Bad day ever!

83 10 1
                                    

Setelah latihan selesai. Kita pun melakukan apel penutupan untuk latihan hari ini.

Aku berjalan menuju parkiran bersama Anya dan Caca.

Disana aku melihat Rama yang sedang memainkan hp nya sambil bersandar di motor merah nya itu.

Menyadari kehadiran kita, Rama pun menoleh.

"Eh Cha, udah selesai latihannya?"

"Belum."

Dia menatapku heran.
"Terus, ngapain kesini?"

"Kalo belum selesai ngapain coba gue kesini bawa tas."

"Guys, gue duluan yah." Sela Caca berpamitan dan segera meninggalkan sekolah.

"Gue juga yah. Kak Zeni udah nungguin di depan. Byeee" Anya melambaikan tangannya dan berjalan kearah gerbang sekolah.

Hening.

Aku merasa canggung lagi sekarang. Aku pun hanya diam sambil memainkan kerikil yang berada di dekat kaki ku.

Sebenarnya, dia jadi gak sih nganterin aku pulang. Kenapa dia sekarang diem aja.

Aku pun mendongkak dan melihat dia sedang memperhatikan ku dengan raut wajah.. menyesal?

Aku mengangkat sebelah alis.
"Kenapa?"

Dia menghela nafas dan mengatakan sesuatu yang membuatku hancur lagi.

"Sorry, gue gak bisa anterin lu pulang. Ghina minta gue dateng ke rumah nya."

Aku tau ini hanya alibi Ghina untuk menjauhkan aku dari Rama. Memang apa salahnya kalau aku dekat dengan Rama, aku kan sahabatnya. Lagipula, walaupun aku suka dengan Rama aku tak mungkin mengungkapkannya karena aku tak ingin merusak persahabatan aku dan dia.

"Hei! Lu gak apa-apa? Maaf gue gak bisa anterin lu." Dia berkata sambil melambaikan tangannya di depan wajahku dan membuatku kembali tersadar.

"Eh?! Ohh iya ituu... gak apa-apa kok, yaa wajar aja dia kan cewek lu. Lagian, Ghina kan emang gak mau gue boncengan sama lu." Ucapku dengan senyuman diwajahku. Kalian tau? Itu hanya sebuah topeng.

"Sekali lagi gue minta maaf yah. Gue cuma gak mau nyakitin perasaan dia."

Tapi lu sukses nyakitin perasaan gue. Teriak batinku.

"Selow aja kali, gue juga bisa kok pake taksi atau angkot. Kan gampang, nebeng sama temen juga bisa."

"Makasih yah, lu emang pengertian banget." Ujarnya sambil memeluku. Aku tertegun dengan perlakuannya yang tiba-tiba itu. Aku hanya tersenyum dan tak membalas pelukannya. Tak lama, dia melepaskan pelukannya dan menjauh dariku. "Kalo gitu, gue duluan yah udah ditunggu sama Ghina, byee"

Dia segera menaiki motornya dan menyalakan mesinnya. Sebelum pergi dia melambaikan tangan nya dan segera berjalan meninggalkan ku yang sangat kecewa kepadanya.

Aku hanya bisa tersenyum memaklumi hal itu walau sebenarnya aku sedikit kesal.

Dan akhirnya, aku hanya bisa duduk di halte sekolah sambil celingak-celinguk gak jelas.

Bukan bukan, aku bukan menunggu bunda. Aku sedang menunggu taksi atau angkot, seperti yang aku katakan tadi.

Bagaimana bisa aku menghubungi bunda kalau hp ku saja mati?

Pada saat istirahat latihan tadi. Aku sudah menghubungi bunda dan bilang kalau aku pulang bareng Rama.

Ini sebenarnya salah aku sendiri. Aku terlalu percaya diri bahwa Rama akan mengantarku pulang dan tidak mengingat bagaimana sikap Ghina terhadapku.

Loving Him Was BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang