Baru sepuluh menit Kenzo duduk di tempatnya. Namun pantatnya sudah terasa panas tak tahan diam di tempat yang membuatnya gelisah.Tak tahu apa yang mengganggunya. Kenzo langsung berdiri untuk bertanya di mana ruangan Rere dan itu membuat karyawan salon memandangnya tak percaya.
Aneh saja melihat Kenzo masih menunggu sampai sekarang dan malah ingin masuk melihat prosesnya.
Tak peduli pandangan aneh orang yang tahu kebiasaannya meninggalkan wanita di salon ini. Kenzo melangkah ke ruang yang ada di lantai dua.
Saat pintu dibuka, ia lihat Rere yang diam pasrah dengan sorot takut memandang dua orang waria dari cermin di depan wanita itu.
Melihat pintu terbuka dengan menampilkan sosok Kenzo. Rere langsung menjatuhkan pandangannya pada pantulan diri Kenzo di cermin. Matanya menyiratkan permohonan agar dijauhkan dari dua orang waria yang sedang merapikan rambutnya itu.
Ya ... rambut panjangnya akan dipotong dan dia sudah mengelak mati-matian namun gagal. Dua orang itu memaksanya dan dia semakin takut dan mual.
Kenzo masih diam saja seolah tak peduli oleh isyarat permintaan tolong Rere. Entah apa yang Kenzo ingini memperlakukannya begini, mengabaikan ketakutannya. Tahu jika percuma memohon pada pria berhati batu itu. Rere menurunkan pandangannya. Dia begitu sedih dan putus asa.
Kenzo menarik nafasnya dalam lalu mendekat hingga kehadirannya disadari oleh dua waria tadi. Wanita itu tersenyum senang. Kenzo tak benar-benar batu.
Rere langsung saja berdiri dan merangkul tangan Kenzo menyembunyikan wajahnya di lengan pria itu.
Tak tahu mengapa, Rere langsung menangis tanpa suara. Airmata yang membasahi lengan pria itu lah yang membuat Kenzo tahu jika Rere sedang menangis.
Pria itu lalu memandang dua waria itu dingin. Dengan isyarat kepala, ia meminta keduanya keluar. Setelah hanya ada dia dan Rere di dalam. Tarikan nafas pria itu memecah kesunyian.
"Kenapa?" mulainya.
Rere menggeleng lalu melepaskan tangan Kenzo, menghapus airmatanya dan memberanikan diri memandang pria di depannya dengan cemas. Dia takut tindakannya akan membuat Kenzo marah padanya. Tapi Rere sendiri tak tahu mengapa ia bisa selabil ini.
Biasanya dia tak pernah takut melihat pria berdandan seperti wanita, namun hari ini tiba-tiba rasa takut itu menggelayutinya. Bahkan beberapa kali ia ingin muntah karena tak kuasa menekan rasa takutnya yang membuat perut mual dan kepala pusing.
Mereka diam sejenak dengan sorot yang menyatu dalam keheningan. Kalah dengan tatapan mengintimidasi itu, Rere menunduk dengan tangan yang meremas ujung bajunya.
"Terserah kamu mau apain aku. Tapi jangan sama mereka. Aku mau cewek aja." Akhirnya dia membuka suara setelah tak tahan dengan suasana hening yang begitu mencekam.
"Ck! Kamu tuh ngerepotin, ya?" Kenzo masih tak habis pikir dengan ketakutan Rere yang menurutnya berlebihan.
"Iya. Aku memang ngerepotin, tapi aku nggak minta kamu bawa kesini, kok. Aku mau pulang. Cuma itu."
Air matanya kembali menetes. Percuma ia meminta Kenzo untuk mengerti karena nyatanya pria ini tak akan pernah mengerti. Dia tarik pernyataan yang mengatakan bahwa Kenzo tak benar-benar batu.
Kenzo menghela nafas perlahan. Alisnya lalu bertaut saat mengingat bungkus pembalut yang ada di sebelah TV apartemennya. Mungkin Rere sedang ada pada siklusnya sehingga bersikap seperti ini.
"Aku butuh bantuan kamu."
Rere mendongak melihat Kenzo. Tatapan pria itu begitu serius.
"Aku pernah bilang kalau kamu harus rahasiakan pernikahan ini kecuali orang-orang yang aku sebutkan. Pertama keluarga papa. Kedua keluarga mama. Papa tahu kamu karena kamu karyawannya. Tapi mama nggak kenal kamu. Aku mau ngenalin kamu sama mama, nanti malam. Tapi dengan penampilan kamu yang bisa menyamai status kami. Bersikaplah seperti wanita berkelas."

KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Your Fault
RomanceSebagian sudah diunpublish Ebook : https://play.google.com/store/books/details?id=leQvDwAAQBAJ Berawal dari One Night Stand yang tidak Rere sadari. Akhirnya ia dinikahi oleh Kenzo dengan tujuan masing-masing. Beberapa minggu menikah. Akhirnya mere...