CHAPTER 8

4.3K 395 11
                                    

Suasana malam tidak membuat Sasuke kedinginan meski harus duduk dengan hanya mengenakan kemeja dan coat tipis di tubuhnya. Kakinya berayun pelan menggerakan benda yang sedang didudukinya. Wajahnya yang memang sudah pucat terlihat semakin pucat. Bibirnya sedikit bergetar, bukan karena rasa dingin yang membelai tubuhnya, oke, mungkin itu juga, tapi yang paling tepat karena Sasuke sedang menahan segala emosi dan perasaannya yang pasti akan membuatnya gila.

Duduk sendirian dimalam hari membuat hatinya sedikit mendingin. Lagipula tempat ini sudah lama tidak terpakai. Dulu saat Sasuke kecil, dia ingat selalu diajak kakaknya untuk bermain disini. Ayahnya sering melarang karena letaknya yang cukup jauh dari rumah, namun hal itulah yang membuat Sasuke menyukai tempat ini. Dia bahkan memiliki tempat persembunyian di belakang sebuah perosotan tua yang sekarang sudah terlihat berkarat.

Bermain ayunan bukanlah hobi Sasuke sebenarnya saat ke tempat ini. Dulu dia lebih senang bermain bola jika datang dengan Itachi atau sekedar membaca buku di lorong rahasianya di belakang perosotan.

Malam ini, bisa dikatakan Sasuke terdampar lagi di tempat ini setelah ayahnya memberi ceramah panjang lebar juga tamparan keras di wajahnya saat dia menolak keinginan ayahnya yang menjodohkannya dengan seorang gadis yang bernama Hinata.

Sasuke sama sekali tidak mengerti kenapa ayahnya tidak juga memahami keinginannya. Sasuke tidak akan memaksa seandainya ayahnya itu tidak bisa menerima hubungannya, dia bisa pergi agar tidak membuat malu, tapi setidaknya tidak perlu sampai berbuat seperti ini.

Memainkan ponsel ditangannya, Sasuke berniat memberitahu Naruto apa yang sudah terjadi, tapi dia sedikit ragu. Setelah memberi tahu, apa yang akan dilakukan kekasih pirangnya itu. Haruskah dia pergi dari rumah, atau bertahan, berharap ayahnya berubah pikiran. Apakah memang tidak ada jalan lain lagi selain meninggalkan semuanya jika ingin bersama Naruto.

"Sudah ku duga kau ada disini''. Sasuke tersentak mendengar sebuah suara di sampingnya. Wajahnya di tolehkan untuk melihat sosok yang kini duduk di ayunan di sampingnya.

"Ternyata kau masih ingat tempat ini. Tempat ini sudah berubah. Sudah sangat jarang anak - anak yang bermain disini''. Itachi mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat itu. Wajahnya sendu. "Dulu kita sering kemari kan, bermain bola, atau membuat boneka salju saat musim dingin. Tapi kau lebih suka membaca buku di belakang perosotan. Membuatku harus bermain sendirian''. Itachi terkekeh pelan mengingat kenangan mereka.

Sasuke tidak menanggapi ucapan kakaknya. Wajahnya menunduk, matanya memperhatikan ponsel yang digenggamnya.

"Bisakah aku pergi saja Kak?''. Ucap Sasuke lirih.

Itachi terdiam, dia sendiri bingung. Matanya menatap lurus ke depan, sesekali kakinya bergerak supaya benda yang didudukinya berayun pelan.

"Aku tidak ingin kau pergi''. Jawab Itachi lirih.

"Jika aku tidak pergi, aku akan kehilangannya''.

"Lalu kau akan membuang keluargamu?''. Itachi menatap sedih adiknya.

"Bukan begitu. Aku...''. Sasuke memejamkan matanya tidak tahu harus melanjutkan bagaimana kata - katanya.

"Bisakah kau bertahan sedikit lagi?'' Tanya Itachi penuh harap. "Ayah akan mengerti saat waktunya tiba. Aku janji Sasuke''.
Wajah penuh tekad ditunjukkan Itachi untuk menyakinkan Sasuke. Wajah seperti ini yang selalu Sasuke lihat saat dulu Itachi selalu melindunginya. Wajah seorang yang menjanjikan pada adiknya kalau semua akan baik - baik saja. Haruskah Sasuke mempercayainya, mengingat kali ini yang mereka lawan bukanlah sekelompok anak nakal seperti saat mereka kecil, melainkan ayahnya, orang tuanya sendiri.

Sasuke menunduk, menggerakkan kakinya memainkan tanah di bawahnya.

"Aku tidak tahu Kak. Aku tidak tahu''. Gumam Sasuke lirih.

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang