"Aku terlanjur menyerahkan hatiku sepenuhnya kepada Narsha."
****
"Narsha..!! Shaaa! Ayo cepetan, nanti kita terlambat."
Beberapa menit kemudian, gadis kecil yang dipanggil "Narsha" terlihat berlari mendekati anak lelaki yang tadi memanggilnya.
"Apa sih? kamu sukanya teriak-teriak!" Sungut Narsha.
"Lagian, kalo kamu gak diteriakin, gak mau cepetan." Balas anak lelaki itu tak peduli. Mereka berjalan beriringan, menuju sekolah mereka, SD Taruna Muda.
***
"Anak-anak pelajaran hari ini, kita akan membahas tentang cita-cita."
"Ibu, cita-cita itu apa?" Tanya salah satu murid di kelas itu.
"cita-cita adalah impian atau harapan di masa depan," jelas guru itu. "Sekarang siapa yang ingin menyebutkan cita-citanya?"
"Aku pengin jadi pilot."
"Aku mau punya restoran yang gede."
"Aku pengin jadi pembalap, biar kayak Rio Haryanto."
"Aku kalau sudah gede mau nikah sama Narsha." Ujar anak lelaki yang ada di barisan depan. Ya dia adalah Aldrian Afaf Rivero. Sontak terdengar gelak tawa dari kelas itu.
***
"Al!! Bangun naaak! Ini hari pertama kamu masuk sekolah, jangan sampai terlambat." Teriak mama dari dapur.
"Iya ma, iya... Al udah bangun." Balasku tak kalah keras dengan suara Mama. Aku segera bangkit dari tidur-tidur ayamku, ke kamar mandi.
"Udah gede ya ternyata anak Papa, udah mau masuk SMA," Ujar Papa yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamarku, "Ayo, sarapan. Udah ditunggu Mama tuh." Aku hanya mengikuti langkah Papa menuju ruang makan.
Tiba-tiba aku teringat tentang gadis kecil itu, "Ma, masih inget sama Narsha?" Tanyaku saat aku sudah menyelesaikan sarapanku.
"Masih dong, anaknya Tante Anna, kan?"
"Ada apa memangnya, Al?"
"Kamu beneran suka sama dia?" Tanya Papa jahil.
"Enggak, Pa! Enggak," jawabku salah tingkah, kemudian buru-buru bangkit dari dudukku.
"Kalo iya, Papa restuin kok."
Aku sekuat mungkin menulikan pendengaranku, agar tidak terpancing pernyataan restu Papa. Aku memang sangat menyayangi Narsha, meski aku belum sempat mengungkapkan semua kepadanya. Salahkan Papa yang tiba-tiba dipindah-tugaskan.
***
Setelah memasuki area sekolah, aku membuka kaca helm full face-ku. Ini hari pertamaku di SMA Al-Huda. Ya, Mama yang memilihkan sekolah itu. Alasannya, "Biar kamu tau agama, karena kamu udah mulai dewasa." Begitulah kata Mama saat mendaftarkanku di sana. Apa aku menyukai sekolah itu? Entahlah, yang jelas siswi-siswi di sekolah itu semua berkerudung. Masa-masa MOS pun telah berlalu, sekarang tinggal memikirkan bagaimana aku mengikuti pelajaran yang ada di sekolah ini.
***
"Woy, man!" Itu pasti Dylan. Temanku sejak aku duduk di bangku SMP.
Aku menoleh padanya, "Apa?"
"Lo tau? kita sekelas."
"Emang udah dibagi perkelasnya?"
"Udahlah, lo sih kemaren pulangnya rajin banget, padahal masih ada acara tambahan."
![](https://img.wattpad.com/cover/70846648-288-k241533.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Enggak ada selain di SEKOLAH
Fiksi Remajakumpulan cerpen bertema/berlatar sekolah "Meski ratusan kali kamu berfikir untuk membenci sekolah, saat kamu telah lulus kemungkinan besar kamu akan merindukan masa-masa itu."