4. Permen Karet (bag. 1)

54.7K 4.5K 437
                                    

Panaass...otak saya panaaass...

I'M QUEN OF TYPOS

Enjoy

Berhubung part ini panjangnya melebihi 7000 kata, aku bagi jadi dua ya. Permen karet bag 1 dan bag 2. Bag 2 menyusul

===o0o===

"Udah belum, ma?" Erina menolehkan kepalanya ke samping untuk melihat mamanya yang sedang memegang rambutnya, mengurai helai demi helai rambutnya agar terlepas dari bekas permen karet berwarna pink yang menempel di kepalanya tadi.

"Ini susah dibersihinnya, Er. Emangnya kamu main di mana sih?"

"Itu Rio yang tadi nempelin ke rambut Erin, Ma. Terus gimana?"

"Kayaknya harus dipotong nih rambutnya."

"Nggak mau potong rambut." Erina yang tadinya masih tabah dan tegar langsung mencebik dengan airmata menggenang di pelupuk matanya.

"Mau gimana lagi? Kalau nggak dipotong bakal nempel terus."

"Huueee...Erin nggak mau potong rambut, mama."

"Harus dong. Nanti lengket kemana-mana."

Erina mulai terisak. Ia paling tidak suka rambutnya disentuh atau dipotong. Sejak kecil dia selalu ingat bahwa hal yang paling Abi suka darinya adalah rambutnya. Sampai ketika ia menginjak kelas lima SD, ia tidak pernah mengizinkan ibunya memotong pendek rambutnya. Tapi, karena ulah Rio yang terlalu nakal, ia harus merelakan rambut panjangnya sekarang. Dia benci Rio, dia benci semua cowok di kelas yang suka usil padanya, dia benci semua cowok di dunia kecuali Mas Edgar dan Mas Abinya.

##

Erina melangkahkan kakinya masuk ke ruangan ber-AC lobi kantor milik Abi. Sang resepsionis yang sudah mulai mengenalnya tidak lagi perlu menelpon Sonia -Sang sekretaris- untuk meminta izin apakah Erina boleh masuk atau tidak. Abi, meskipun dia tidak pernah suka melihat Erina terus datang ke kantornya, dia juga tidak pernah bisa melarang gadis itu.

Mendekati ruangan Abi, Sonia menoleh padanya sambil menggelengkan kepalanya. "Si Bos sedang ada tamu penting."

Erina berhenti di depan meja Sonia, meletakkan bekal makan siangnya di atas meja dengan alis berkerut. "Tante Silikon itu lagi?" tanyanya.

Sonia tertawa, ia menggelengkan kepalanya tanda bahwa bukan Seila yang dimaksud oleh Erina. "Tamu lebih penting, Adik tirinya Pak Abi."

Erina mengerutkan alisnya. Adik tiri Abi? Selama ia mengenal Abi, Erina tahu kalau setelah bercerai dari ayahnya, ibu Abi menikah dengan laki-laki yang ia temui setelah pulang ke Indonesia. Dari pernikahan kedua ibunya itu, Abi memiliki dua adik tiri laki-laki dan perempuan. Jarak usia ketiganya juga terpaut cukup jauh. Tidak banyak yang Erina tahu tentang kedua adik tiri Abi itu karena Abi tidak pernah mengajak keduanya berkunjung ke rumah. Edgar pernah cerita kalau mereka sebenarnya tidak pernah akur, tapi juga tidak saling membenci. Mungkin karena Abi yang selalu tertutup dari siapa saja, termasuk dari ibunya. Membuat dirinya sulit untuk didekati dan mengakrabkan diri pada siapa saja.

"Adik tirinya? Siapa?"

"Pandu."

Belum sempat Erina bertanya lebih lanjut, pintu ruangan Abi terbuka. Sosok yang pertama kali keluar adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi, tapi tingginya tidak mencapai tinggi Abi, rambutnya berwarna hitam lurus dan disisir miring dengan bagian kedua sisi kepalanya dipangkas habis. Model rambut anak muda kekinian jaman sekarang. Pakaiannya tidak bisa dibilang berantakan karena dia memakai kemeja, tapi karena pembawaan bahasa tubuhnya membuat Erina yakin bahwa laki-laki itu adalah jenis pria yang harus dihindari oleh banyak wanita. Playboy.

My Happy Ending [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang