Absurd

71 11 3
                                    

"kisah antimainstream, tentang Ahkam and the genk yang tidak akan pernah kau temukan dimanapun."

****

"Hati-hati ya nak, jadi anak cerdas!" ucap Ibuku setelah aku mencium tangannya sebagai ritual sebelum berangkat sekolah.

Aku tersenyum padanya dan berlalu. Sangat bahagia bila mengingat Ibuku, dengan segala perjuangannya yang membuatku termotivasi harus menjadi orang sukses dan membawa nama baik ibuku tercinta itu. Sombong sedikit, aku masuk peringkat 5 teratas di sekolah!

Tetapi, ada satu hal yang aku tak suka mengenai sekolah, karena sekolah adalah harapan dan teman. Boleh dibilang aku mulus dengan harapan, buktinya dengan memenangkan lomba FLS2N, OSN, dan lomba apapun itu yang aku kuasai. Akan tetapi, teman, temanku hanya ada tiga orang, dan hal yang paling aku tidak suka adalah musuh, maksudku orang-orang yang tidak menyukaiku, mereka yang merendahkan aku karena ekonomi keluarenggaku. Yaitu, Irham dan kawan-kawannya.

"Ahkam!" panggil Irham yang sedang menghisap rokoknya.

Aku terus berjalan tanpa menoleh, seperti yang Ibu Guru PKn katakan: jangan dengarkan gonggongan anjing yang terus mengganggu dan teruslah melangkah.

Irham menghampiriku dan langsung menodongkan sebatang rokok, "Lalaki mah ngarokok. Ieu daek (lelaki itu merokok. Ini mau)?"

"Moal siga maneh abdi mah! (aku tidak akan seperti kamu)" aku menjawabnya dengan sopan.

"Sok suci! Hayu ah gaes kita cabut ti dieu. (Sok Suci! Ayok ah gaes kita cabut dari sini)" Ucapnya dan mengajak pergi teman-temannya.

Aku sudah mengerti jebakannya, ia akan bertingkah sok baik lalu menawarkan aku sebatang rokok, padahal ia tahu aku tidak pernah merokok. Kalau aku menjawab iya dan merokok, ia akan memfoto-ku dan melaporkannya pada guru BK, aku tahu itu karena temanku-Fahreza- yang menceritakannya padaku meski ia bukan korban yang sesungguhnya.

"Kam, tau enggak? Tadi ada informasi di mading katanya ada beasiswa dari bimbel Saintis!" ucap Fahreza saat aku baru sampai dikelas.

"Oh ya? Aku enggak lihat. Tapi bimbel-bimbel gitu 'kan mahal Za," ucapku lesu setelah mengingat bahwa Ibuku tidak akan sanggup membayar bimbel untukku.

"Iyalah, kamu kan seringnya lewat Mading Siswa, ini di Mading Resmi Sekolah. Tapi, ngenggak kok, ini gratis, kamu tinggal daftar aja. Nanti bimbelnya 4 hari, di hari terakhir diadakan try out, ranking tertinggi bakal dapet beasiswa, ayo Kam ikutan, kalahin anak cewek." jawabnya begitu semangat.

"Ooh. Eh ayo deh kalo gratis. Tapi, si Abra sama Khalman ikut enggak?"

"Mereka mah enggak akan atuh Kam, si Abra jeung si Khalman teuing, ceuli tah mun daek ngilu. (Mereka enggak akan ikut Kam, si Abra sama Khalman mah 'ah, telinga nih kalo mau ikut)." Ucapnya berdialek Sunda dengan bahasa Jawa yang masih kental.

"Haha.. iya juga sih, mana mau mereka ikut. Tapi kamu ikut 'kan, Za?"

"Ikutlah, toh bimbelnya deket rumahku juga."

Aku tersenyum dan berlalu menuju mejaku, membuka buku Sains dan membaca-bacanya, takut akan diadakan kuis mendadak. Tak lama, teman satu mejaku-Khalman- datang, dengan nafas terengah-engah dan keringat mengucur deras.

"Dari mana Man?"

"Itu tadi, aduh, bukannya sok pahlawan, tapi masa si Zahda dijailin sama Irham and the chipmunks diambil gitarnya terus diumpetin deket anjing yang enggak diiket, ya udah we Maman bantu, eh malah di udag(kejar) anjing, lagi pula si Zahda kan aduhai semok jadi Maman bantuin."

Enggak ada selain di SEKOLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang