SweetHeart My Friend

66 4 1
                                    

Indah terburu-buru masuk ke sebuah butik ketika Sandi dan Marita, pacarnya tengah keluar. Tabrakan tidak bisa dihindarkan lagi.

"Heh, mata lo didengkul ya? Liat-liat dong kalau jalan! Dasar cewek ingusan! Bawa pengawal biar nggak susah jalan!"
seru Sandi emosi karena barang-barang yang dibawanya jatuh berantakan.

Indah melotot dan berkacak pinggang. "Heh, jaga mulut lo ya! Gue bukan cewek ingusan! Gue sudah kelas tiga SMU, tahu! Lo aja yang nggak tahu sopan santun! Pacaran kira-kira dong kalau sambil jalan!" serunya langsung melangkah masuk ke butik.

"Kurang ajar!" seru Sandi.
Marita membantunya memunguti barang-barang yang jatuh dan memasukan ke kantongnya. "Sudah, ayo kita pergi!"
"Cewek sinting!" seru Sandi lagi.

***

"Kenapa muka kamu nggak enak diliat gitu, Ndah?" tanya mamanya saat Indah masuk ke butiknya. Indah datang untuk mengantarkan sebuah bukti transaksi yang ketinggalan di rumah.
"Tabrakan sama orang gokil. Dasar!"
"Orang gila?"
"Gimana nggak gila, Ma? Udah jelas dia yang salah, masih ngomel. Ngatain Indah anak ingusan lagi!" seru Indah kesal.

Mamanya tertawa. "Mungkin karena ngeliat kamu masih pakai seragam SMU dan mungil kayak gitu, Ndah."
"Enak aja! Udah ah, Ma, Indah balik ya. Ngapain juga di sini?"
"Beneran nggak milih kain? Ada yang baru datang dan bagus-bagus lohh, Ndah!" tahan mamanya.
"Ntar deh, Ma, kapan-kapan!" seru Indah. "Cabut dulu ya! Assalamualaikum," kata Indah sambil mencium pipi mamanya.

***

"Sinting apa orang nih parkir mobil kayak gini? Mana gue bisa masuk?" seru Sandi saat menyadari mobilnya ditempel persis oleh satu Audi berwarna hitam metalik.

Seorang petugas parikir menghampirinya.
"Ada apa, Mas?"
"Bapak gimana sih, jadi tukang parkir kok nggak ngerti? Ini mobil kenapa dibiarin mepetin kayak gini? Gimana saya bisa masuk?"
"Maaf, Mas. Tadi penuh, terus mbaknya bilang nggak lama, jadi...," kata tukang parkir itu belum selesai ketika tiba-tiba Indah datang menghampiri mereka.
"Kenapa, Pak?"
"Ini mbak, mobil Mas ini nggak bisa keluar. Untung mbak cepet datang," kata tukang parkir itu dengan ramah.
"Eh, ternyata elo lagi! Nggak bisa mikir apa lo? Hah, dasar bego! Emangnya parkir ini milik moyang lo hingga seenak jidat lo mepetin mobil gue?" teriak Sandi.
"Emang parkir moyang gue. Lo mau apa?" balas Indah nggak mau kalah.
"Bawa tuh mobil lo! Cepetaan!" seru Sandi sambil menendang badan mobil Indah.
Indah langsung meledak emosinya.
"Eh, elo berani-beraninya nyentuh mobil gue! Lap, cepetan!" seru Indah nggak kompromi. "Apa lo mau gue laporin ke security?!"
"Sudah ah, Sandi. Maaf ya, Mbak. Kita nggak pengen cari gara-gara, cuman mau cepet! Tolong!" seru Marita pelan.
"Ajari tuh pacar lo sopan santun, Mbak!" seru Indah sambil buru-buru masuk ke mobil dan menyalakan gas kenceng-kenceng sehingga membuat Sandi makin keki.
"Kurang ajar! Masuk, Ta! Gue harus bikin perhitungan sama cewek ingusan itu!" seru Sandi emosi.
"Sudahlah, San. Nggak usah di ributin! Kita pulang aja, masih banyak urusan. Belum nanti gue ada kuliah Pak Joko jam tiga," kata Marita.
Kali ini Sandi menurut, meskipun hatinya sangat dongkol. Ia merasa telah dipecundangi oleh seorang cewek ingusan. "Kalau samp ketemu lagi, jangan harap gue ngebebasin elo!" seru Sandi dalam hati.

***

"Apa, Ma? Mama sadar nggak sih ngomong apa?" tanya Indah dengan nada meninggi. Rasa kantuknya langsung menguap begitu mendengar penjelasan mamanya malam itu.
"Emang itu kenyataan, Ndah."
"Nggak mau. Pokoknya Indah nggak mau dijodohin! Titik!" seru Indah langsung meninggalkan mamanya dan membanting pintu kamarnya.
"Sialan! Emangnya gue boneka yang bisa diatur-atur kayak gitu?" Indah mengomel panjang pendek. Ia langsung menjangkau telepon.
"Hei, ada apa Ndah, telepon malam-malam?" tanya Ana di seberang sana. "Gue udah tidur nih!"
"Bodo! Lo mesti bantuin gue, Na! Bisa kiamat deh dunia gue!" terial Indah.
"Lho, lho, ada apa ini?" tanya Nana sambil membelalakan matanya.
"Gue dijodohin!"
"Hah? Lo serius?"
"Setan!" teriak Indah. "Malam-malam gue telpon kayak gini lo anggep gue becanda? Bantuin gue, tahu!"
"Haha... selamat dong!"
"Anaaa...!"
"Iye, iye. Gue lagi ngumpulin nyawa gue!"
"Emang nyawa lo di ambil kucing?"
"Heh, apa yang mesti gue lakuin?"
"Gue mau kabur dan nyari kos!"
"What?" teriak Ana.
"Aduh, berisik amat sih lo! Masa lo tega liat gue dijodohin? Lagian, lita nih masih belia. Geblek apa disuruh kawin sekarang?"
"Eh, eh, Ndah. Sejak kapan sih lo pinter maki-maki gitu? Aduh, gue nggak berani. Ntar kalau ketahuan gimana?"
"Lo beraninya apaan? Pacaran backstreet?"
"Duh, Ndah. Kalau gue ketahuan nolongin elo kabur, gimana dong gue ngomong sama bonyok(bokap nyokap) lo?"
"Urusan belakangan. Yang penting, malem ini gue langsung ke rumah lo."
"Weits! Jangan, Ndah. Please!"
"Terus gimana? Gue nggak mau dijodohin!"
"Oke, oke. Calm down, please. Kita pikirin besok. Sekarang lo, tidur. Gue udah merem lagi nih. Mana besok kan ulangan!" seru Ana menenangkan Indah.
"Lo janji bantuin gue kan?"
"Janji. Suer!" seru Ana.
"Oke. Gue gak jadi kabur malem ini!"
Klik. Hubungan terputus. Ana terbengong.
"Ni anak sudah gila apa ya?" Batinnya. Diliriknya jam dindingnya sudah nunjukin angka satu dan dua. Dia langsung menarik selimutnya lagi.

***

Sweetheart My FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang