04 : Care

3.5K 283 9
                                    


Kiseki POV


Tak tahan dengan keadaan canggung yang menyelimuti, juga dengan tatapan berbagai arti yang tertuju pada mereka, akhirnya Naruto mengambil inisiatif untuk pamit terlebih dahulu. Aku mengikuti Naruto dari belakang. Sebelumnya aku melihat ke arah Sasuke dan menatapnya dengan tatapan memohon maaf. Ya, aku cukup sadar jika ulahku telah membuatnya kesal, atau mungkin marah.

Aku mengikuti Naruto dari belakang. Hening dan hanya hening hingga akhirnya kami sampai di luar gedung.

"Kau marah padaku, Naruto?" aku akhirnya angkat bicara.

Naruto hanya membalas pertanyaanku dengan melirik tanpa menolehkan kepalanya. Seakan lirikan itu berisi pertanyaan 'Maksudmu?'

"Itu, tentang kejadian tadi." Aku kembali memperjelas pertanyaanku.

"Semuanya sudah terjadi. Percuma saja aku marah padamu. Tak akan merubah apapun." Naruto menjelaskan.

"Maafkan aku."

Naruto hanya menghela napas. "Setelah aku lepas dari kekangan Kyuu-Nii, sekarang aku malah dikekangan olehmu. Tak ada bedanya." Ia mengeluh.

"Maafkan aku, Naruto.." Aku memohon padanya. Jangan, aku tak ingin Naruto marah padaku. Itu sama saja dengan aku gagal menjalankan tugas yang sudah dipercayakan padaku.

"Baiklah. Lagian sudah ku bilang bukan kalau aku tak marah. Untuk apa kau meminta maaf padaku?" giliran Naruto yang melempar pertanyaan padaku.

"Aku merasa bersalah." Jawabku apa adanya.

"Konyol. Baru sekarang kau merasa bersalah. Lagian, aku sudah memperkirakan kejadian itu akan terjadi. Aku hanya tak menyangka, ternyata benar-benar terjadi."

"Kau sudah memperkirakannya? Hebat!" Aku kagum. Ternyata dia sudah punya pikiran kalau akan ada kejadian itu.

Aku menyamakan langkahku dengan Naruto hingga kami berjalan besebelahan. Aku tersenyum saat sebuat pertanyaan terlintas di otak ku.

"Ne, Naruto. Jadi, bagaimana rasanya berciuman dengan Sasuke."

SKAKMAT!

Seketika wajah Naruto memerah mendengar pertanyaan itu. Bahkan leher dan kupingnya.

"Sialan!" ia menatap sinis menyembunyikan malu yang jelas terlihat di wajahnya.

---

Malam semakin larut. Saat aku melewati kamar Naruto, sekilas aku melihat dari celah pintu yang terbuka, Naruto masih berkutat dengan manga yang dibacanya. Ia duduk di balkon kamarnya, menghadap ke langit lepas dengan ribuan bintang didepannya.

Aku mulai berpikir, 'kenapa tidak menggunakan kelemahannya saja?' Maksudku. Menggunakan kelemahan Sasuke untuk memancing Naruto agar meninggalkan hikikomorinya, dan menggunakan kelemahan Naruto untuk membuat Sasuke menemukan tujuannya.

Bicara tentang kelemahan, tentu saja aku mengetahui dengan pasti apa yang jadi kelemahan mereka. Jika tidak, mana mungkin aku berani berpikiran seperti itu. Apa aku perlu memberitahukan kelemahanya? Baiklah.

Kelemahan Naruto adalah se-tidakpeduli apapun ia terhadap seseorang atau lingkungannya, namun pada kenyataannya, ia tetap yang paling peka dan paling peduli pada orang atau lingkungannya, meskipun hal itu tidak ditunjukannya secara nyata, karena dihalangi sifat hikikomorinya. Tak perlu ragu, karena aku telah membuktikannya. Ia adalah orang yang paling peduli yang pernah aku kenal, bahkan ia selalu memikirkan orang lain sebelum dirinya.

All AboutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang