Peraturan, oknum, dan hukum. Di depan TV Rere sedang memikirkan ketiga hal itu. Kemudian ia menggeleng pelan dengan bibir melengkung ke bawah. "Semua itu bisa tunduk dengan mudah di bawah uang." Dipandangnya cincin emas polos yang melingkar di jari manis kanannya.Kembali dia membayangkan pernikahannya tadi. Dia menyiapkan semua berkas yang diminta. Begitu juga Kenzo yang berkasnya sudah disiapkan oleh pengacara pria itu sendiri. Lalu hanya memberikan semua berkas itu, dia langsung dinikahkan dan nama mereka tercatat sebagai suami istri yang sah di mata negara dan agama hanya dalam sekejapan saja.
Sementara, diluar sana banyak yang harus mendaftarkan jauh-jauh hari terlebih dahulu jika ingin menikah. Mendadak juga, setidaknya satu minggu sebelum hari H. Tapi dia dan Kenzo? "Uang ... uang ... uang. Semua urusan bisa selesai cepat kalau sudah diselipkan uang! Yaah ... koruptor aja masih bisa makan enak di penjara. Bisa berleha-leha di sana. Apalagi ini hanya soal nikah. Beeuuh! Sekali jentikan jari." Rere menjentikan jarinya. "Semua selesai."
"Kamu ngomong apa?"
Rere gagap lantaran terkejut. Sepertinya dia harus membiasakan diri jika dia sekarang tidak tinggal sendiri.
Kenzo yang sejak mereka resmi menjadi sepasang suami istri terhitung pagi tadi, langsung pergi dan baru pulang malam ini. Rere memutar kepalanya mencari jam. Dia bahkan tak tahu ini jam berapa.
"Saya nanya. Re-Re!" tekan Kenzo membuat Rere langsung menggeleng. Dia lupa jika Kenzo tadi bertanya padanya.
"Nggak ngomong apa-apa kok, Tu-An!" jawab Rere juga menekan kata tuan. Membuat manik coklat milik Kenzo berputar jengah.
"Ini jam berapa?" tanya wanita itu lalu berdiri.
"Kenapa? Mau menginterogasi saya, kenapa baru pulang jam segini?" Entah mengapa Kenzo menjadi begitu sensitif jika sudah berhadapan dengan Rere.
Rere mengerjap polos. "Boleh saya nanyain gitu?"
Kenzo menggeram, mengepalkan tangannya gemas. "Jam sembilan, dan jangan tanya apapun lagi. Cukup ke dapur dan masakan saya sesuatu." Kenzo langsung duduk menggantikan posisi Rere.
Bibir atas wanita itu mengerucut miring. Balasan Kenzo selalu menjengkelkan. "Masak apa?" tanya Rere malas-malasan.
Kenzo menatap Rere sinis. Melihat bagaimana sikap wanita itu, dia yakin Rere memiliki bibit pembangkang. "Apa yang bisa kamu masak dan rasanya harus enak!" Lalu dia gerakan dagunya memberi tanda pengusiran untuk Rere.
Tak memiliki kemampuan untuk memaki. Rere langsung ke dapur. Dia pikir Kenzo sudah makan, jadi tadi dia hanya memasak nasi goreng saja yang paling mudah dan cepat untuk dirinya sendiri.
"Ingat, yang enak!" teriak Kenzo membuat Rere semakin bersungut kesal.
"Tapi isi kulkas tinggal ini-ini aja." Rere diam menanti respon Kenzo. Tapi tidak ada jawaban dari pria itu membuat bahunya sedikit merosot.
Wanita itu kemudian mengeluarkan daging sapi, buncis, wortel dan jamur. Sisa bahan makanan yang ada di dalam kulkas ia gunakan semua. Senyumnya kemudian mengembang lebar. Walau dia sudah makan, tapi melihat bahan makanan yang ada di depannya membuat ia lapar kembali.
"Okey! Mari masak." Rere bersemangat.
Beberapa saat kemudian. Thin Sliced Beef Steak sudah Rere hidangkan di atas meja makan. Walau menggunakan bahan makanan yang tinggal sisa-sisa penghabisan. Rere yakin rasa masakannya tetap nikmat. Ia bagi ke dalam dua piring Thin Sliced Beef Steak. Satu untuknya dan yang satu lagi untuk Kenzo.
"Sudah masak?" tanya Kenzo yang tertarik untuk beranjak dari ruang TV saat membaui aroma wangi.
Segera ia mendekat ke meja makan, menghirup aroma masakan Rere yang begitu menggugah selera. Dia kemudian mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengagumi masakan Rere.

KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Your Fault
RomanceSebagian sudah diunpublish Ebook : https://play.google.com/store/books/details?id=leQvDwAAQBAJ Berawal dari One Night Stand yang tidak Rere sadari. Akhirnya ia dinikahi oleh Kenzo dengan tujuan masing-masing. Beberapa minggu menikah. Akhirnya mere...