Tak satu pun percaya

67 7 6
                                    

Ini lanjutan yang kemaren,
Happy reading^^

__________

Ghina melepaskan pelukannya dan beralih menatap sahabat-sahabat kekasihnya. "Dan gue juga mau minta maaf sama kalian. Karena gue, hubungan persahabatan kalian hampir retak, gue udah coba jauhin Rama dari kalian. Tapi sekarang, gue gak akan ngelakuin hal itu lagi. Gue tau, gue salah oleh karena itu gue minta maaf sama kalian." Ghina mengapit lengan Rama dan menatap Icha dengan tatapan sengit.

"Dulu, gue sengaja ngejauhin Rama dari kalian karena gue takut Rama suka sama salah satu dari kalian. Caca, Anya, atau Icha. Tapi sekarang gue gak akan ngelakuin itu lagi, karena gue tau cinta Rama cuma buat gue. Jadi, kalian mau maafin gue dan nerima gue jadi temen kalian kan?" Suaranya sangat lembut, dan siapa pun yang mendengarnya pasti akan luluh.

Mereka terdiam. Alvin, Caca, Anya, dan Icha saling pandang. Mereka tersenyum, namun tidak dengan Icha. "Kita maafin lu kok. kalo itu yang lu takutin dari kita, lu gak usah khawatir karena kita juga gak akan pernah ngehancurin kebahagiaan Rama sama lu. Justru, kita akan terus dukung. Itu kan guna nya sahabat?" Ucap Anya.

Icha menyerngitkan alis, merasa bingung dengan semuanya. Apa maksudnya ini? Kenapa mereka mudah sekali menerima Ghina? "Kita udah maafin lu, tapi bukan berarti kita nerima lu sebagai teman."

"Lu kenapa sih Cha? Dari tadi sinis mulu sama Ghina?" Bela Rama.

Icha tertawa hambar, "Lu gak liat seberapa jahat dia? Lu gak liat?"

"Maksud lu apaan sih, dia kan sekarang udah berubah. Dia gak akan ngelakuin hal yang sama Icha!" Tagas Rama.

Icha hanya mampu menggelengkan kepala.

"Icha, apa salahnya sih kita temenan sama Ghina?" Caca ikut menimpali.

"Oohhh, jadi lu mau temenan sama dia?"

"Emang apa salahnya?"

"Salah! Itu salah! Dia cuma bisa ngancurin persahabatn kita." Gertak Icha.

"Kenapa lu gak mau temenan sama gue?" Ghina berbicara dengan suara dan mimik terluka.

"Karena gue gak suka sama lu!" Ucap Icha dengan penuh penekanan disetiap kata.

"Icha!" Kali ini Anya yang bersuara. "Gue tau lu suka sama Rama, tapi bukan berarti lu bisa benci sama pacarnya!"

Semua yang ada disana kaget, kecuali Ghina. Dia tersenyum puas, karena dengan ini Rama akan menjauh dari Icha.

Icha menoleh, menatap Anya yang berada disampingnya. Sahabat yang selalu ia percaya untuk menjaga rahasianya, kini membongkarnya di depan sahabat-sahabat nya, di depan orang yang dia suka pula... ralat, orang yang dia cinta.

Caca tampak kaget dengan ucapan Anya, entahlah mungkin saja dia tidak sengaja mengatakan itu.

"Anya..." lirih Icha.

"Lu gak ada hak apa-apa buat benci sama Ghina karena dia pacar Rama, Gak ada. Inget Cha, lu cuma sahabat dia, sahabat yang harus dukung segala keputusan sahabat kita sendiri, bukan kayak gini. Dan menurut gue, kenapa kita gak buat ini mudah aja? Rama kembali sama Ghina, Ghina berteman sama kita, dan persahabatan kita gak akan pernah retak lagi. Jangan egois kayak gini, cuma mikirin perasaan lu sendiri!!" Suara Anya mulai meninggi, Icha hanya menatap Anya tak percaya. Selama ini, Anya tak pernah semarah ini, walau pun marah dia tidak akan seperti ini.

"Jadi, selama ini lu ada rasa sama gue? Lu suka sama gue?" Rama yang tak percaya dengan semua ini, mencoba memastikan dengan menanyakannya kepada Icha.

Icha tak menjawab dan memalingkan pandangannya kearah Rama, dia tetap menatap Anya dengan pandangan kosong.

Sakit, sangat sakit. Itu yang dia dapatkan. Rama yang kembali dengan Ghina, sahabat yang berpihak kepada orang yang dia benci, dan Rahasia yang terbongkar. Itu terjadi secara bersamaan.

Jadi hanya sampai disini saja perjuangannya? Rama sudah kembali dengan Ghina, dan apa yang harus dia perjuangkan? Kalau pun dia tetap pada pendiriannya, pasti tidak akan ada yang mendukung dan memihak dia. Jadi, sampai disini saja. Cukup, dia sudah sangat lelah berjuang kalau hanya ini balasannya.

"Gue? Egois?" Icha tak menghiraukan ucapan Rama dan membalas Anya, dia tertawa hambar sebelum kembali bersuara "terserah" lirih nya, dan setelah itu dia berdiri dan berjalan dengan penuh harga diri.

Dari jauh Icha masih bisa mendengar ucapan Anya, "See? Dia egois!!"

Icha terus berjalan dengan menahan air matanya agar tak terjatuh barang setetes pun. Dia tetap berjalan dengan tenang saat masih berada disekitar kantin, tapi setelah itu ia semakin mempercepat langkahnya seiring air mata nya yang mengalir dengan deras.

Sampai di taman belakang, dia langsung mendudukan diri, menutupi wajah nya dengan kedua telapak tangannya, dan menangis sesenggukan.

Ia tak pernah menyangka akan seperti ini, kisah cinta nya, persahabatn nya, tak pernah terlintas dipikirannya akan seperti ini.

Dia pun terus menangis, menumpahkan segala kesakitan yabg dia pendam dan rasakan selama ini.

☆☆☆☆☆

Bel tanda jam istirahat pertama berakhir pun berdering. Seluruh siswa yang masih berada idluar kelas pun berhamburan ke kelas.

Anya, dan Ghina mereka berjalan beriringan menuju kelasnya. Biasanya, Icha yang selalu berada diposisi Ghina. Tapi sekarang berbeda.

Icha, gadis itu masih berada di toilet untuk sekedar membasuh mukanya yang terasa lengket sehabis menangis. Untung saja, dia bukan tipe orang yang mudah sembab sehabis nangis, jadi dia masih bisa terlihat baik-baik saja didepan semuanya.

Setelah merasa tenang, dia pun melangkah keluar. Setelah sampai di kelas, dia menyerngit bingung saat melihat bukan tas Anya yang berada dimeja nya.

"Gue disini!" Ucap seseorang yang langsung membuat Icha menoleh, Anya. Gadis itu, duduk bersama Ghina.

Ya ampun. Apakah Anya tidak bisa membicarakan ini baik-baik?

Dengan kesal Icha duduk dibangkunya dan menggelamkan kepalanya dilipatan tangannya.

Setelah itu, kegiatan belajar mengajar pun dimulai dengan normal.

Waktu terasa begitu lambat karena kesendiriannya. Sekarang sudah memasuki jam pelajaran terakhir, padahal Icha berharap untuk segera pulang. Karna dia sudah tidak tahan melihat sikap Anya yang tiba-tiba memusihinya.

Guru yang mengajar kali ini kosong dan Icha memutuskan untuk pergi ke perpustakaan untuk membaca novel. Sudah lama juga dia tidak datang ke perpustakaan, mengingat dulu dia sangat sibuk dengan sahabat-sahabatnya itu.

Ah-ya, sahabat. Biasanya jika guru tidak datang seperti sekarang dia akan berceloteh ria dengan anya dan tertawa bersama. Tapi sekarang, dia hanya bisa duduk sendirian di perpustakaan ditemani buku-buku yang sudah sedikit usang.

Icha termenung, memikirkan kisah persahabatannya yang hancur begitu saja karena gadis yang... ah sudahlah dia tidak ingin memikirkan ini lagi. Toh kehidupannya juga masih panjang...

__________________

Uuuhhh lama banget gak update😥😥

Maaf yak, authornya sibuk soalnya udh masuk sekolah dan sekarang author masuk SMK jadi yaahhh gtu deh, sibuk. Azeeekk:3

Untuk updatean selanjutnya gak tau kapan, tapi author suka sempetin nulis dicicil dikit2.

Mohon pengertiannya dan mohon maaf, please jangan pada ilangan yaahhh:3

Babaayy readers setia kuuhh😚😚

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Loving Him Was BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang