, karena itu kami selalu merajut kebersamaan saat hari besar keagamaan.
"Apa kabar, Mami?" Tanya Aunty Eve sambil meletakkan tangannya di atas tangan Oma Meera.
"Kau lihat mata tuaku dan tubuh rentaku, Evalia, tidak akan bertahan selamanya," jawabnya. Ia lalu melirik ke arahku, "Cucuku yang cantik, cucuku yang malang, apa kabarmu, Elizabeth?" tatapannya seakan memerintahkanku untuk mendekat.
"Aku baik, Oma." Kudekati Oma Meera dan kubelai lembut tangannya yang dingin dan tertusuk jarum infuse.
"Jaga dia baik-baik, Evalia, keturunan kita berada di tangannya. Jangan sampai kau kehilangan dia."
"Ya, Mami."
"Dengarkan aku, sayang, menjadi pembaca sang kematian adalah tugas dan amanah yang besar. Kau, Pamela, dan adikku Betsy telah ditakdirkan untuk itu, terimalah baik-baik." Mata tua Oma menatapku penuh cinta namun bijak.
"Ya, Oma."
Namun, keadaan Oma yang nampak stabil dan normal ini tidak berlangsung lama. Ia lalu mulai agak kacau. Ia mengingat bahwa ia belum menyetrika jas suaminya, padahal ingin dipakai besok. Ia lalu menyuruh Aunty Eve untuk menelepon rumah agar jas suaminya disetrika. Padahal, suami Oma sudah meninggal, bahkan sebelum aku lahir. Tak lama Oma meracau tentang ketidak setujuan Aunty Pam ingin kuliah di luar negeri. Ia banyak meracau. Seperti kaset yang diputar ulang, satu per satu rekaman kehidupannya terbaca olehku.
Hampir seharian kami berada di rumah sakit. Oma Meera lama berbincang berdua dengan Aunty Eve, entah masalah apa, aku tidak tahu. Aku berada di taman rumah sakit sambil menunggu mereka selesai mengobrol. Kuambil secarik kertas tisu dan kugambar dengan pensil sebesar kelingking yang kutemui di bawah kursi taman rumah sakit. Ini kegemaranku sejak kecil, melukis di saat senggang. Apa saja kulukis. Kucing kecil yang baru lahir, air mancur taman, hingga anak kecil dengan kursi roda. Anak kecil yang terlihat sangat kurus dan pucat. Roda depan kursinya terjepit sehingga ia tidak bisa bergerak. Kubantu ia memindahkan batu yang menghalangi roda depan kusinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GADIS PEMBACA KEMATIAN
ParanormalAda yang bilang kematian adalah awal yang baru dari kehidupan yang lebih baik, tetapi ada juga yang bilang kematian adalah gerbang menuju surga. Keduanya salah. Setelah kematian, seseorang tidak akan kembali hidup lagi, juga tidak pergi ke surga. Me...