"Karena lukisan itu hanya ada di sekolah."
****
Mengapa sekolah tak pernah sepi? Saat-saat seperti ini seharusnya mereka yang tengah duduk bergerombol sambil tertawa itu, sudah keluar sejak beberapa menit yang lalu. Apalagi para gadis yang masih saja sibuk bergosip ria dan terkadang mengeluarkan ponselnya. Apa mereka tak bosan hidup seperti itu setiap hari? Mengulang detail cerita yang sama disetiap waktunya? Pikiran-pikiran itu masih berserakan pada otak cantik Keyna yang saat ini tengah duduk di kantin, menyeruput Jus Jeruknya, sekali-kali ia mengetukkan jarinya pada dagu, berfikir.
Andai saja saat ini penjaga sekolah belum mengunci pintu ruang kelas, Keyna lebih memilih berdiam diri di kelas yang sepi. Mencari inspirasi dan memikirkan segala apa yang membuat pikirannya lebih jernih. Proposal dan Lembar Pertanggung Jawaban (LPJ) program kerja osisnya belum juga usai sejak semalam. Membuatnya pusing saja.
"Lo keliatan berantakan belakangan ini, Key."
Keyna mendongak, menatap Reyna yang entah sejak kapan, sudah berada di depannya, memangku kepalanya dengan sebelah tangan. Saudara kembarnya itu memang senang membuat orang lain terkejut, salah satunya dengan datang tanpa diundang.
"Apaan sih, Rey. Lo juga, kenapa sih, suka nongol tiba-tiba?"
"Yakali gue nongol tiba-tiba. Kaya setan aja. Lo aja, Key, yang bengong. Kenapa, sih?" Reyna menghela keras, masih dalam posisi yang sama, memangku kepala.
"Biasa, proposal."
Reyna menggeleng pelan. Selalu saja Keyna seperti ini. Terlalu sibuk dengan urusan tugas dan laporan-laporan Osis-nya, sesuatu yang menurut Reyna terlalu melelahkan. Lebih baik pulang, santai di rumah, ya kan? Daripada setiap hari pulang sore dan waktu istirahat pun terkuras karena terlalu memikirkan tugas. Reyna terkikik geli, dengan kesimpulan yang tiba-tiba saja melewati kepalanya itu.
"Makanya, jadi orang tuh ngga usah sok pinter."
"Ih, mending sok pinter lah. Ujung-ujungnya juga kan pinter. Dari pada lo, males. Sok nggak sok, tetep aja males," kata Keyna, gadis itu kembali menyeruput jusnya. Perlahan, laptop yang menyala terang di depannya sedari tadi ia tutup, setelah ia menyimpan data tentunya. Reyna menjulurkan lidahnya, menjawab. Keyna mendongak, setelah dirasanya Reyna tiba-tiba bangkit dan menimbulkan suara decitan kursi yang cukup nyaring. Mau kemana Reyna? Baru saja duduk sebentar, langsung saja pergi.
"Mau kemana lo? Cepet banget," Key menyuarakan isi pikirannya.
"Pulanglah. Sorry ya, gue bukan lo, yang pulang sore mulu."
Gadis yang mulai memasukkan laptop ke dalam tasnya itu, tak menanggapi lagi. Ia hanya menganggkat bahunya—tak acuh. Reyna mendengus sebal dengan respon saudaranya yang selalu saja datar. Dengan satu hentakkan, Rey mulai melangkah meninggalkan Keyna. Suara langkah Reyna, membuat Key menghela kasar, lagi. Gue cape. Keyna berdiri, mengambil tasnya dan memakainya di pundaknya. Perlahan ia mulai berjalan menjauhi kantin.
Apa itu? Lukisan? Keyna mendekat pada sebuah dinding ber-cat dasar putih. Sebuah lukisan terpampang di atas warna dasar itu. Hanya sebuah lukisan kecil, tapi entah mengapa, lukisan kecil itu mampu menarik Key mendekat.
Gue kayaknya emang beneran udah cape ini mah. Please, kok gue jadi kayak orang bego gini. Diem di pinggiran dinding. Key mendengus sebal. Tapi bagaimana lagi, inilah yang Key lihat. Sebuah lukisan manis dan terkesan NYATA. Siapa pun pelukisnya, Keyna sangat kagum sekaligus iri. Mungkin, pelukisnya adalah teman sekolahnya sendiri, siswa yang iseng mencorat coret dinding. Tapi bagaimana ia bisa melukis sekeren ini? Melukis hingga objek-objek disana terkesan nyata bahkan setiap detailnya terlihat sempurna? Padahal jika dilihat, ini hanyalah lukisan kecil. Lukisan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enggak ada selain di SEKOLAH
Genç Kurgukumpulan cerpen bertema/berlatar sekolah "Meski ratusan kali kamu berfikir untuk membenci sekolah, saat kamu telah lulus kemungkinan besar kamu akan merindukan masa-masa itu."