Bagian ke-7

58 2 1
                                    

Author POV

Siang yang terik, Steven memandangi langit kamarnya dengan pandangan menerawang. Bahagianya dia bisa berada didekat gadis yang di cintainya itu sejak kecil. Siapa lagi kalau bukan Rachel. Gadis yang selalu bersikap jutek dan tidak pernah bisà menunjukkan senyuman manisnya kepadanya. Walau seperti itu, dia tidak pernah menyerah untuk mendapatkan cinta Rachel.

Seringai jahil dibibirnya muncul, membuatnya terlihat sangat tampan. Steven mengambil ponselnya yang berada diatas nakas, membuka aplikasi Line nya dan mulai mengetikkan kata-kata ke Rachel

Steven Geraldo : Jalan yok hel..

Send

Steven yang sedaritadi tersenyum lebar perlahan memudarkan senyumnya.

"Rachel kemana yak? Kok gk bales line gue?"

Sepersekian detik kemudian, dia mendapatkan tulisan 'Read', yang berarti sudah dibaca oleh Rachel dan tidak dibalas.

Steven Geraldo : Hello... Rachel. Can u reply my message?????

Steven Geraldo : my girl ;)

Drttt

Rachel Edelweis : Hello hello! Sok bgt inggris lo!

Rachel Edelweis : Idihhh najiss gilaa. Ngapain lo make sebutan itu lg! Mana make emot org ngedip lg!!! Ewh!!!!!!!!111!!!!!!!!!

Steven tertawa melihat balasan yang diberikan Rachel. Orang lain biasanya akan marah jika di caci seperti itu, tapi tidak dengan Steven. Baginya cacian yang dikeluarkan dari bibir Rachel, ada suatu hiburan baginya. Ia suka Rachel yang seperti itu.

Steven Geraldo : wkwkwk. Gitu aja marah. Nanti cepet tua lo. Jalan yok hel? Kemana gitu.

Drttt

Rachel Edelweis : ogahh!!

Rachel Edelweis : gue lg kerumah opah gue. Jd jgn samper gue kerumah gue.!!

Steven menghela nafas panjang. Dia menaruh ponselnya keatas nakas kembali. Pikirannya kembali menerawang.

My girl.

Flashback ON

Hari itu, tepatnya di sebuah taman. Steven menyatakan perasaannya pada Rachel. Untuk pertama kalinya ia menyatakan perasaan nya kepada seorang gadis. Gadis yang dicintainya.

"Anjirr, butuh perjuangan banget ya buat ngajakin lo jalan doang." Steven mengarah kan pandangannya ke wajah Rachel yang menatapnya datar. "Oke selesai basa-basinya. Gue tau ini jauh dari kata romantis"

"Tapi, Rachel. Gue cinta lo" jeda beberapa saat, "lo mau gak jadi cewek gue?"

Rachel yang mendengar itu langsung menegang. Bagaimana bisa lelaki yang sangat dibencinya dan selalu membuatnya kesal itu memintanya untuk jadi kekasih seorang Steven. Sudah tidak terhitung berapa banyak cacian yang keluar dari bibir Rachel ketika lelaki itu berada didekatnya. Tapi ia tidak pernah marah. Sebenarnya terbuat dari apa hati lelaki ini?

Tapi yang namanya perasaan tidak pernah bisa dipaksakan. Tidak untuk jawabannya.

"No" Rachel berucap dengan ekspresi datarnya "I say no"

Steven tersenyum miris. Hatinya hancur sekali mendengar pernyataan itu. Semua yang dilakukannya kini sia-sia. Tapi tidak untuk sekarang.

"Why?" Ucap Steven "Give me a reason."

Hening untuk beberapa saat. Rachel sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia menatap lurus ke depan, menatap dua insan yang berbeda sedang bermain dengan seorang gadis kecil lucu yang diyakini adalah anak dari suami istri tersebut. Bukan perasaan seperti ini yang diinginkannya. Dia ingin seperti pasangan suami istri itu. Mereka sama-sama mencintai tanpa ada paksaan. Tidak seperti perasaannya kepada Steven. Berulangkali dipaksa tapi tidak membuahkan hasil.

Angin malam berhembus membelai wajah cantik milik Rachel. Berulangkali gadis itu menyingkirkan rambut yang berada di wajahnya. Steven yang sedari tadi tidak mendengar jawaban dari bibir Rachel, memutuskan untuk kembali bertanya.

"Kenapa lo gak bisa nerima gue disaat lo tau kalo gue mencintai lo tulus dari dulu?" Tanya Steven menatap mata Rachel dalam. Disaat gadis itu sudah menatap lawan bicaranya.

"Yaa, karena gue gak bisa nerima lo. Gue gak cinta sama lo. Perasaan gak bisa dipaksakan" Rachel menunjukkan perasaan bersalah.

Steven tersenyum miris, lagi. Hanya kejujuran yang terlihat di matanya.  "Tapi, apa lo pernah dengar pepatah yang bilang 'cinta itu bisa datang kapan saja' jadi lo bisa belajar untuk mencintai gue dengan tulus bukan? Dan kalung itu, kalung yang gue kasih waktu ultah lo yang ke-12 tahun. Kenapa selalu lo pake kemana-mana? Itu artinya, lo juga cinta kan sama gue?"

"Gue udah coba. Tapi, hati kecil gue itu gak bisa nerima lo dengan tulus. Walaupun gue udah berusaha untuk menghargai lo. But, i can't Stev"  Rachel menarik napasnya panjang. "Dan kalung ini adalah buktinya. Bukti kalau gue udah mencoba menghargai perasaan lo mati-matian dan mencoba untuk membalas perasaan lo, tapi kayak yang gue bilang tadi. I can't." Rachel melepas kalung berbandul mutiara itu dari lehernya. "Dan makasih atas kalungnya. Gue gak bisa make kalung ini lama-lama . Karena gue gak mau nyakitin perasaan lo. Lo juga gak usah ngasih gue barang-barang lagi. Apapun itu"

Setelah mengucapkan semua kata-kata itu, Rachel berbalik pergi dari taman itu. Tidak sanggup menyakiti pria yang mencintainya dengan tulus. Dia merasa seperti wanita iblis nan kejam.

"Love u my girl. Always"

Flashback OFF

***

Farrel POV

Gue memasuki toko buku ini dengan santai. Sebenernya gue agak bingung juga sih, mau nyari buku yang gue cari dimana. Karena buku nya banyak banget. Mengingat gue jarang ke toko buku gini. Kalo bukan karena nilai Kimia gue yang belakangan ini anjlok, gue juga gak mau nyium bau buku disana sini. Mungkin, gue karena kebanyakan mikirin Rachel kali ya.

"Permisi mbak, buku tentang pelajaran dimana ya?" Tanya gue kepada seorang casher dan tersenyum.

"Oh, di sebelah sana, arah jam 2. Nanti ada tulisan khusus buku pelajaran." Kata mbak casher sambil menunjuk arah yang di bilang tadi.

"Oh makasih mbak" Balas gue berlalu pergi. Menuju ke rak buku yang di tunjuknya tadi.

Saat sedang berjalan, melihat-lihat buku, langkah gue terhenti karena gue melihat Rachel yang sedang menatap layar ponselnya dengan pandangan kesal dan bibirnya yang manyun-manyum lucu. Woowwww, she's so cute.

Sesekali dia mengucapkan sumpah serapahnya. Kayaknya, Rachel lagi kesel banget nih.

"Aww. Maaf mas. Saya gak sengaja. Buru-buru. Sekali lagi maaf ya mas.." Ucap seorang cewek yang tadi tiba-tiba nabrak gue dari belakang. Alhasil tubuh gue agak ambruk ke depan. Dan buku-buku yang dibawa cewek itu jatuh berserakan dilantai. Gue yang merasa seperti cowok gentle pun membantu cewek itu membereskan buku-buku yang berserakan dilantai.

"Aduh. Makasih banyak ya mas." Ucapnya dengan wajah memerah karena malu.

"Iya mba. Lain kali hati-hati ya." Kata gue sambil tersenyum dan membuat wajah cewek yang tadi nabrak gue semakin merah kayak kepiting rebus.

Gue pun mengalihkan pandangan gue lagi untuk mencari Rachel. Dan saat itu juga pandangan kita bertemu. Ada sesuatu yang berbeda dalam diri gue.

"Farrel"

"Rachel.."

----
Gue merasa pas dialog terakhirnya itu alat banget sumpah. Geli sendiri gue bacanya. Macam telenovela.

Vomments??

-Des.


My DestinyWhere stories live. Discover now