A Sad Truth
When your world is crumbling down
Just hold my hand
I'll help you to keep walking ahead
"Sejak kapan lo deket ama Ryo?" tuntut Friska pagi itu, saat ia lagi-lagi memergoki Veela berangkat bersama dengan Ryo.
Veela melirik Ryo yang berjalan di sebelahnya, tak sedikitpun tampak terganggu dengan interogasi Friska itu. Cowok itu juga tadi memaksa menjemput Veela bahkan meski sekarang ia tidak perlu melakukannya.
"Um... daripada ngebahas itu, mending kita ngebahas rencana kita buat klub jurnalistik, deh," Veela mengalihkan pembicaraan.
Friska mencibir. "Ngehindar nih, ceritanya? Udah main rahasia-rahasiaan nih ama gue?"
Veela meringis. "Ntar deh, kalo pas kita berdua," ia berbisik.
Friska melirik Ryo, dan akhirnya mengangguk setuju. Tapi temannya itu tidak lantas menyerah, karena setelah ia meninggalkan tas di kelasnya, ia langsung menyusul Veela ke kelas Veela. Ryo yang sepertinya tahu, pamit pada Veela untuk pergi ke kantin.
Tepat begitu Ryo melewati pintu kelasnya, Friska langsung menyerang Veela,
"Jadi gimaan lo bisa deket ama dia?"
Veela menghela napas berat. "Ya deket gitu aja," akunya. Ia memang sudah memutuskan untuk tidak menghindar lagi. Tapi diinterogasi seperti ini rasanya...
"Kalian nggak pacaran, kan?" tuduh Friska, yang kontan dijawab Veela,
"Nggak, lah!"
Friska mengangguk-angguk. "Abis kemaren kalian pake baju couple juga."
"Udah gue bilangin, itu salah paham," desis Veela.
Friska kembali mengangguk-angguk. "Jadi, kalian nggak pacaran, cuma udah baikan, gitu?"
Giliran Veela yang mengangguk. "Makanya lo juga, jangan ngomong aneh-aneh lagi di depan Ryo, ya?" pintanya.
Friska mengangkat alis. "Lo suka ama dia atau apa, Veel?"
Pertanyaan Friska seketika mengingatkan Veela akan hal sama yang diungkapkan Vano. Entahlah. Ia hanya... merasa nyaman berada di samping cowok itu. Dan dia juga... suka berada di samping Ryo.
"Diem berarti iya, nih?" suara Indri itu membuat Veela tersentak pelan dan menoleh ke arah hantu cewek yang sudah nyengir itu.
Veela menahan desisan kesalnya ketika Friska bertanya, "Kenapa, heh? Mendadak kaget gitu nggak ada apa-apa juga."
Veela menatap Friska dan meringis. Ia sudah akan mengatakan sesuatu, ketika mendengar Erika menyerukan namanya dari pintu kelas. Veela dan Friska kontan menoleh ke arah pintu, melihat Erika dan Ristya yang berjalan memasuki kelasnya, menghampirinya. Ekspresi keduanya tampak cemas.
"Kalian kenapa, sih? Pagi-pagi udah nggak enak gitu mukanya," Veela berkomentar.
Ristya mendesah berat sementara Erika menyampaikan,
"Sabtu besok elo yang bakal ikut anak-anak kelas sepuluh kemah."
Veela terbelalak. Bagaimana tidak? Reporter yang dikirim untuk meliput perkemahan kelas sepuluh adalah reporter tersial di setiap angkatan.
"Ya ampun, tuh orang... bahkan di saat-saat terakhir, masih aja gangguin elo, Veel," geram Friska.
Veela meringis. "Fotografernya?" ia bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Over The Dream (End)
Teen FictionBagi Veela, impian adalah hal yang harus dia perjuangkan. Namun tidak begitu bagi Ryo, yang berpendapat bahwa hidup ini bukanlah hanya tentang impian. Sama seperti Veela mencintai jurnalistik, Ryo juga mencintai basket. Tapi keduanya mengambil kepu...