Move on or Stay?

70 12 2
                                    

Aku terbangun dan merasakan sakit di kepalaku. Aku melihat kesekitar dan ternyata aku berada dikamar.

Aku meringis dan memegang kepala ku.

"Udah bangun?" Tanya Bunda yang terlihat cemas.

"Bunda, sakiit." Keluh ku.

"Ini minum dulu." Ucapnya sambil memberikan segelas air. "Kamu kenapa pingsan di ruang keluarga? Bukannya kamu pulang bareng Rama?" Tanya Bunda bertubi-tubi.

"Bundaaa, nanya nya satu-satu." Ucapku lemah.

"Icha gak jadi pulang bareng Rama."

"Loh? Kenapa?" Tanya Bunda penasaran.

"Dia ada perlu sama pacarnya."

"Terus kamu pulang naik apa?"

Aku hanya memutar bola mataku malas. Apakah Bunda tidak tau kalau sekarang ini aku sedang sakit? Dan aku tak ingin membahas hal itu.

"Bundaaa, nanya nya nanti aja. Icha pusing mau tidur" ucapku manja sambil memeluk Bunda yang berada di sampingku.

☆☆☆☆☆

Pagi harinya aku terbangun dengan kepala yang sangat berat dan sakit. Mungkin karena kemarin hujan-hujanan dan telat makan.

Hari ini, aku tidak masuk sekolah karena kondisi tubuhku yang tidak memungkinkan untuk beraktivitas.

Untuk membuka mata saja rasanya sangat berat.

Aku meringis pelas saat memaksakan tubuh ini untuk duduk dan mengambil minum di nakas. Tanganku gemetar saat mengambilnya. Dengan perlahan aku pun meminum sedikit air hanya untuk membasahi tenggorokan ku yang rasanya sangat kering.

Aku kembali berbaring dan memanggil Bunda. Tapi, percuma saja suaraku pasti tak terdengar.

Aku pun memutuskan untuk tiduran saja untuk meredakan sakit dikepalaku. Aku memegang pipiku sendiri. Panas. Tapi, tubuhku merasa kedinginan.

Tak lama terdengar suara pintu terbuka. Dan ternyata itu Bunda yang membawa semangkuk bubur, dan obat.

"Pagi putri Bundaaa" ucap Bunda tersenyum sambil meletakan bubur dan obat di nakas.

Aku terkikik geli saat mendengar panggilan Bunda. Rasanya seperti anak 5 tahun yang sedang sakit dan dimanjakan.

"Pagi Bundaaa" ucapku lemah.

"Ayo makan dulu, abis itu minum obatnya." Ucap Bunda sambil membantu ku untuk duduk dan bersandar.

"Mau disuapin atau sendiri aja?"

"Yaa dimana-mana orang sakit itu pengennya di suapin Bun."

"Hehehe, ya sudah.. aaaaa"

Bunda memasukan sesuap bubur ke dalam mulutku. Saat buburnya sedang aku kunyah, aku merasa mual dan langsung memberi kode kepada Bunda bahwa aku sedang mual.

Bunda terlihat panik dan segera membantuku berdiri. Dengan tertatih-tatih aku berjalan ke wastafel untuk memuntahkan bubur yang berada di mulutku.

Bunda memijat tengkuk leherku dan itu membuatku bertambah mual.

Aku menepuk tangan Bunda agar berhenti memijat tengkuk leherku dan Bunda pun berhenti.

"Udah enakan?" Tanya Bunda dengan raut wajah khawatir.

Aku mengangguk lemah dan berjalan menuju kasur dibantu oleh Bunda.

"Nih, minum dulu.." Bunda menyodorkan segelas air dan aku langsung menengguknya.

"Kamu kenapa sih bisa gini?" Tanya Bunda khawatir.

Loving Him Was BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang