Chapter 3

229K 8.2K 209
                                    

Rasanya semua tidak berjalan baik setelah aku yakin dengan keputusanku.

Kita mulai dengan yang pertama, Samuel Hyun yang sudah melakoni perannya sebagai best friend for life dengan baik, sudah lima hari masih belum mau bicara denganku. Tiap kali berpapasan, dia hanya melengos dan menggiring Keisha berjalan lebih cepat agar tidak perlu berdekatan denganku. Awalnya aku sedih, tapi lama ­kelamaan aku justru marah kepadanya.

Yang kedua, aku yang tadinya tidak peduli dianggap liar oleh orang lain karena pilihan pakaianku, sekarang mulai mencari pakaian yang lebih rapi. Tidak ada t-shirt band tanpa lengan yang lubang tangannya lebar hingga mengekspos sedikit tanktop atau bra yang kupakai. Tidak ada lagi t-shirt yang bertuliskan kata­kata kasar favoritku, yang salah satunya bertuliskan, 'If you can read this sentence, then you stared at the wrong way,'—hadiah dari Sam, FYI.

Sekarang, aku memiliki kecenderungan memilih sweater atau pun t-shirt normal tanpa tulisan yang kelihatan membosankan.

Mungkin menurut kalian perubahan­perubahan itu hanya se­ gelintir, tapi kedua hal itulah yang berpengaruh besar terhadapku.

Terutama Sam. My partner in crime, kembaran yang lahir dari orang tua yang berbeda. Rasanya hampa kehilangan dia.

Bayangan mengenai hal apa lagi yang akan berubah waktu nama belakang Liam sudah kupakai berkelebat cepat. Jangan­ jangan aku harus pakai rok setiap hari, menggunakan payung dan sarung tangan berenda, seperti putri Belanda. Bunuh saja aku kalau itu memang benar.

Sore itu, saat aku tengah menghabiskan akhir pekan dengan menyantap es krim sambil membaca majalah, pesan dari Liam masuk ke ponselku. Dia bilang aku perlu bertemu ibunya hari ini. Entah bagaimana, hal itu berhasil membuatku terjatuh dari kasur. Aku bukannya takut bertemu keluarga Liam. Aku hanya kha­ watir karena harus menghadapi mereka tanpa persiapan. Para old money itu pasti punya banyak sekali aturan hidup yang tidak ku ketahui. Bagaimana kalau tanpa sengaja aku melakukan sesuatu yang dianggap tidak beretika, lalu mempermalukan Liam dan di­ riku sendiri? Aku butuh latihan intensif! Tapi SMS­nya justru mengatakan dia akan menjemputku hari ini. Apa ini artinya aku juga perlu mengubah warna rambutku? 

Cih, padahal aku suka ungu.

Waktu aku masih mencoba menenangkan diri, terdengar ketukan dari pintu depan. Aku segera berjalan untuk mengecek. Sebuah paket kotak besar, atas nama Liam Wright untuk Felicia Ann diserahkan oleh kurir. Aku menandatangani kertas di papan clipboard yang dipegang kurir itu dan berjalan masuk ke dalam dengan kotak besar di tanganku. Aku mencoba menggoyang­goyangkan isinya, terdengar suara gemerisik yang mencurigakan. Teleponku berdering. "Halo?"

"Aku kirim paket ke tempatmu, seharusnya sudah sampai se­karang," katanya langsung dengan satu tarikan napas.

"Kabarku baik, Liam, terima kasih sudah bertanya," balasku sinis, lalu menambahkan dengan nada malas, "Iya paketnya sudah sampai. Apa ini?"

Dia mengabaikan nada sarkastisku. "Lihat dan pakai. Buat dirimu pantas. Kujemput jam 7. Kau harus sudah siap," lalu sam­bungannya mati.

Orang ini benar-benar ya. Aku menggeram dan melemparkan ponselku ke sofa. Pembungkus paket dari Lian kubuka dengan kasar. Dress, Liam mengirimiku dress.

Aku menatap setiap detailnya dengan saksama. Dress selutut berwarna hitam dengan potongan sederhana. Tidak berlengan, tidak banyak pernak­pernik yang menyilaukan mata. Walaupun aku bukan penggemar berat gaun, harus kuakui benda ini bagus sekali. Tunggu dulu, ngomong­ngomong, aku jadi ingat ....

Menurutmu aku perlu ke salon dan mengganti warna rambutku?

Aku menekan tombol kirim.

Tidak perlu, tidak ada waktu. Buat pantas saja.

LiFe (Preview)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang