Bab Tiga

198K 9.5K 328
                                    


Kenzo terus bolak-balik dengan gelisah seraya memandangi Rere sesekali. Sudah satu jam dia tiba di apartemennya dan selama itu--ditambah dengan waktu di perjalanan tentunya--Rere tak kunjung bangun. "Aaah!" Dia mengusap wajahnya kasar lalu menunduk dengan kedua tangan yang bertumpu di atas lutut menghadap Rere yang tak sadarkan diri di sofa.

Nafas pria itu sudah memburu lantaran tak sabar menunggu wanita itu bangun. Berbagai ide untuk membangunkan Rere sudah berputar seperti kunang-kunang di kepalanya.

Seperti, haruskah dia melempar Rere ke lantai, atau menyiram Rere dengan air, atau memukul pipi wanita itu, atau berteriak sekencang-kencangnya, atau ... adakah cara yang lebih menyiksa?

Bubuk cabe.

Senyuman licik itu terbingkai mengerikan di bibirnya. Segera ia pergi ke meja makan, lalu menemukan bubuk cabe yang berjajar dengan garam dan saos. Diambilnya botol kecil berisi cabe itu lalu dibawa mendekati Rere.

Nikmati makan soremu, Putri tidur.

Diambil bubuk itu dari dalam botol menggunakan jari telunjuknya. Lalu dioleskan ke bibir merah Rere yang sama sekali tak menggoda gairahnya. Bahkan hingga sekarang dia masih mengumpat kesal jika mengingat dirinya yang pernah menjamah tubuh wanita sialan ini dengan begitu inti. Dia merasa harga dirinya jatuh melesak hingga ke inti bumi hanya karena sudah meniduri seorang Rere. Karyawan biasa dengan kecantikan standar dan amatiran.

"Sss .... eem! Hooh!" Rere membuka matanya saat merasakan panas yang membakar di bibirnya. Dia langsung duduk mengibaskan tangan di depan bibir tipis itu. Lidahnya yang terasa kering dijulurkan berharap bisa memberi sensasi dingin untuk bibirnya, namun ternyata sia-sia. Dia semakin kepedasan.

"Pedaaas!" pekiknya begitu nyaring lalu melihat ke kiri hingga ia menemukan sesosok mahluk asing yang memandangnya dengan pandangan aneh. Pedas kini bercampur bersama rasa kaget dan takut.

"Kamu siapa?!" tanya Rere dengan mata memerah dan berair. Efek bubuk cabe mulai menjalar ke wajah dan matanya.

"Min--minum ... huaaah!" Tangannya memukul-mukul pelan bibirnya. Pandangan mengiba meminta pertolongan sudah ia luncurkan sejak tadi, namun Kenzo si sosok asing malah mendengus apatis.

Merasa tak digubris, Rere berdiri dan berjalan ke arah satu-satunya pintu yang ia lihat. Berlari kesetanan hingga akhirnya ia menemukan teko berisi air putih. Tanpa gelas, langsung ia tenggak setengah isi dari teko tersebut.

Kenzo yang mengetahuinya langsung berdecih tak suka. Didekatinya Rere dan ditarik teko tersebut. "Jorok!" Satu kata meluncur sempurna menyadarkan Rere akan eksistensi Kenzo di sekitarnya.

Kelopak wanita itu berkedip beberapa kali. "Anda siapa?" tanyanya lagi.

*

*

Sesekali mendesis karena rasa pedas dan perih di bibirnya. Rere memperhatikan Kenzo yang duduk di hadapannya dengan kaki kanan yang bertumpu di atas lutut kiri. Telapak kaki pria itu bergerak-gerak membuat Rere pusing dan takut.

"Anda tidak mengenal saya?" tanya Kenzo menelisik. Merasa aneh jika setelah percintaan panjang mereka, Rere tak mengingat dirinya.

Rere menggeleng. Sesekali dia menyipit agar bisa melihat jelas pria yang ada di hadapannya.

"Anda siapa?" tanya wanita ini pelan, lalu menunduk. Dia bingung mengapa bisa berada di tempat ini.

Tadi siang, pria tampan tiba-tiba membekapnya. Lalu sekarang ada pria yang jauh lebih tampan dan muda ada di hadapannya. Apa gara-gara udah nggak perawan, terus aura dalam tubuh aku keluar? Makanya dalam sehari diincar dua cowok ganteng. Mana mungkin?

We Are Your FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang