Bab Enam Belas

175K 9.4K 550
                                    

Rere terkejut saat mendengar bel pintu berbunyi. Dia yang memang belum tertidur dan masih terisak sedih. Dengan gerakan lambat yang terkesan malas. Rere bangkit menapakkan kaki telanjangnya ke lantai yang dinginnya hingga ke ubun-ubun kepala. 

Dia mendongak melihat AC. Wajar saja begitu dingin jika diatur hingga 17 derajat celcius. Rere memeluk dirinya sambil melangkah ke depan. Dari lubang pintu, ia mengintip siapa tamu yang datang. Keningnya berkerut karena tak mengenali pria berkaca mata yang berdiri di depan pintu. Rere kemudian mendesah setelah sadar jika dia memang tak mengenal satu pun teman Kenzo.

Wanita itu kemudian berbalik dan berjalan cepat menuju kamar Kenzo. Ia ketuk pintu kamar pria itu dengan pelan dan tak lama pintu berwarna coklat itu bergeser dan menampilkan sosok pria yang sudah membuatnya menangis sejak tadi atau bahkan sejak pertemuan pertama mereka yang tak ia sadari.

"Kenapa?!" tanya Kenzo dingin. Rere tak tahu bagaimana ekspresi pria ini karena dia tengah menunduk. Tapi dia yakin jika saat ini Kenzo sedang melihatnya dengan tatapan membunuh.

"Ada tamu dan aku ngga kenal," cicitnya sambil menggosokkan punggung kaki sebelah kanannya ke betis kiri. Jemarinya sendiri asyik saling memilin ujung baju tidurnya yang bergambar tokoh Frozen. Semua tindakannya tak luput dari Kenzo yang terus memperhatikannya dengan kesal.

"Jelas kamu ngga kenal, karena itu pasti tamuku." Kenzo melewati Rere dari samping tubuh wanita itu dan beranjak menjauh. Baru beberapa langkah, ia kemudian menolehkan wajahnya ke samping. "Kalau sampai itu tamu kamu. Maka yang terjadi adalah pengusiran!" Kenzo menekan kata pengusiran membuat dada Rere semakin sesak. Ada dendam dan amarah di setiap kata yang Kenzo ucapkan padanya.

Kenzo kembali menjauh dan membukakan pintu untuk tamu yang datang.

"Selamat sore menjelang malam, Tuan Kenzo. Saya boleh masuk? Baiklah. Terima kasih atas izinnya." Bahkan Kenzo belum menjawab rangkaian kata Bastian. Tapi pria itu langsung menyelonong masuk begitu saja dan duduk santai di sofa panjang berwarna abu di ruang tamu. "Mana istri kamu? Silakan perkenalkan."

Kenzo menggeram. Langkahnya terlihat lebar dan pasti. Tiba di hadapan Bastian dengan menggeser meja yang menghalangi. Dia memukul kepala sahabatnya itu dengan diakhiri tekanan mendorong ke belakang. "Kakak lo si biang gosip itu, hem?!" ujarnya lalu melempar bokongnya ke samping Bastian tepatnya ke bagian sofa yang kosong. Kenzo memang tak berniat menceritakan kabar pernikahannya dengan Bastian, lantaran tahu jika Suci pasti akan mengambil alih tugasnya untuk menginformasikan hal itu. Dan benar saja. Temannya datang untuk menagih cerita tentang istrinya yang tak lain adalah Rere.

"Nyokap tiri lo." Bastian meninju pelan bahu Kenzo. "Jadi dia siapa?"

Kenzo mencebikan bibirnya lalu menaikan bahu sekali. "Hanya kenal nama dan statusnya sebagai yatim piatu. Selebihnya, hanya keterangan umum seperti karyawan di Gama Rainbow." Kenzo menghela nafas yang di telinga Bastian terdengar seperti ucapan menyerah atau putus asa.

"Kenapa?" Bahkan mereka terlihat begitu sehati. Hanya dari helaan Kenzo saja ia tahu ada yang membuat sahabatnya itu gelisah.

"Dia berbeda." Kenzo mengeluh.

"Bagus dong. Katanya juga dia perawan-sebelum kamu tiduri."

Kenzo langsung berdecak sebal. "Dia aneh. Terlalu lugu, polos dan memalukan. Aku seperti mendapatkan kutukan." Kenzo menautkan keningnya. "Alkohol sialan! Kalau gue pergi ke bar lain, seenggaknya gue dapat yang lebih dari dia."

Bastian yang mendengarkan ikut mengerutkan keningnya. "Jelek banget, ya?" bisik Bastian.

"Usia dua puluh tujuh tahun dan masih perawan. Menurut kamu apa?"

We Are Your FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang