Bismillah

94 3 1
                                        

SEMBILAN~


"Kamu tetap tinggal disini" ucap mas gigat langsung dingin tajam dan tegas, aku langsung mendongakan kepalaku dan melihat mas gigat langsung berdiri dengan raut wajah yang mengeras dan pergi entah kemana.

Aku langsung menangis di pelukan bubu, tidak ada yang berbicara semuanya diam, kecuali mas gigat yang udah pergi dari ruangan ini.

Apakah keputusan ku ini benar? Aku hanya tidak ingin membuat perasaanku kepada mas gigat ini terus tumbuh dan berbunga, aku hanya ingin ya setidaknya sedikit jauh dari nya.

Mungkin kejam dan mungkin juga itu sangat menyakitkan tapi itu lebih menyakitkan di banding di banding selalu melihat mukanya yang subhanallahnya lagi tidak dapat dan tidak mungkin aku miliki.

.

Setelah tangisanku reda aku langsung menegakan duduku dan langsung terngiang ucapan terakhir mas gigat yang langsung membuatku lemas dan menundukan kepalaku.

Kenapa dia tidak ingin aku pergi? Apa karena dia masih merasa bersalah akan kejadian tabrakan itu? Jangan membuatku semakin sakit dengan tingkah kamu mas!

"Ndy sebenernya kamu kenapa?" tanya kak gigat aku langsung menggeleng cepat.

"Ndy papa harap kamu melakukan yang terbaik buat hidup kamu, mendapatkan jalan keluar yang tidak membuat seseorang merasa kehilangan, kamu pikirkan lagi baik baik ya sayang, tapi yang papa dan bubu kamu ingin kan kami ingin kamu tetap tinggal disini sayang" ucap papa sambil memegang puncak kepalaku dan pergi menuju ruang kerjanya, aku tau papanya mas gigt ini sangatlah sibuk workkaholic.

Dan sekarang tinggal kami bertiga di ruangan ini.

"Ka inggit tanya kamu sekali lagi, kamu kenapa ingin ngekost hah? Apa rumah ini kurang nyaman untuk kmu tinggalin? Apa kamar baru kamu kurang besar atau kurang pas untuk kamu?" aku langsung menggeleng tegas, sungguh kata kata itu sangat menyakitkan, di sini aku serba ada tidak ada yang kurang yang ada lebih.

"Apa karna gigat?" ucap bubu yang langsung membuatku terdiam dan meluncurkan air bening lagi, kurasakan tubuhku menghangat, ka inggit lagi memelukku.

"Ka inggit tau ndy sebagai sesama wanita yang mencinta seorang lelaki diam diam itu sangat menyakitkan"

"Apa bener karna inggit cindy?" tanya bubu sekali lagi, aku yang mendengar ucapan bubu tegas langsung menggelng lemah.

"Aku..."

"Jangan bilang bahwa kamu selalu ngerepotin kita!" tegas bubu sambil melihat kearahku.

"Ndy dengerin ka inggit, kamu itu udah seperti adik kandung dan adik kecil ka inggit ka inggit sangat sangat sayang sama kamu sebagai kakak ka inggit ka inggit.." ucapan ka inggit terpotong oleh isakannya, apakah seberat ini?

"Ka inggit kenapa nangis?" tanyaku

"Pokoknya kamu nggak boleh pergi" ucap ka inggit tegas dan berlalu kekamrnya, aku yang melihatnya hanya terpaku dengan punggung ka inggit yang semakin lama semakin nggak ada.

"Bu?"

"Iya sayang?"

"Apa tindakan ndy salah?" tanyaku sambil melirik kearah sampingku.

"Sayang" ucap bubu sambil memegang kedua tanganku, rasanya hangat,   "kamu kenap berpikiran pergi dari hidup bubu?" lanjutnya.

"Nggak bu nggak ndy nggak ada niatan pergi dari hidup bubu, ndy hanya ingin hidup mandiri aja udah ko, soal ketemu, kan kita bisa ketemu setiap hari di mana aja dan kapan aja bubu ke pengen"

"Tapi bubu nggak izinin "

"Bu"

"Cindy kalau kmu pergi karna alasan gigat, bubu bisa suruh gigat untuk tidak tinggal disinih" aku yang mendengarnya langsung membulatkan mataku sempurna, apa seginih sayang nya mereka terhadapku sampai mau melakukan itu pada anak kandungnya sendiri?.

"Astagfirullah bubu kenapa ngomong ka gitu? Mas gigat itu anak kandung bubu"

"Bubu juga tau ndy, tapi bubu lebih sayang kamu, kamu yang selalu ada nemenin bubu" ucapnya terisak, ya allah aku yang masih ada di rumah ini aja udah nangis apalagi kalau ntaar, kalau aku beneran pergi dari rumah ini? Apa semenyakitkan itu?.

"Tapi bu.."

"Soal rasa suka kmu ama gigat kamu jangan khawatirin itu" lagi lagi aku terpaku dengan ucapanya, nggak usah di khawatirkan?

"Bu, ini masalah hati bu aku nggak bisa main main kalau masalah hati. Sungguh bu itu sangat menyakitkan"

"Demi bubu pokonyaa kamu nggak boleh pergi dari rumah ini"

"...."

"Ayo janji ama bubu"

"...." masih tidak aku jawab, dan setelah beberapa lama ku lihat bubu yang langsung berdiri dan mau pergi dari tempatnya.

"Ndy janji nggak akan ninggalin bubu dan rumah ini" putusku yang sambil memejamkan kedua mataku.

"Kamu nggak lagi nyenengin bubukan?" aku langsung menggeleng tersenyum berdiri dan memeluk bubu erat, ah seperti biasanya hangat dan menenangkan.

"Ya udah jangan ada drama lagi jangan ada nangis nangisan lagi, sekarang kamu tidur besok kita masak sarapan yang banyak" semangat beliau, aku langsung terpukau oleh tawanya, hal yang paling bodoh yang sempat aku kerjakan adalah membiarkan dia menangis kecewa karna ku, tapi aku sudah berjanji untuk tidak membuatnya menangis lagi karna aku.

"Okey sekarang senyum bubunya mana?" ucaoku sambil menyentuh kedua pipi beliau.

"Ish kamu itu ya udaah sanah pergi tidur" ucapnya sambil memukul pelan kedua tanganku yang berada di pipinya

"Siiiap tuan putri" ucapku yang di balas oleh kekeuhannya.

"Assalamualaikum" salamku.

"Waalaikumsalam cantik, tidur yang nyenyak sayang". Tutur nya Yang masih terpancar senyum bahagia. Sebahagia itukah?

.

"Cindyyyyyyy" teriak seseorang yang sudah pasti aku ketahui pelakunya, aku langsung memutar kepalaku 45 derajat.

Aku langsung memutar kedua bola mataku jengah saat melihat sahabatku itu berlari ke arahku. 'Kalau dia jatuh gimna??' batinku 'pasti malu' sambungku heheh...

~

maaf kan aku bubu mbak pa mas gigat terutama, kayannya aku nggak pantes banget untuk mendapatkan ini semua dari kalian.

Sungguh, aku malu, karna bisa bisa nya tinggal dan akrab dengan kalian.

Untuk kali ini aku akan membulatkan tekad ku untuk pergi.

Iya, pergi meninggalkan seseorang yang aku cintai diam diam ini.

Pergi meninggalkan kalian yang telah menolongku.

Pergi dengan ikhlas untuk tidak melanjutkan pendidikan ku di kita kembang ini.

Aku sudah memutuskan untuk ku liah di tasik atau di cirebon.

Aku nggak mungkin bisa tahan berada di sekeliling mereka, yang derajatnya saja sangat jauh melambung tinggi.

Aku pergi, maaf tidak menempati kata kata kalian.

Meskipun aku merasakan kasih sayang dari kalian, tapi tetap saja aku merasa tidak pantas.

Maafkan aku, maafkan aku ya allah.

Menurutku ini keputusan paling benar.

Untuk hatiku dan semuannya.

I'm Not CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang