Sorry
For holding you this tight
For let you worrying me much
I could do nothing but sorry
Veela menunggu di luar ruang rawat Ryo, kepalanya menunduk di atas tangannya yang saling meremas dengan cemas di atas pangkuannya. Ryo berhasil diselamatkan setelah dioperasi, tapi sampai saat ini ia belum sadarkan diri. Veela bahkan sudah menyerah menghitung jam, atau sekedar mengeceknya. Entah sudah berapa lama ia duduk di sini.
Vano sudah memintanya untuk pulang sejak tadi, tapi Veela menolak. Ia tidak akan bisa pergi sampai Ryo sadar, atau setidaknya, sampai ia tahu, yakin, jika Ryo baik-baik saja. Dan beberapa saat lalu, Vano akhirnya menyerah menyuruhnya pulang dan pergi entah ke mana.
Veela tersentak pelan ketika merasakan kehadiran seseorang di sebelahnya. Seorang wanita cantik berwajah pucat, mengenakan gaun hitam panjang, duduk di sebelahnya, entah sejak kapan. Saat menoleh padanya, wanita itu tersenyum padanya. Veela membalas senyumnya, sekilas.
"Mbaknya juga lagi nunggu pasien, ya? Keluarga? Atau temen?" tanya Veela.
Wanita itu tak menjawab, masih tersenyum. Mungkin ia juga sedang sedih dan kalut karena keluarga, atau temannya, masih terbaring sakit di ruang rawat di rumah sakit ini, sama seperti Ryo.
Gerakan dari pintu kamar rawat Ryo membuat Veela menoleh, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat Ryo berdiri di depan pintu kamar rawatnya, menatapnya ngeri.
"Ryo?" Veela melompat dari duduknya dan bergegas menghampiri cowok itu.
Tapi Veela membeku ketika cowok itu berjalan melewatinya, melewatinya, benar-benar melewatinya. Veela memutar tubuhnya cepat, masih merasakan hawa dingin yang menabraknya seiring Ryo melewatinya tadi.
Di depannya, kini ia melihat Ryo dan wanita bergaun hitam tadi saling berhadapan. Apa Ryo mengenal wanita itu? Tidak. Tunggu. Kenapa Ryo bisa ada di sini? Dan apa yang barusan terjadi? Apa ini mimpi? Bagaimana Ryo bisa...
"Ryo," Veela memanggil Ryo pelan, tangannya terulur ke lengan cowok itu, dan Veela mendesah lega ketika ia bisa menyentuh Ryo.
Di depannya, Ryo menoleh ke belakang, cowok itu mengernyit, tampak kesakitan. Apa dia...
Veela tersentak ketika sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangannya, menarik tangannya menjauh dari Ryo. Veela menoleh dan ia melihat Vano yang tampak marah, panik dan ngeri.
"Lo ngapain di sini?!" Vano berteriak marah.
"Gue... gue nungguin Ryo, gue..." kalimat Veela terhenti saat Vano menoleh pada Ryo.
"Gue tanya, lo ngapain bisa ada di sini?!" desis Vano kesal, pada Ryo.
Ryo tak mengatakan apapun, tapi ia kembali menatap ke depan ke arah wanita bergaun hitam, yang entah sejak kapan sudah pergi. Padahal sebelum Vano datang tadi, wanita itu ada di sana, tapi...
"Dia ngikutin Veela sampe ke sini?" tanya Vano ngeri.
Ryo mengangguk, tapi masih tak mengatakan apapun.
Vano menghela napas berat. "Gue udah di sini, jadi lo bisa pergi. Dan jangan sembarangan ninggalin tubuh lo, Yo, ya ampun!" adiknya itu terdengar begitu frustasi.
Tapi... apa katanya tadi?
Veela terkesiap ketika di depannya, sosok Ryo berbalik dan berjalan ke sisi ruangan, dan menabrak dinding... tidak, tidak menabrak, tapi melewatinya. Menghilang di dinding itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Over The Dream (End)
Teen FictionBagi Veela, impian adalah hal yang harus dia perjuangkan. Namun tidak begitu bagi Ryo, yang berpendapat bahwa hidup ini bukanlah hanya tentang impian. Sama seperti Veela mencintai jurnalistik, Ryo juga mencintai basket. Tapi keduanya mengambil kepu...