Bab Sepuluh

151K 8.8K 133
                                        

Rere meraih kunci motornya lalu melewati Kenzo begitu saja. Di ambang pintu yang terbuka dia berbalik dan melihat Kenzo yang masih terus memperhatikannya. "Mau pergi, kan? Ayo keluar," ujar Rere menurunkan pandangannya saat Kenzo terus melihatnya dengan sorot yang tak ia mengerti. Ada marah dan meremehkan di sana.

"Aku nggak suka kamu bersikap seakan kamu adalah bos di sini." Kenzo menanggapinya dengan geraman marah. Dia mendekati Rere lalu menarik tangan wanita itu keluar dari apartemen kecil Rere yang membuatnya merasa pengap karena sempit.

Dengan kasar ia tarik kunci apartemen yang bersatu dengan kunci motor Rere. Dikunci apartemen wanita itu dan ia kembali menarik Rere tanpa kelembutan sama sekali. Sementara Rere hanya diam menuruti Kenzo. Ia bahkan berusaha mensejajarkan langkahnya dengan pria itu namun gagal. Alhasil ia nampak terseok-seok menderita.

Bukannya menarik wanita itu ke arah deretan motor, Kenzo membawa Rere ke mobilnya membuat Rere meratap bingung. Membuka pintu untuk wanita itu dan langsung mendorongnya ke dalam mobil di kursi penumpang samping kemudi.

"Motorku gimana?!" teriak Rere  memperhatikan Kenzo yang memutari kap depan mobil hingga pria itu duduk di sebelahnya.

Kenzo hanya diam. Tangannya bergerak menghidupkan mesin mobil, lalu memundurkan mobilnya keluar dari parkiran dan melajukannya dengan cepat. Rere masih melihat Kenzo dengan takut karena nampak pria itu masih begitu marah padanya.

"Kenz--"

Rere langsung menutup telinganya karena Kenzo menyalakan radio yang memutar lagu Rock dengan volume suara yang kencang. Bahkan deru kendaraan di luar sana tak terdengar karena kencangnya musik rock yang Kenzo putar hingga rasanya menggema di ruang kecil itu. Lain dengan Rere yang merasa terganggu, Kenzo nampak menikmatinya, terbukti dari gerakan jemari Kenzo di setirnya.

Kenzo tak sepenuhnya menikmati lantunan musik keras tersebut. Sejujurnya jika boleh mengaku, dia lebih suka jazz yang mengalun lebih pelan dan sendu. Tapi karena tak ingin mendengar celotehan Rere, juga demi menyamarkan getar tubuhnya akibat emosi. Kenzo terpaksa mengeraskan suara radio yang kebetulan memutar lagu beraliran keras.

Melalui ekor matanya, Kenzo melihat Rere yang nampak tak nyaman. Wajah wanita itu telah memerah dengan tangan menutupi telinga. Terlihat bibirnya bergerak-gerak pelan tanda tengah mengumpat.

Setelah tiga puluh menit perjalanan ditemani beberapa lagu beraliran keras yang membuat Rere mual dan pusing. Dengan tiba-tiba Kenzo menghentikan mobilnya, spontan tangan Rere menyentuh dashboard agar kepalanya tak terhantam kesana. Beruntung pula ia memasang sabuk pengaman. Jika tidak, mungkin dia sudah sampai di dalam butik di depannya melalui kaca mobil.

"Eh? Butik?" Rere sepertinya baru sadar di mana ia berada.

Kenzo mematikan radio. "Turun," perintahnya yang lalu turun dari mobil mendahului Rere. Bersungut-sungut kesal, Rere turun dari dalam mobil mengikuti Kenzo yang meninggalkannya.

"Temani dia memilih baju," ujar Kenzo menunjuk Rere dengan ibu jarinya pada seorang pegawai butik yang menyambutnya ramah.

Wanita berseragam biru dengan corak untaian bunga itu menunduk sopan lalu mempersilakan Rere untuk jalan di depannya.

"Ngapain?" tanya Rere tak mengerti.

Kenzo masih belum melihatnya. Pria ini berbalik. "Cari dress," ujarnya sambil lalu.

Rere hanya melongo bingung dan baru tersadar saat bahunya ditepuk oleh pelayan tadi.
Karena tak tahu dengan tujuan Kenzo, Rere kemudian hanya menurut saja. Ia menelusuri setiap baris baju yang ada di butik terkenal tersebut. Hingga kemudian berhenti pada baju yang menarik hatinya. Dia segera mengambil benda itu lalu melongokan kepalanya mencari Kenzo.

We Are Your FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang