World Around Us
Senyum dan tawa bukan satu-satunya
Tangis dan air mata bukan hal yang langka
Dunia bahkan takkan peduli tentangnya
"Kalian kemaren dari mana?" interogasi Veela begitu ia masuk mobil dan duduk di belakang.
"Ini lo tanya karena penasaran, atau karena khawatir?" balas Ryo, sukses membuat Veela menelan tanya lainnya.
"Kepala lo kayaknya udah bener-bener sembuh, ya?" sengit Veela.
Ryo mengangguk santai, pandangannya lurus ke depan ketika ia melajukan mobilnya. Veela mendengus kesal, sebelum pandangannya beralih ke Vano. Tidak seperti biasanya, adiknya itu sejak tadi tampak begitu diam.
"Lo kenapa? Sariawan?" sindir Veela.
Gumaman tak jelas Vano adalah jawaban yang didapat Veela.
"Lo kenapa, deh, seriusan?" Veela tak dapat mencegah penasarannya. Ketika Vano tak menjawab, Veela menendang kursinya, dan dikejutkan dengan jawaban Ryo,
"Jiwa kalian ketuker atau gimana? Sepagi ini lo udah nyebelin banget, Veel."
Veela mendengus kasar, kesal. Ia melipat tangan di dada dan menatap Ryo penuh dendam sepanjang perjalanan ke sekolah. Bagaimana bisa, cowok itu bersikap semenyebalkan ini sepagi ini? Dan ia tak percaya, kemarin sore ia mencemaskan orang yang sama.
Begitu mereka tiba di sekolah, kening Veela berkerut bingung melihat mobil polisi di depan gerbang sekolah mereka.
"Ada apaan, sih?" tanya Veela bingung. "Lo nggak bikin masalah kan, Van?"
Tak ada jawaban, dan saat Veela menatap ke arah Vano, adiknya itu malah memalingkan wajah. Jangan-jangan...
"Lo bikin masalah lagi, ya?!" sembur Veela seraya menjulurkan tubuh ke depan, tapi dengan satu dorongan Ryo di keningnya, ia kembali terlempar ke belakang.
"Duduk yang bener," Ryo berkata.
Mengejutkan bagaimana Ryo bisa membuat Veela kesal secepat ini. Bahkan meskipun Veela sudah berjanji untuk bersikap lebih baik pada Ryo, yang adalah penyelamatnya ini, tapi Ryo sama sekali tak membantu.
Saat mereka akhirnya turun dari mobil, Veela sudah akan melangkah pergi, tapi saat melewati Ryo, cowok itu menahannya, sebelum melemparkan ranselnya ke pelukan Veela.
"Titip," kata cowok itu santai.
Veela melotot galak.
"Sekalian ini. Gue mau sarapan dulu ama Vano. Tadi belum sempet sarapan di rumah," Ryo beralasan.
Veela mendengus tak percaya. "Kayaknya yang ketuker jiwanya tuh elo, deh. Emang sih, biasanya lo juga nyebelin. Tapi khusus hari ini, lo nyebelinnya ekstra banget, tau nggak?"
Setelah melemparkan kata-kata itu, Veela berbalik dan menjauh dari kedua cowok itu. Ketika menyadari ia membawa ransel Ryo bersamanya, ia mengumpat pelan ke arah ransel cowok itu, tapi toh ia tak tega juga membuangnya. Entah apa yang membuat Ryo menjadi semenyebalkan itu sepagi ini.
Tapi mengingat kata-kata Ryo tentang para hantu yang mungkin semalaman mengganggunya setelah cowok itu menyelamatkan Veela kemarin, Veela mengurungkan kekesalannya. Karena jika memang cowok itu kesal karena masalah itu, Veela harus menerimanya. Siapa yang tahu, apa saja yang diminta para hantu itu dari Ryo semalaman kemarin?
***
Tentu saja Ryo berharap banyak jika hari ini polisi tidak akan muncul di sekolahnya. Bahkan setelah semua keterangannya kemarin, mereka pasti masih akan menyelidiki sekolah ini juga, mengingat TKPnya masih di area sekolah ini. Yah, setidaknya, Ryo mengingatkan pada tim kuasa hukum ayahnya, bahwa ia tidak ingin polisi melibatkan dia dan Vano selama penyelidikan di sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Over The Dream (End)
Teen FictionBagi Veela, impian adalah hal yang harus dia perjuangkan. Namun tidak begitu bagi Ryo, yang berpendapat bahwa hidup ini bukanlah hanya tentang impian. Sama seperti Veela mencintai jurnalistik, Ryo juga mencintai basket. Tapi keduanya mengambil kepu...